Tangan Johan memegang pinggang Hanifah dan mulai menarik maju mundur
badan wanita cantik itu, sehingga pompaan penisnya dalam memek Hanifah semakin
keras dan cepat. Mendapat perlakuan demikian, wanita alim itu hanya bisa
mengerang-erang keras, tangannya kembali meremas-remas kasur.
***
Desa itu desa terpencil, yang berada di tepi sebuah hutan yang besar dan gelap. Karena keterpencilannya, maka jarang sekali ada orang yang masuk ke desa itu. Setelah lama tidak pernah ada pendatang, pada suatu hari datanglah sepasang suami istri muda. Sang suami, Farid, adalah seorang guru SD yang dengan sukarela mau mengajar di desa terpencil itu. Sementara sang istri, Hanifah, ikut sebagai pendamping, dan membantu mengajar TPA di masjid kecil di tengah desa.
Desa itu desa terpencil, yang berada di tepi sebuah hutan yang besar dan gelap. Karena keterpencilannya, maka jarang sekali ada orang yang masuk ke desa itu. Setelah lama tidak pernah ada pendatang, pada suatu hari datanglah sepasang suami istri muda. Sang suami, Farid, adalah seorang guru SD yang dengan sukarela mau mengajar di desa terpencil itu. Sementara sang istri, Hanifah, ikut sebagai pendamping, dan membantu mengajar TPA di masjid kecil di tengah desa.
Segera mereka berdua menjadi
terkenal. Farid, berusia 28 tahun, yang guru dan sangat pandai dalam hal agama
sering diminta menjadi pembicara pengajian sampai ke desa-desa tetangga yang
lumayan jauh, selain juga menjadi guru di SD-SD tetangga yang kekurangan guru. Hanifah,
seorang ibu muda cantik yang baru berusia 22 tahun, sangatlah populer di kalangan
anak-anak dan ibu-ibu. Kelembutannya dalam berbicara, kepandaiannya dalam hal
agama, dan kesabarannya dalam menghadapi anak-anak membuatnya menjadi idola di
desa itu.
Hanifah adalah seorang wanita yang
taat beragama. Wajahnya yang putih dan luar biasa cantik sungguh mengundang birahi
banyak pria, jikalau ia tidak menjaganya. Karena itu, jilbab lebar selalu ia
pakai. Tubuhnya yang bahenol dan sangat montok juga ia tutupi dengan jubah
longgar. Walaupun begitu, tetap saja wajah yang cantik putih dan tubuh
bahenolnya tidak bisa 100% disembunyikan, dan masih membayang pada jubah
longgarnya.
Banyak pria yang merasa
terangsang saat melihat Hanifah melintas. Apalagi jika angin menerpa jubah
longgarnya, membuat tubuhnya semakin terlihat jelas membayang dari luar
jubahnya yang tertiup angin. Namun mereka hanya bisa memendamnya dalam hati,
atau paling jauh onani sambil mambayangkan bersetubuh dengannya, wanita alim
yang bahenol. Kepopulerannya membuat
para pria itu merasa takut mengganggunya.
Namun ternyata ada saja orang
yang memang benar-benar menginginkannya. Mereka adalah Arman dan rekan-rekannya,
para pemburu yang suka keluar masuk hutan. Tabiat mereka yang kasar dan
berangasan membuat mereka tidak peduli. Mereka sungguh ingin merasakan tubuh
seorang ibu muda cantik bahenol yang berjilbab, yang menyembunyikan tubuh
indahnya di dalam jubah longgar. Justru jubah longgar dan jilbab lebar itu
membuat mereka semakin penasaran dan terangsang.
Pada suatu hari, Farid, suami
Hanifah, dipanggil ke kota untuk mengikuti pembekalan guru tingkat lanjut. Tiga
hari ia harus pergi, dan karena ada masjid yang harus dikelola, Hanifah tidak
ikut. Kesempatan itu segera digunakan oleh Arman dan rekan-rekannya untuk
menuntaskan nafsunya pada ibu muda alim yang molek itu.
Saat malam tiba, setelah sholat
Isya’, Hanifah pulang menyusuri jalanan desa yang sangat gelap, melintasi
pinggiran hutan. Tiba-tiba ia disergap dan dipukul pada bagian tengkuk, yang
membuat ibu muda berjilbab cantik itu pingsan. Ternyata sang penyerang adalah Arman.
Ibu muda itu dibawa ke tengah hutan. Diperjalanan, ia mulai tersadar, dan
meronta-ronta. Segera Arman menjatuhkannya dan langsung mengancamnya.
“Diam kamu!! Mau kubunuh,
hah?!!” katanya sambil mengacungkan senjata pembunuh babi ke arah Hanifah. Wanita
itu kaget bukan kepalang. Matanya mulai berkaca-kaca karena ketakutan.
Akhirnya, di bawah todongan senjata, dengan pasrah wanita berjilbab itu digiring
masuk lebih jauh ke dalam hutan. Dia sengaja diajak berjalan berputar-putar
supaya bingung kalau mencoba melarikan diri.
Rasanya sudah berjam-jam mereka
masuk ke dalam hutan. Rasa takut, ditambah haus dan lapar membuat Hanifah makin
tersiksa, apalagi di sepanjang perjalanan berkali-kali tangan usil para pemburu
itu juga sibuk meraba dan mencubiti bagian-bagian tubuhnya yang masih tertutup
jilbab dan jubah lebar. Jilbabnya disampirkan kepundaknya, sehingga membuat para
pemburu itu leluasa meremas-remas buah dada gadis berjilbab itu yang luar biasa
montok. Pantat Hanifah yang mulus dan sekal menjadi bagian yang paling favorit
bagi tangan para pemburu itu. Diperlakukan demikian, Hanifah hanya bisa menahan
tangis dan rasa ngerinya.
Mereka kemudian sampai di sebuah
pondok kayu kecil tapi kokoh karena terbuat dari kayu-kayu gelondongan. Anehnya
mereka tidak mambawa Hanifah masuk ke dalam pondok kayu itu, tapi hanya di luarnya.
Wanita montok berjilbab itu berusaha meronta tapi menghadapi tiga pria yang
jauh lebih kuat darinya, perlawanannya hanyalah usaha yang sia-sia.
“Nah, Ibu yang cantik, sekarang
waktunya kamu harus menerima hukuman dari kami karena sudah membuat penunggu
hutan ini resah.” ujar Arman sambil matanya menyapu ke sekujur tubuh Hanifah
yang tertutup jilbab yang tersingkap dan jubah yang sudah terbuka dua buah
kancing atasnya.
Hanifah bingung. “A-apa salah saya, pak?”
tanyanya.
“Diam!! Tubuhmu yang montok itu
sudah bikin penghuni hutan ini resah tahu!! Kamu harus mempersembahkan
tubuhmu itu kepada mereka!!” bentak Arman lagi.
Rofi’ah semakin panik. Ia sadar,
ia akan diperkosa. Ia terus berusaha berontak, namun dua orang rekan Arman yang
semuanya bertubuh tinggi besar tidak bisa ia kalahkan. Segera ia menyerah
kalah, sambil menangis tersedu-sedu.
“Hmm, hukumannya apa ya?” Arman
bergumam tidak jelas seolah bertanya pada dirinya sendiri. “Ah iya, mbak Hanifah,
hukuman buat Mbak yang pertama adalah menari buat kami. Tapi dengan catatan,
sambil menari, Mbak harus buka jubah, kutang sama celana dalam Mbak. Jilbabnya
biarin saja. Sampirkan aja di pundak.” lanjut laki-laki itu datar, nyaris tanpa
emosi. Ia sudah pernah melakukan ini sebelumnya, saat memperkosa seorang gadis
alim yang sedang KKN di desa sebelah. Memek mereka benar-benar seret dan legit.
Hanifah yang mendengarnya tersentak
kaget, seketika tubuh wanita bahenol berjilbab itu gemetar. Dia terkesiap,
tidak mengira akan dipaksa melakukan tarian telanjang. Tubuhnya gemetar karena
shock, Hanifah hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan tangis yang semakin
kencang.
“Jangan!” pintanya dengan
pasrah. “Kalian
minta apa saja, silahkan. Tapi jangan seperti itu…”
“Hehehehe... ” Arman
menyeringai. “Kalau mau lari juga tidak apa-apa, paling-paling Mbak hanya akan
bertemu macan di sekitar sini. Lagipula tidak ada yang tahu tempat ini selain kami.”
Hanifah gemetar ketakutan, air
matanya semakin deras mengaliri pipinya yang mulus. Wanita itu tahu dia tidak
punya pilihan lain, dia memang tidak tahu jalan pulang, ditambah kemungkinan
benar ucapan Arman tentang harimau yang masih berkeliaran. Wanita berjilbab itu
menggelengkan kepalanya kuat-kuat mencoba pasrah.
“Bagaimana, Non?” Arman bertanya
datar.
Hanifah diam sesaat sebelum
akhirnya mengangguk. Tawa ketiga pemburu itu langsung meledak penuh kemenangan.
“Horee... Asiik.! Hari ini kita
bakal dapat tontonan bagus. Jarang lho ada wanita alim, berjilbab lebar
secantik Mbak mau menari bugil buat kita,” kata Pak Man yang dari tadi diam
saja dengan nada dibuat-buat.
Hanifah menunduk sambil
menggigit bibirnya untuk menahan malu dan takutnya yang makin memuncak. Ia
merasa bersalah terhadap Farid, suaminya, yang sedang ada di kota.
“Tunggu dulu, pakai musik dong.”
kata Arman, dia lalu masuk ke pondokan dan keluar lagi membawa sebuah tape
recorder kecil bertenaga batere. Ketika disetel, alunan musik dangdut mulai bergema di
sekitar tempat itu.
“Nah, ayo dong, Non. Mulai goyangnya.” seru laki-laki itu di sela-sela suara
musik yang lumayan keras.
Hanifah mencoba pasrah. Dia lantas mulai menggoyangkan tubuhnya dengan
gerakan-gerakan erotis yang coba ia tiru dari joged para penyanyi dangdut di
TV. Tangannya diangkat ke atas lalu pinggulnya digoyang-goyangkan, membuat
seluruh tubuhnya berguncang. Seketika ketiga pemburu itu bersuit-suit melihat
goyangan pinggul dan pantatnya. Apalagi saat gadis berjilbab itu mulai membuka
kancing jubahnya satu per satu, mereka makin bersorak.
Saat ia merasa sangat malu dan sejenak berhenti, senjata berburu Arman
langsung teracung padanya, membuatnya takut dan segera melanjutkan goyangannya.
Ketiga pemburu itu terdiam saat jubah Hanifah meluncur turun ke tanah,
memperlihatkan tubuh yang sangat montok, putih dan mulus tanpa cacat. Birahi mereka langsung
memuncak.
“Buka kutangnya! Buka! Kami mau
lihat pentilnya,” teriak mereka sambil terus memelototi tubuh Hanifah yang
bergoyang erotis. Wanita alim yang bahenol itu lalu perlahan mulai melepas Bra
yang menutupi payudaranya lalu melemparkannya ke tanah. Payudara Hanifah yang
masih kencang sekarang tergantung telanjang, begitu putih dan mulus. Payudara
itu berguncang seirama gerakannya.
Melihat bulatan daging yang
begitu mulus itu, ketiga pemburu itu makin liar berteriak, meminta Hanifah
untuk membuka celana. ”Celana! Sekarang celanamu... buka! Buka!”
Hanifah dengan sesenggukan mulai
memelorotkan celana dalamnya dan melemparkannya ke tanah. Sekarang ibu muda
berjilbab itu sudah telanjang bulat di hadapan ketiga pemburu yang
memelototinya dengan penuh nafsu. Dia meneruskan tariannya dengan berbagai gaya
yang diingatnya. Ketiga pemburu itu tampak paling suka saat Hanifah melakukan
goyang ngebor ala Inul dan goyang patah-patah milik Anisa Bahar. Pantatnya yang
montok dan mulus bergoyang-goyang secara erotis. Jilbab yang tersampir
dipundaknya dan kaus kaki putih yang membungkus kaki sampai betisnya membuatnya
semakin cantik.
Selama hampir satu jam Hanifah
menghibur ketiga pemburu itu dengan tarian bugilnya. Tubuhnya sampai basah
karena keringat, membuat kulitnya yang putih mulus terlihat berkilat-kilat. Acara itu baru selesai
setelah Arman menyuruhnya berhenti.
“Hehehehe… Ternyata Mbak pintar juga
narinya. Kami
jadi terangsang lho.” kata laki-laki itu sambil tersenyum keji.
“Sudah cukup, Pak, saya sudah
menuruti permintaan Bapak. Sekarang lepaskan saya.” pinta wanita alim yang
bahenol itu dengan memelas sambil setengah mati berusaha menutupi payudara dan
memeknya yang terbuka.
“Cukup?” Arman tertawa. “Hukumanmu
belum lagi dimulai.”
Hanifah merasa mual mendengar
ucapan itu. Kalau yang tadi belum apa-apa, ia ngeri membayangkan apa yang akan
mereka minta berikutnya.
“Hukuman selanjutnya... sekarang
Non berdiri sambil ngangkang, lalu angkat tangan Non ke belakang kepala!” Arman
memerintah dengan jelas.
Hanifah tersedu sesaat, tapi wanita
alim itu mulai membuka kakinya lebar-lebar, membuat bagian selangkangannya
terkuak lebar sehingga memperlihatkan memeknya dengan jelas. Benda itu terlihat
terawat dengan baik, ditumbuhi rambut-rambut halus dan rapi, Hanifah selalu
merawat bagian genitalnya dengan sangat cermat demi menyenangkan suaminya. Selanjutnya
tangannya diangkat ke atas dan jari-jarinya ditumpukan di belakang kepalanya,
membuat payudaranya yang putih dan kenyal sedikit terangkat hingga terlihat makin
membusung dan mencuat menggemaskan.
“Nah, sekarang... boleh nggak
kami meraba tubuh Mbak?” tanya Arman.
Hanifah tidak bisa berbuat
apa-apa selain menuruti permintaan itu. Wanita alim itu mengangguk sambil menangis.
“Sekarang kita mulai ya,” kata
Arman.
Hanifah hanya mengangguk, dia
merasakan sentuhan tangan laki-laki itu mulai bergerilya di wajah putih mulusnya.
“Uhh, wajahmu mulus sekali,
Non.” Arman mencium pipi Hanifah.
Antara geli dan jijik, Hanifah memejamkan
mata saat Arman mulai menelusuri bibirnya yang merah dan melumatnya dengan
gerakan lembut. Laki-laki itu terus
berusaha mendesakkan bibirnya untuk mengulum bibir Hanifah, lidahnya mencoba
menerobos masuk ke mulut wanita cantik itu, sementara tangannya bergerilya
meraba-raba dan meremas payudara Hanifah yang putih mulus. Hanifah menggelinjang
menerima perlakuan itu.
Sambil bibirnya terus mengulum
bibir wanita alim itu, tangan Arman kini memilin-milin puting payudara Hanifah
dengan gerakan kasar. Hanifah meringis kesakitan, tapi perlahan perlakuan laki-laki
itu justru menimbulkan sensasi aneh dalam dirinya, tubuhnya menegang saat
sensasi itu melandanya. Tanpa sadar wanita alim itu mulai mendesah. Suaminya
tidak pernah memperlakukannya seperti ini.
“Ayo, kalian juga boleh ikut.” Arman memanggil
kawan-kawannya.
Hanifah makin menderita
mendengar ucapan itu. Tiga orang langsung mengerubutinya. Mereka meraba-raba ke
sekujur tubuh montoknya. Pak Man yang berangasan meremas-remas payudara kirinya
dengan kasar, sementara sebelah tangannya meraba dan meremas pantat Hanifah
yang sekal.
“Uohh, pentilnya dahsyat. Pantatnya
juga nih. Kayaknya enak kalo ditidurin,” kata Pak Man.
Sementara di sebelahnya, Johan tampak
asyik berkutat dengan payudara Hanifah yang sebelah kanan. Dia menjilati dan
menyentil puting payudara putih bersih wanita berjilbab itu dengan lidahnya.
“Ohh, baru tahu ya?” Arman
tertawa di tengah usahanya menjilati payudara Hanifah. Wanita cantik itu hanya
bisa merintih pasrah. Apalagi saat Arman mulai menggerayangi memeknya.
“Ohh, tempiknya bagus banget nih,
Pak Man.” kata laki-laki itu sambil menggesek-gesekkan jarinya di bibir memek Hanifah.
Pak Man tidak menanggapinya
karena kini dia sibuk menciumi dan menjilati payudara Hanifah bersama Johan.
Tangan laki-laki tua itu juga membelai-belai perut Hanifah yang licin. Wanita
alim itu semakin menggelinjang dan terus mendesah tertahan.
“Ohh...” Hanifah menjerit kecil
saat Arman mencoba memasukkan jari-jarinya ke dalam memeknya. “Jangan, Pak...” dia
merintih, tapi rintihan pasrah wanita alim itu ibarat musik perangsang bagi
Arman dan kawan-kawannya. Laki-laki itu makin liar menggesekkan jarinya ke
selangkangan Hanifah, bahkan dia juga meremas-remas gundukan memek ibu muda
cantik itu. Hanifah makin merintih. Tubuhnya mengejang mendapat perlakuan itu.
“Hei, Ar, kayaknya Mbak ini
sudah mulai terangsang nih. Tuh lihat, dia mulai merintih, keenakan kali ye?” ujar
Johan diiringi tawa. Hanifah makin sakit hati dilecehkan seperti itu, tapi
memang dia tidak bisa mungkir kalau dirinya mulai terangsang oleh perlakuan
mereka.
“Jangan! Oohh…” wanita itu mulai
meracau tidak karuan saat Arman mulai menjilati memeknya. Dia menjerit saat
lidah laki-laki itu bermain di klitorisnya. Lidah Arman mencoba mendesak ke
bagian dalam memek wanita berjilbab itu sambil sesekali jari-jarinya juga ikut
mengocok memek itu. Sungguh Hanifah tidak mau diperlakukan seperti itu, karena
bahkan suaminya sendiri tidak pernah memperlakukannya seperti itu.
“Ahkkhh.. Oohh.. jangan!!” rintih
Hanifah sambil menggeliat. Semantara Pak Man dan Johan kali ini berdiri di
belakangnya sambil mendekap tubuhnya dan meremas-remas kedua payudara Hanifah
dengan gerakan liar. Sesekali puting payudara wanita berjilbab itu
dipilin-pilin dengan ujung jari seperti orang sedang mencari gelombang radio. Hanifah
mengejang, sebuah sensasi aneh secara dahsyat mengusir akal sehatnya. Dia mendesah-desah
dengan gerakan liar, hal ini membuat kedua penjahat itu terlihat semakin
bernafsu.
“Ayo terus, sebentar lagi dia
nyampe.” Pak Man berteriak kegirangan seperti anak kecil sambil terus menerus
meremas payudara Hanifah sementara Arman masih menelusupkan wajahnya ke
selangkangan wanita alim itu. Lidahnya terus menyapu bibir memek Hanifah dan
sesekali menyentil klitorisnya.
Hanifah menjerit kecil setiap
kali lidah Arman menyentuh klitorisnya, semantara tangan laki-laki itu terus bermain
meremasi pantatnya. Tubuh Hanifah sudah basah oleh keringat, sekuat tenaga dia
menahan desakan sensasi liar di dalam tubuhnya yang makin lama makin kuat
sampai membuat wajahnya merah padam. Tapi Hanifah akhirnya menyerah, tubuh
montoknya mengejang dahsyat dan tanpa sadar dia mendorongkan memeknya sendiri
ke wajah Arman dan menggerakkannya maju mundur dengan liar dan menyentak-nyentak.
Hanifah sudah tidak dapat menahan diri lagi. Tubuhnya menggeliat dan menegang.
“OOHHHKKHHHH… AGGGHHHH…” wanita
berjilbab lebar itu mengerang kuat-kuat seperti mengejan. Wajahnya merah padam
penuh aura birahi, Dan seketika itu pula “Crt… crt… crt…” cairan memeknya
muncrat keluar. Tanpa sadar Hanifah mengalami orgasme untuk pertama kali, dan
kemudian tubuhnya melemas lalu terpuruk, Pak Man dan Johan menahan tubuh ibu
muda cantil itu supaya tidak jatuh.
Arman tertawa senang melihat
bagaimana Hanifah mengalami orgasme dengan begitu dahsyat. “Hehehehe…” dia
tertawa seperti orang sinting. “Enak ya, mbak? Galak juga kalau lagi orgasme. Gak
ngira kalo cewek berjilbab besar kayak mbak bisa orgasme liar kayak gitu.”
sindirnya.
Hanifah hanya diam saja. Tubuhnya
masih lemas setelah mengalami orgasme yang begitu hebat. Sekujur syaraf
seksualnya seolah digetarkan dengan begitu kuat seperti dihimpit oleh truk
raksasa, membuat dorongan seksualnya entah bagaimana menggelegak hebat hingga wanita
alim itu serasa ingin dientot. Namun ia berusaha mengusir pikiran itu.
“Nah, sekarang hukuman
ketiganya.” Arman memberi isyarat pada Pak Johan. Johan segera bergegas masuk
ke dalam pondok dan keluar dengan mengusung sebuah kasur busa usang yang berbau
lembab lalu menghamparkannya di tanah begitu saja.
“Nah, Mbak sekarang tiduran di
situ ya.” Arman menunjuk ke arah kasur bau itu.
Hanifah hanya bisa mengangguk. Didorong
oleh gejolak seksualnya yang menggelora, wanita berjilbab yang biasanya pemalu
itu merebahkan dirinya terlentang di atas kasur. Jilbab lebarnya sudah basah
penuh keringat. Hanifah refleks membuka kakinya lebar-lebar, sehingga posisinya
sekarang telentang di atas kasur dengan kaki mengangkang lebar. Ketiga pemburu
itu terkagum-kagum melihat gadis alim yang sangat cantik, yang biasanya menjaga
dirinya dengan jilbab dan jubah panjang, sekarang sudah terlentang pasrah, siap
untuk disetubuhi.
Arman segera membuka seluruh
bajunya dan langsung menindih tubuh Hanifah sambil mengarahkan penisnya yang
besar ke memek wanita berjilbab itu.
“Sudah siap kan, Mbak?” tanyanya
lirih sambil mendorongkan penisnya ke dalam memek Hanifah.
“Aagghh…” wanita alim itu merintih
keras ketika penis besar Arman mulai memasuki memeknya yang sudah basah. Arman
dengan kasar mendorongnya sampai mentok. Karena besarnya diameter penis laki-laki
itu, memek Hanifah sampai terlihat tertarik penuh dan menjadi berbentuk bulat
melingkar ketat di penis Arman. Meskipun Hanifah sudah tidak perawan lagi, tapi
baru kali ini memeknya dimasuki penis sebesar milik Arman. Wanita berjilbab itu meringis menahan sakit sambil
mengigit bibirnya.
Arman mulai memompa penisnya
dengan cepat keluar masuk memek Hanifah. Hanifah yang belum pernah dipompa oleh
penis sebesar milik Arman hanya bisa mengerang-erang dengan mata tertutup dan
mulut sedikit terbuka. Wajahnya memperlihatkan kesakitan sekaligus birahi.
Sungguh kini ia sudah tak mampu berpikir jernih, dan terhanyut oleh perkosaan
yang ia alami.
“AAAHHH… UUUUHHHH… OOOHHHH...!!”
teriaknya sambil menggelinjang-gelinjang dan kedua tangannya meremas-remas
kasur yang cukup tebal itu.
Arman semakin cepat memompa
memek Hanifah dengan penisnya. Hanifah yang keenakan, mengangkat kakinya ke
atas, memberikan kesempatan kepada laki-laki itu untuk terus memompa memeknya
dengan lebih cepat lagi dan lebih dalam lagi.
“Aaahh… enak… terus, paaakk… oohhhh…
maafkan Hani, mas Fariiiidd… Oooohhh… ini enaaakkk sekaliiii… Aku tidak bisa
menahannya!!!” Hanifah mulai meracau dengan mata tertutup dan tangannya semakin
keras meremas-remas kasur.
Setelah dua puluh menit
disetubuhi Arman, tiba-tiba badan montok ibu muda berjilbab yang sudah basah
bersimbah peluh itu mengejang, kedua kakinya dirapatkan menjepit pinggang
Arman, tangannya memeluk erat leher laki-laki itu.
“AAAARRGGHHH…” erang Hanifah
saat mencapai orgasme yang kedua. Tubuhnya menggelinjang hebat tak terkendali.
Sementara Arman yang mengetahuinya, segera mendekap tubuh wanita itu
seerat-eratnya. Pinggulnya terus mendorong-dorong kemaluannya seakan ingin
mendekam dan bersarang di memek wanita berjilbab lebar itu. Lalu diciuminya
seluruh wajah Hanifah. dikulumnya dalam-dalam bibir wanita itu. Hanifah yang
sudah kecapaian tak kuasa menolaknya. Dia membiarkan bibirnya dilumat oleh
Arman dengan kasar.
Setelah bergetar-getar beberapa
saat, badan Hanifah kemudian melemah, pelukan tangannya lepas dari leher Arman,
kakinya yang tadinya memeluk pinggang Arman, jatuh ke kasur. Memek wanita alim
itu yang tersumpal rapat oleh penis Arman terlihat mengeluarkan cairan sampai
membasahi kasur.
Arman yang juga keenakan,
menyusul tak lama kemudian. Si pemburu kasar itu menyemprotkan spermanya dengan
sodokan yang keras ke dalam kemaluan Hanifah. Spermanya keluar sangat banyak
hingga tak tertampung oleh memek ibu muda alim itu. Rembesannya juga keluar
membasahi kasur.
Setalah menuntaskan segala
kepuasannya, Arman berdiri meninggalkan tubuh Hanifah yang lemas telanjang di
atas kasur. Tubuh putih itu sekarang berkilau basah oleh keringat, pada
memeknya terlihat mengalir cairan sperma kental berwarna putih susu.
“Ohhhh...” Arman mendesah penuh
kepuasan. Baru kali ini dia merasakan nikmatnya menyetubuhi seorang wanita
berjilbab yang sangat cantik. Berbeda sekali dengan pelacur-pelacur yang pernah
dipakainya selama ini.
Hanifah hanya bisa menangis
meratapi nasibnya diperkosa oleh pemburu ugal-ugalan, tapi dalam hatinya dia
tidak memungkiri kalau sebetulnya dia menikmati saat dirinya disetubuhi oleh
Arman. Rasa yang sangat berbeda dari yang pernah didapatnya dari Farid,
suaminya, bahkan Hanifah merasa Farid tidak ada apa-apanya dibandingkan Arman.
Karena itu ketika Pak Man mendekatinya, wanita alim itu hanya diam saja,
menunggu persetubuhannya yang kedua.
“Nah, sekarang giliranku.” kata
Pak Man tenang sambil melepas pakaiannya satu-persatu, dia menyeringai
kegirangan mirip anak kecil yang diberi permen. “Kita ganti gaya ya, mbak…”
katanya kalem.
Mungkin karena saking
terangsangnya, Hanifah menurut saja apa yang diminta oleh laki-laki itu. Pak
Man membalikkan tubuhnya dengan pantat agak ditunggingkan, tangan dan lutut Hanifah
bertumpu di kasur dengan gaya nungging. Pak Man membelai pantatnya yang mulus telanjang
sambil sesekali menamparnya ringan dan mencubitinya.
“Busyeet... pantatnya gede
banget, putih mulus lagi.” kata Pak Man kegirangan. Penisnya mulai memasuki memek Hanifah
dari belakang.
“Oohh... gila!” laki-laki itu mengejang
ketika penisnya amblas sepenuhnya di dalam memek sang ibu muda. “Tempiknya Mbak
masih seret aja, nggak pernah dipake sama suaminya ya?” Pak Man berujar.
Hanifah hanya diam saja sambil
memejamkan mata karena kesakitan sekaligus merasakan nikmat pada dinding
memeknya sebelah dalam. Sekarang Pak Man mulai memaju-mundurkan pinggulnya
sambil berpegangan pada pantat wanita alim berjilbab itu. Hanifah serasa melayang,
sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Pak Man
lalu mencengkeram kepalanya yang masih terbungkus jilbab merah muda, dan ditariknya
hingga wajah Hanifah terangkat memperlihatkan ekspresi kesakitan tapi penuh
kenikmatan setiap kali laki-laki itu menggenjotkan penisnya.
“Ahhh… Aahhhh… Ooohhhhh… Ooohhhh…”
Hanifah mengerang setiap kali Pak Man menyodokkan penisnya.
Di lain pihak, Arman dan Johan
ikut memberi semangat setiap kali Pak Man menyodok memek gadis berjilbab lebar
yang sudah sangat terangsang itu. “Ayo, terus! Terus, Mbak… Yeahh… Ooohhh… Bagus!”
seru keduanya bergantian.
”Aghhh.. Aahhhh... Auwhhhh...!”
Hanifah yang sudah dikuasai nafsu birahi mengerang-erang kuat setiap kali
sentakan penis Pak Man menyodok bagian dalam memeknya.
Menit demi menit berlalu, Pak
Man masih bersemangat menggenjot tubuh ibu muda cantik itu. Sementara Hanifah
sendiri sudah mulai kehilangan kendali, dia kini sudah tidak terlihat sebagai
seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah
Pak Man.
Saat laki-laki itu minta untuk ganti
gaya lagi, Hanifah dengan senang hati mengabulkannya. Kali ini dia telentang lagi.
Pak Man mengangkat kedua paha sekal Hanifah dan disampirkan ke pundaknya, lalu
kedua tangannya mencengkeram pergelangan tangan wanita cantik itu dan
menariknya kuat-kuat. Kemudian dia kembali mendesakkan penisnya ke memek Hanifah
dan menggenjotnya kuat-kuat. Wanita alim itu kembali menggeliat antara sakit
bercampur nikmat.
Di ambang klimaks, tanpa sadar
saat Pak Man melepaskan pegangannya dan kembali menindih tubuhnya, Hanifah
memeluk laki-laki itu dan memberikan ciuman di mulutnya. Mereka berpagutan
sampai gadis berjilbab itu mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya
mencengkeram erat-erat lengan Pak Man. Cairan kentalkembali menyembur dari
dalam memeknya.
Tapi Pak Man yang belum
terpuaskan, setelah jeda beberapa menit, kembali menggerakkan penisnya maju
mundur di dalam memek Hanifah.
“Uugghh… Ooohh !” desah Hanifah sambil
mencengkeram kasur dengan kuat saat penis Pak Man kembali melesak ke dalam
memeknya, cairan yang sudah membanjir di memeknya menimbulkan bunyi berdecak
setiap kali penis laki-laki itu menghujam. Suara desahan pasrah wanita alim itu
membuat Pak Man semakin bernafsu. Dia meraih payudara Hanifah dan meremasnya
dengan gemas seolah ingin melumatkan benda kenyal itu.
Lima belas menit lamanya Pak Man
menyetubuh Hanifah sampai akhirnya laki-laki itu menggeram saat merasakan
sesuatu akan meledak dalam dirinya.
“Crott… crot… crot…” spermanya
menyembur berhamburan membasahi rahim Hanifah dengan sangat deras. Pak Man
merasakan sekujur syaraf seksualnya meledak saat itu, bagai seekor binatang
ganas yang keluar mengoyak tubuhnya dari dalam. Tubuh tuanya menegang selama
beberapa detik merasakan kenikmatan yang diperolehnya sebelum akhirnya melemas
kembali dan tergolek mendekap tubuh mulus Hanifah. Setelah puas, baru dia bangkit.
Dibiarkannya wanita alim yang bahenol itu terkapar di ranjang, wajah Hanifah
tampak sedih dan basah oleh keringat, cairan sperma yang sangat banyak mengalir
keluar dari memeknya yang sempit. Jilbab yang ia pakai sudah kusut dan basah
kuyup oleh keringat.
Johan yang mendapat giliran
terakhir maju sambil bersungut-sungut. Dia yang sedari tadi sudah telanjang
hanya bisa mengocok penisnya sendiri sambil memelototi adegan persetubuhan
kedua temannya dengan wanita berjilbab yang ternyata sangat cantik dan seksi
itu.
“Jangan tiduran saja di situ,
Mbak cantik.” Johan menarik tangan Hanifah dengan kasar hingga membuatnya tersentak
ke depan. Diangkatnya wajah Hanifah yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan
disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil wanita
itu dengan ganas.
Mata Hanifah membelalak menerima
serangan kilat itu. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Johan,
namun sia-sia karena Johan memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya
memegangi kepalanya. Ciuman Johan juga semakin turun ke leher jenjangnya yang
tidak tertutup jilbab, laki-laki itu membungkukkan badannya agar bisa menciumi
payudara Hanifah yang mulus dan sekal. Johan menjilatinya dengan liar hingga
permukaan payudara Hanifah basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti
puting susu wanita berjilbab itu, memberikan sensasi tersendiri bagi Hanifah. Sementara
tangan satunya turun meraba-raba kemaluan Hanifah dan memainkan jarinya disitu,
menyebabkan daerah itu makin berlendir.
“Pak… Pak… Ooohh… Aaaah!” desah
Hanifah antara menolak dan menerima.
Johan kembali melumat bibirnya, sambil
pelan-pelan merebahkan tubuh mulus Hanifah kembali ke atas kasur dan kemudian menekan
penisnya dalam-dalam ke liang memek wanita cantik itu.
“Sshhh… sakit! Aawhhh…!!” rintih
Hanifah ketika penis Johan yang besar menerobos memeknya. Sementara Johan terus
berusaha memasukkan penisnya sambil melenguh-lenguh.
“Ough… aduh! Aduduhhhh…! Pak, pelan-pelan,
pak!!! Aahhh… Auggghhhh…!” jerit Hanifah sambil mendorong tubuh Johan sedikit menjauh.
Namun Johan tetap tidak peduli. Ia pun terus mendorong penisnya masuk perlahan.
Gesekan yang ditimbulkan batang penis dan dinding rahim Hanifah membuat Hanifah
merasakan sakit di selangkangannya. Apalagi ia harus menahan bobot tubuh Johan
yang terbilang agak berat itu.
Mengetahui kondisi dan tidak
ingin terlalu membuat ibu muda alim itu tersiksa lebih lama, Johan pun
mendorong penisnya dengan kekuatan penuh hingga akhirnya amblas semuanya. Kedua
tangannya memegang pinggul Hanifah agar batangnya tidak terlepas dari liang
itu.
Johan mulai menarik penisnya
yang masih tertancap di memek yang sempit itu. Gerakan maju mundurnya membuat Hanifah
menggigit bibir bawahnya. Rasa perihnya mulai hilang, diganti rasa nikmat
karena gesekan kulit daerah organ vital mereka berdua. Goyangan maju mundur Johan
terus menerus seolah ingin menancapkan penisnya sedalam mungkin. Cukup lama ia
melakukan gerakan menekan dan memutar liang itu. Beberapa menit berlalu hingga sebuah
erangan panjang keluar dari mulut manis Hanifah.
“Ooooughhhhhhh… Ooughhhh… Oooooohhhhhhhhh…
Paaak…!!!” Tubuh montoknya mengejang, kakinya menekan pinggul Johan. Cengkeraman kukunya di
lengan laki-laki itu menandakan ia telah orgasme untuk kesekian kalinya. Setelah
dua kali diperkosa, tiada lagi daya dalam diri Hanifah untuk mengimbangi serangan
Johan.
Melihat kejadian itu, Johan pun
mempercepat gerakannya, ia meningkatkan tempo goyangannya. Penisnya yang besar
dan berurat menggesek dan menekan klitoris Hanifah ke dalam setiap kali benda
itu menghujam. Kedua payudara Hanifah yang membusung tegak ikut berguncang
hebat seirama guncangan badannya.
Johan segera meraih yang sebelah
kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah wanita alim berjilbab itu mulai
bangkit lagi, Hanifah merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang
tidak didapatnya saat bercinta dengan suaminya. Tanpa disadarinya, ia juga ikut
menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Johan. Tapi Belum lagi sempat Hanifah
menarik napas, Johan dengan kasar mengangkat dan membalikan tubuh sintalnya. Johan
membuat Hanifah sekarang dalam posisi menungging. Pantat wanita cantik itu
terangkat tinggi, sedangkan kepalanya tertunduk ke kasur dan badannya bertumpu
pada kedua lutut dan tangannya. Johan dengan kasar dan dalam tempo yang cepat,
kembali memompa memek becek Hanifah dari belakang.
“Aaaaghh… Eegghhhh… Sakiiit…!!” teriak Hanifah menerima perlakuan kasar dari Johan.
Mendengar itu, Johan malah
semakin bersemangat dan semakin keras menghajar memek Hanifah dengan penisnya yang
besar. Tangannya memegangi pinggang Hanifah sambil terus menarik maju mundur
badan mulus wanita cantik itu, sehingga pompaan penisnya dalam memek Hanifah
semakin keras dan cepat.
Mendapat perlakuan demikian,
wanita alim itu hanya bisa mengerang-erang keras, tangannya kembali
meremas-remas kasur. Badan Hanifah bergerak maju mundur mengikuti pompaan keras penis Johan.
Setiap kali laki-laki itu memasukkan penisnya sampai mentok ke memeknya, ia berteriak.
“AAHGHH… AAGHHHH… AGHHH…!!” serunya berulang-ulang. Semakin cepat Johan memompa
penisnya, semakin keras pula erangan Hanifah.
Kemudian Johan merubah posisinya
yang tadinya berlutut menjadi berjongkok di belakang Hanifah. Posisi itu
membuat Johan dapat makin cepat lagi memompa memek sang ibu muda dari belakang
dan membuat penisnya dapat makin keras menekan memek Hanifah, meskipun
sebenarnya penis yang besar itu sudah mentok. Johan makin mempercepat pompaan
penisnya sambil menjambak rambut Hanifah.
“Aaaaahh… Ouuuuhh… Aaaaaahhhh… Eeeeeehhhgggh…!!”
teriakan Hanifah menggema di tengah hutan itu. Penis Johan yang besar terlihat
makin cepat keluar masuk di dalam memeknya.
Hanifah dalam posisi demikian
tidak dapat berbuat apa-apa selain mengikuti irama permainan laki-laki itu, mengikuti
apa maunya Johan, beberapa menit bermain cepat, kemudian melambat dan menjadi
cepat lagi.
Wajah Hanifah yang terdongak
menunjukkan betapa dia sebenarnya menikmati perlakuan kasar laki-laki itu. Matanya
merem melek dan mulutnya terbuka lebar menikmati serbuan penis Johan dari
belakang. Tangannya makin keras meremas-remas kasur, payudaranya yang padat
bergantung dan bergoyang keras ke depan dan ke belakang, memeknya sudah sangat
basah, cairan memeknya yang bercampur sperma bukan saja meleleh banyak di kedua
paha bagian dalamnya tapi sedikit-sedikit mulai menetes ke kasur yang dijadikan
alas. Ternyata
wanita berjilbab itu sudah sangat menikmati perlakuan kasar dari para
pemerkosanya, dan orgasme berkali-kali.
Setengah jam lamanya Johan
menyetubuhi dirinya. Cairan kewanitaan semakin deras membasahi kedua paha
dalamnya, kaki Hanifah sudah mulai bergetar karena terlalu letih akibat orgasme
yang berulang-ulang. Sementara Johan masih saja terus menggenjotkan penisnya
seolah tidak akan berhenti, sampai akhirnya ketika Hanifah orgasme lagi, laki-laki
itu mengejang kuat-kuat sambil menyentakkan penisnya dalam-dalam ke liang memek
Hanifah yang sempit.
Johan melenguh keras. “AAAAHHHHKKKHHHH…!”
dia merasakan kenikmatan yang luar biasa menghantam sekujur tubuhnya, dan
seketika itu pula spermanya menyembur dengan sangat deras ke dalam rahim Hanifah.
Seketika didorongnya tubuh ibu muda itu hingga tertelungkup di kasur, sementara
dia sendiri terkapar terengah-engah merasakan kenikmatan yang luar biasa setelah
menyetubuhi wanita berjilbab besar yang ternyata begitu cantik dan montok.
***
Dan selama sehari semalam,
ketiga orang pemburu itu memperlakukan Hanifah tidak lebih dari budak nafsu
yang harus siap melayani nafsu seksual mereka bertiga. Mereka tidak mengijinkan
Hanifah untuk berpakaian, kecuali jilbab merah muda dan kaus kaki putihnya. Mereka
juga memaksa Hanifah untuk menjadi pelayan di pondokan mereka, tentunya dengan
tetap telanjang bulat. Dan semalaman, mereka bertiga memaksa Hanifah untuk
melakukan hubungan seksual dengan berbagai gaya dan cara yang bisa mereka
praktekkan.
Pesta seksual itu baru selesai sekitar
jam empat pagi setelah Hanifah benar-benar tidak kuasa lagi bergerak. Mereka
berempat kemudian tertidur di lantai beralas karpet usang tanpa busana. Johan
tidur sambil menggenggam payudara Hanifah, Arman dan Pak Man tidur di sebelahnya.
Hanifah kembali ke rumahnya
dengan tertatih, namun tidak menceritakan peristiwa itu pada siapa pun,
termasuk suaminya. Ternyata ia memang diam-diam menikmati perkosaan yang
menimpanya, sehingga saat suaminya keluar desa dan ia kembali diperkosa oleh
ketiga orang pemburu itu dirumahnya, wanita alim itu hanya pasrah. Bahkan ia kembali orgasme berulang-ulang.
END
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar