“Aku seperti mendengar geraman,
tapi tak ada seorang pun di sini selain kita...” kata Indah Ananta pelan
sembari memandang ke bawah bukit. Perasaan takut yang tidak biasa membuatnya
segera memegang tangan sang ustad yang berdiri tak jauh di sebelahnya.
Ustad Hakim Bawazier membalas
dengan menggenggam erat tangan Indah dan tersenyum pada wanita cantik berjilbab
itu. “Jangan khawatir, kita pasti akan baik-baik saja,” katanya berusaha menghibur.
“Iya, mudah-mudahan saja begitu...”
sahut Indah.
Ustad Hakim tidak menjawab,
namun hanya mengangguk dengan mantap, dia tersenyum dengan ekspresi yang
meyakinkan.
“Sekarang sebaiknya bagaimana,
ustad?” tanya Indah yang kembali memandang ke sekeliling tempat mereka berdiri.
“Kita pergi dari sini,” jawab Ustad
Hakim singkat. Dia segera memimpin Indah untuk kembali menuju jalan yang mereka lalui
sebelumnya. Mereka kembali melewati batu besar, menuruni jalan setapak, dan
melewati gubuk roboh yang sudah rusak.
Entah hanya perasaan atau bukan,
tapi sang Ustad merasa ada yang sedikit berbeda jika dibanding saat mereka
datang pertama kali tadi. Gubuk roboh itu terlihat lebih hancur, batu besar memang
masih ada namun bentuknya sedikit berbeda dan terlihat lebih besar sekarang,
dan jalan setapak yang mereka lalui kini terasa lebih sempit. Dia terus berjalan sebelum mereka sampai di
ujung yang berakhir di tempat yang berbeda. Sebuah jalan buntu!
“Bagaimana mungkin?” ujar Ustad
Hakim tak percaya.
Merasa bahwa Ustad Hakim seperti
mencemaskan sesuatu, Indah yang menyusul dari belakang segera bertanya. “Apa? A-ada apa, Ustad?”
“Jalan setapaknya hilang...”
kata laki-laki itu lirih.
“Hah? Maksudnya?” tanya Indah
tidak mengerti.
“Jalan setapaknya hilang... tadi kita datang
dari sini dan jalannya tidak buntu begini,” kata Ustad Hakim lagi. Dia masih berusaha
melihat ke sekeliling, berharap mereka hanya salah jalan. Sayangnya, dugaannya jauh
dari benar.
“Lalu bagaimana sekarang?” Indah
mulai terlihat takut.
“Kita terus saja, jalan ini
tidak benar-benar buntu kan? Rerumputannya saja yang lebih lebat,” kata Ustad
Hakim sebelum mencoba memaksakan diri untuk menembus jalan buntu tersebut yang
terbukti tidak efektif. Rumput yang tumbuh begitu tinggi, duri-duri yang begitu
banyak, ditambah ilalang yang tajam menyayat kakinya, dalam sekejap membuat sang
Ustad mengaduh kesakitan. Celana yang dipakainya seperti tidak berguna sama
sekali. Laki-laki itu segera kembali ke tempat Indah dengan ekspresi kesakitan.
“Ustad tidak apa-apa?” tanya Indah
khawatir, mengepalkan tangannya sendiri di dadanya dengan cemas.
Ustad Hakim tidak menjawab,
sebaliknya dia masih mencari kalau-kalau ada bagian dari rerumputan itu yang
lebih longgar dan bisa dilalui. Pada akhirnya dia harus kecewa juga. Kalau sang
Ustad sendirian, jalan buntu ini bisa dilaluinya dengan paksa walau mungkin dia
harus merelakan kakinya untuk disayat oleh ilalang dan duri. Tapi kalau Indah sudah
pasti tak akan tahan. Pada akhirnya, laki-laki itu hanya menghela napas dengan
sedih.
“Ustad?” panggil Indah khawatir.
“Aku tidak apa-apa,” balas Ustad
Hakim cepat sebelum berbalik menoleh pada Indah. “Jalan ini tak bisa ditembus,
kita harus mencari jalan lain.” katanya sembari tersenyum.
Indah masih menatapnya selama
beberapa detik sebelum melempar pandangannya ke bawah. “Tapi Ustad bisa
melewatinya...” jawab Indah pelan, merasa malu atas keterbatasannya yang
membebani laki-laki itu.
“Ah, tidak. Aku tidak berpikir...”
Ustad Hakim berkata.
“Saya tidak mau menjadi beban.”
potong Indah dengan suara sekecil bisikan.
Ustad Hakim menepuk pelan bahu
wanita cantik itu. “Aku tidak pernah berpikir seperti itu, kita hanya perlu mencari jalan lain.
Lagipula, orang-orang
di studio pasti segera menyadari kalau ada yang tidak beres dengan kita, mereka
akan datang mencari,” katanya yakin.
Sebenarnya, hari ini adalah hari
di mana Indah dan Ustad Hakim syuting acara Dua Dunia untuk penayangan minggu
depan. Seperti biasa, dengan ditemani beberapa penduduk lokal yang nanti
dipakai sebagai perantara, serta kru yang sudah berpengalaman, mereka pergi ke
lokasi yang dituju. Kali ini adalah Candi Mrica di kawasan pegunungan Arjuna.
Tempat ini terkenal angker dan wingit. Mereka pasti akan mendapatkan banyak penampakan
disini.
Sebenarnya tetua desa sudah
memperingatkan kalau lokasi itu tidak boleh diganggu, apalagi melihat Indah dan
Ustad Hakim yang seperti terlalu pede dengan ilmu yang mereka miliki. Mereka
seperti meremahkan penghuni Candi Mrica yang terkenal ganas dan buas. ”Itu
kerajaan jin, nduk. Banyak jin-jin tua yang berkemampuan tinggi tinggal
disana.” kata sang tetua.
”Justru itu yang kami cari,
mbah. Semakin banyak jin-nya, akan semakin bagus untuk acara ini.” Indah
menjawab sambil tersenyum manis.
”Bukan begitu, nduk. Kamu tidak
akan bisa mengatasi mereka. Jumlah mereka terlalu banyak.” balas sang tetua.
”Jumlah kami juga banyak. mbak.”
Indah menunjuk kru dan penduduk yang bersedia ikut dengannya, dengan bayaran
mahal tentunya. Dia lalu berpaling pada Ustad Hakim. ”Juga ada Ustad Hakim yang
bisa mengendalikan situasi.”
Sang Ustad yang sedikit gemuk
itu mengangguk mengiyakan. ”Iya, mbah tenang saja. Kami akan jaga diri, kami
sudah biasa syuting ke tempat-tempat seperti ini. Ini bukanlah kepergian kami
yang pertama.”
Sang tetua desa yang sudah sepuh
itu terdiam. Setelah berdehem dan batuk-batuk beberapa saat, dia pun berkata.
”Baiklah kalau itu mau kalian, aku cuma bisa memberikan restu. Tapi ingat,
kalau terjadi apa-apa, aku tidak mau bertanggung jawab. Kalian harus
menanggungnya sendiri.”
”Baik, mbah.” jawab Indah dan
Ustad Hakim berbarengan. Setelah berpamitan dan mencium tangan laki-laki tua
itu, mereka pun berangkat.
Halangan pertama mereka muncul
tak lama kemudian. Langit yang tadinya terang dan bersih, tiba-tiba menggelap
dan mencurahkan hujan yang amat deras. Terpaksa mereka berhenti untuk memasang
jas hujan dan pelindung pada kamera. Dengan hujan masih mengguyur, Indah
mengajak krunya untuk melanjutkan perjalanan. Tapi mereka berhenti saat di
depan, kabut mulai turun dan menutupi jalan setapak.
”Bagaimana, kalau kita teruskan,
kita bisa tersesat. Atau kalau tidak, kita terpeleset dan jatuh ke jurang.”
seru Ustad Hakim.
Indah tampak berpikir. ”Tapi
waktu kita sudah mepet.” katanya, lalu menoleh pada penduduk sekitar yang
menyertai mereka. ”Ada yang bisa membimbing ke Candi Mrica dalam kondisi
seperti ini? Nanti akan saya tambah upahnya.”
Seorang laki-laki tua berbadan
pendek melangkah maju. ”Saya hafal jalannya.” ia berkata.
”Baiklah, bapak di depan, nanti
kita mengikuti.” Indah menoleh pada Ustad Hakim. ”Lihat, masalah kita terpecahkan.”
Diiringi anggukan malu dari sang
Ustad, mereka pun beriringan melanjutkan perjalanan, menuju Candi Mrica, tempat
dimana konon kerajaan Jin berada.
***
Dua jam kemudian, mereka tiba di
tempat yang dituju. Meski mungil, Candi Mrica terlihat angker dan menyeramkan.
Pepohonan tumbuh tinggi di sekitarnya, seperti menaungi bangunan itu dari sinar
matahari. Hujan sudah berhenti, tinggal menyisakan rintik kecil yang berjatuhan
di semak lebat yang mengelilingi Candi.
Indah tersenyum pada Ustad Hakim.
”Tempat yang bagus bukan, Pak Ustad?” tanyanya.
Ustad Hakim mengangguk
membenarkan. ”Saya bisa merasakan banyak energi gelap. Sangat besar dan tua.
Mereka memang tak suka kita berada disini. Saya akan mencoba berkomunikasi,
menerangkan maksud sebenarnya kita datang kemari.” dia lalu menutup matanya dan
mulai berkomat-kamit, sementara kru dengan dibantu para penduduk mulai
mempersiapkan kamera dan peralatan syuting lainnya.
Indah baru saja menaruh bokong
bulatnya di sebuah batu saat tiba-tiba tubuh Ustad Hakim terpental keras dan
jatuh terjerembab ke rerumputan, ada darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
”Arghhh...” laki-laki itu mengerang sambil memegangi dadanya.
Indah segera berlari
menghampiri, begitu juga dengan para kru dan penduduk. ”Ustad, anda tidak
apa-apa? Apa yang terjadi?” tanya Indah panik, tersirat rona kecemasan di
wajahnya yang jelita.
”Ughhh.. k-kita harus pergi dari
t-tempat ini.” kata Ustad Hakim lirih. ”M-mereka terlalu kuat. B-bukan hanya
Jin yang menghuni tempat ini, t-tapi juga setan dan iblis. Cepat ke...”
Tapi belum selesai ia berkata,
terdengar suara gemuruh dari bagian dalam Candi. Sepertinya semua sudah
terlambat. Dan selanjutnya, seperti adegan film yang dipercepat, tubuh para kru
mulai terlempar satu per satu. Begitu juga dengan para penduduk, mereka sudah
mau lari saat kekuatan tak kasat mata menghantam tubuh mereka dan
melemparkannya lima kaki ke udara. Begitu kembali ke tanah, mereka pun langsung
jatuh dengan telak hingga tak bergerak sama sekali. Beberapa patah tulang,
sisanya tewas dengan tengkorak pecah atau pun organ dalam remuk.
Indah yang melihatnya, menjerit
tak terkendali. Apalagi di sekitarnya, kamera dan peralatan elektronik lainnya
mulai meledak satu per satu, menciptakan letusan dan bunga api yang menulikan
telinga. Hanya karena kemampuannya lah, Indah bisa selamat dari serangan itu.
Bersama Ustad Hakim, dia menyeret kakinya, berusaha secepat mungkin
meninggalkan tempat terkutuk itu. Sementara para kru yang tertinggal, bernasib
sama seperti para penduduk. Tubuh mereka dihantam dan dilempar-lempar
kesana-kemari. Darah muncrat kemana-mana, membasahi semak belukar yang tadinya
hijau hingga menjadi merah gelap.
Dan pelarian mereka terbukti tidak
mudah, para Jin yang marah terus mengejar, memporak-porandakan apapun di
belakang mereka. Jalan gunung yang berliku-liku dengan cepat membuat keduanya
tersesat. Dalam situasi panik, Ustad Hakim merapal dan membaca apapun yang
pernah ia pelajari, dengan harapan sedikit memperlambat laju Jin-jin itu.
”Sepertinya ustad berhasil.”
seru Indah begitu tidak mendengar suara gemuruh dan geraman dari arah belakang.
Ustad Hakim membungkuk untuk
menenangkan nafasnya yang memburu seperti lokomotif kereta api tua. ”I-iya,
sepertinya begitu.”
”Bagaimana dengan kru kita dan
para penduduk?” tanya Indah lirih, dia tampak shock dan gemetar hebat akibat
peristiwa yang barusan terjadi. Syuting berkali-kali, baru kali ini ia mengalami
peristiwa seperti ini.
”Sepertinya mereka tidak akan
selamat.” kata Ustad Hakim. ”Berbahaya juga kalau kita kembali kesana untuk
melihat keadaan mereka. Lebih baik kita mencari jalan untuk kembali ke desa dan
meminta batuan.”
Indah mengangguk setuju. Dan
disini lah mereka sekarang, berjalan berdua beriringan untuk menyelamatkan
nyawa mereka dari sergapan jin-jin penghuni Candi Mrica yang liar dan ganas.
Dia masih terlihat berusaha menguatkan diri, menggigit bibirnya dan tampak
berusaha untuk tidak menangis. “Pak Ustad, di sana juga ada jalan setapak,”
katanya sembari menunjuk ke arah kiri dari tempat mereka berdiri.
“Ayo kita lihat, mungkin itu
jalan pulang yang benar,” jawab Ustad Hakim bersemangat. Ide untuk menjauhi bagian
atas gunung tampaknya adalah ide yang paling baik untuk saat ini. Ustad Hakim memimpin
jalan diikuti oleh Indah di belakangnya. Sesekali sang Ustad harus menunggu
agar Indah bisa menyusulnya dikarenakan ketidakmampuan wanita cantik itu untuk melangkah
lebih cepat.
Mereka akhirnya sampai di ujung
jalan dengan tebing curam membentang cukup luas yang dihubungkan oleh jembatan
gantung terbuat dari kayu yang tampak sudah lapuk. Di seberang tebing tampak sangat
gelap oleh kabut tebal yang menyelimuti. Ustad Hakim memeriksa jembatan di depannya. Memang
sudah tua tapi sepertinya masih bisa dilalui kalau mau. Yang menjadi masalah
justru adalah minimnya cahaya di sana. Salah injak dan mereka bisa saja terjatuh
ke dalam jurang.
“Aku pikir ini bukan jalan yang
bagus," kata Indah tiba-tiba.
“Eh, memangnya kenapa?” tanya Ustad
Hakim bingung sembari menoleh pada Indah yang segera menunjuk ke seberang
tebing. Sang Ustad melirik tempat yang ditunjuk wanita berumur 27 tahun itu dan
segera mengerti apa yang Indah maksudkan.
“Aduh... kenapa harus Candi lagi?”
keluh Ustad Hakim setelah sadar ada banyak sekali Candi dengan puncak yang
sudah tidak utuh lagi di sana. Dia tidak bisa menduga seluas apa kompleks Candi
itu karena tempatnya yang gelap. Terlepas dari luas atau tidak, tetap saja Candi-candi
itu tampak mengerikan.
“Kupikir bukan ide yang bagus
untuk ke sana,” kata Indah mengulang.
“Kau benar,” jawab Ustad Hakim singkat
sebelum melanjutkan. “Apa menurutmu, kita harus mengecek jalan lain?”
Indah tidak menjawab dan Ustad
Hakim memakluminya. Kalau berbalik, bisa saja mereka bertemu dengan Jin
penghuni Candi Mrica, dan itu tidak boleh terjadi. Namun ada kah jalan lain?
Mereka sudah tak bisa kemana-mana lagi. Sang Ustad tidak yakin kalau menunggu bantuan
di hutan adalah solusi yang baik. Tempat ini adalah hutan yang berbeda dari tempat
mereka kehujanan beberapa jam yang lalu. Diserang ular berbisa atau binatang
berbahaya lainnya adalah hal terakhir yang diinginkan olehnya. Mengerti kalau
mereka tidak punya pilihan lain, Ustad Hakim memimpin jalan dengan Indah mengikuti
dari belakang. Mereka berjalan dengan pelan tanpa bicara sama sekali. Mereka
tidak bisa berjalan cepat karena Indah harus hati-hati menyeret kaki kanannya
yang terluka .
“Jangan berpikir yang
macam-macam ya, kita pasti akan selamat.” kata Ustad Hakim tiba-tiba tanpa
menoleh ke arah Indah, seperti tahu apa yang sedang dipikirkan oleh wanita cantik
itu.
“Iya, maafkan aku,” sahut Indah
lirih.
Ustad Hakim hanya menghela
napas. “Ayo,
kau tak perlu minta maaf, kau tidak melakukan kesalahan apapun,” jawabnya. Dia
masih tampak ingin mengatakan sesuatu sebelum terhenti. Ustad Hakim sadar dia
baru saja menginjak sesuatu yang tampak seperti batu bata kecil berwarna hitam.
Batu penyusun Candi Mrica!
”Gawat, mereka ada disini!” tapi
belum sempat dia bertindak, Ustad Hakim sudah terpental keras saat ada sesuatu
yang meninju rahangnya. Dengan nafas ngos-ngosan dia berusaha bangkit untuk
menolong Indah yang sekarang sudah menjerit-jerit ketakutan.
”Indah, lari...” seru Ustad
Hakim sambil meraih potongan kayu yang ada di sebelahnya untuk membela diri,
namun di saat yang bersamaan, tendangan beruntun yang tidak terlihat bersarang di
kepala dan badannya. Didengarnya Indah menjerit semakin keras sebelum dunia
serasa gelap gulita bagi suami Ismi Riqqah itu.
***
Ustad Hakim terbangun dengan
kepala pening sambil mengingat-ngingat apa yang terjadi. Seranngan itu...
”Ughhh!” dia melenguh saat akan menarik tangannya yang terikat ke atas, rasanya
nyeri sekali. Rupanya dia sudah diikat ke
sebuah tiang panjang dengan menggunakan tali tambang yang kuat. Ustad
Hakim tersentak kaget menyadari dirinya terikat dalam keadaan telanjang bulat, tanpa
busana sama sekali.
Laki-laki itu memperhatikan
ruang tempatnya disekap dengan teliti, bangunannya tampak sangat kuno dengan
beberapa bagian dindingnya sudah hancur, bahkan ada yang sudah luluh lantak
menyatu dengan tanah. Ruangan itu seperti sudah lama tak berpenghuni. Namun
anehnya, beberapa obor kayu masih menyala di beberapa tempat, seperti di sudut lorong
dan di depan pintu masuk.
Sebuah suara yang parau, penuh
kesedihan namun di saat yang sama juga dirasakan Ustad Hakim sebagai suara yang
penuh dengan kebencian, mendengung begitu saja di telinganya. Ketakutan, dia
berusaha mencari asalnya. Anehnya, dia tidak melihat apapun di ruangan itu selain
debu yang beterbangan di bawah sinar obor yang terpasang di sudut lorong tak
jauh darinya.
Lalu didengarnya suara erangan
dan rintihan seorang wanita, yang rasa-rasanya dia mengenali suara itu. Saat
pandangannya semakin jernih, Ustad Hakim baru menyadari kalau dia tidak sendirian
di ruangan itu. Di sebelah kirinya, berbaring di altar kecil di tengah ruangan,
tampak sesosok tubuh wanita berkulit putih dalam keadaan tubuh nyaris telanjang
bulat, hanya tersisa jilbab yang menutupi payudaranya yang membukit indah, BH
dan celana dalamnya telah terlepas sehingga menampakkan sebagian besar kulit
putih mulusnya yang menggiurkan. Tangan wanita itu terikat di belakang punggung.
Altar kecilnya hanya dapat menampung punggung wanita cantik itu, sehingga
kepalanya jatuh menengadah. Di depannya, tampak sesosok makhluk hitam besar
dengan tubuh bugil sedang memegangi kedua pahanya sambil membuat gerakan maju
mundur. Suara rintihan yang terdengar dari mulut manis wanita itu, samar-samar menyingkap
siapa dia sebenarnya.
”Indah...?” Ustad Hakim berkata
tak percaya. Darahnya seperti tersirap menyadari siapa wanita cantik yang
sedang diperkosa itu. Dia memang tidak pernah melihat tubuh telanjang Indah,
tapi dilihat dari posturnya, tubuh mulus di atas altar memang milik Indah.
Ditambah jilbab merah yang menutupi kepalanya, Ustad Hakim makin yakin kalau
wanita itu memang Indah. Benar-benar Indah Ananta yang menjadi partner host-nya
di acara Dua Dunia.
Ya, Tuhan, kenapa jadi seperti
ini? Dilihatnya sweater, jaket, kaos dalam, celana jeans, BH dan celana dalam perempuan
itu berserakan di lantai. Ustad Hakim melihat perkosaan itu dengan marah, namun
tak berdaya menolong karena menolong diri sendiri saja dia tidak mampu.
Keampuhan ilmunya seperti lenyap diserap daya magis ruangan ini.
”Tidak usah buru-buru, pak
Ustad. Nanti giliranmu akan tiba.” seru sebuah suara berat yang entah muncul
darimana, yang jelas bukan dari makhluk hitam yang sekarang sedang menyetubuhi
Indah penuh nafsu.
”Keparat! Lepaskan aku!” baru
kali ini Ustad Hakim mengumpat. Yang disambut dengan tawa ejekan di sekitarnya.
Sepertinya ada banyak Jin di ruangan itu, tapi mereka tidak mau repot-repot
menampakkan diri.
”Teruslah seperti itu, Ustad.
Kami menikmatinya.” sebuah geraman terdengar sangat dekat dengan wajahnya, tapi
Ustad Hakim tetap tidak bisa melihat bagaimana rupa makhluk itu.
”Jangan pengecut kalian! Ayo
keluar!” tantang sang Ustad penuh tekad. Dia begitu merasa menyesal karena tidak bisa melindungi
Indah. Dipandanginya lagi wanita cantik itu. Saat melihat tubuh Indah yang tak
berdaya dan nyaris bugil, yang sekarang terlonjak-lonjak karena genjotan
makhluk hitam di bawahnya, seperti ada sesuatu, terasa seperti aliran listrik
yang merambat cepat ke dalam kepalanya, diikuti oleh debaran jantung yang kian
mengencang. Tunggu, ini tidak boleh terjadi! Mati-matian Ustad Hakim berusaha
melawannya, tapi tanpa bisa dicegah, batang kemaluannya pelan-pelan terbangun
dan menegang keras. Dia terangsang.
”Hahaha... dasar manusia
munafik.” sesosok wajah samar terlihat di sudut ruangan. Ada tanduk besar yang
mencuat di dahinya yang penuh sisik.
Ustad Hakim sudah akan menjawab
saat dari lorong muncul tiga makhluk yang tidak kalah mengerikan. Tubuh mereka
tinggi besar dan sangat berotot. Dua tanduk mencuat panjang di kepala
masing-masing. Rambut gimbal menutupi tubuh mereka yang berwarna merah kehitaman.
Meski masih tertutup kain hijau kumal, Ustad Hakim bisa memastikan kalau
kemaluan mereka sangat besar dan panjang. Tawa mereka membahana mengerikan
memenuhi ruangan saat melihat temannya sedang asyik memperkosa Indah.
Salah satunya berpaling pada sang
Ustad dan berkata, ”Hmm, sudah bangun kamu rupanya.” geramannya campuran antara
kaca yang digesek dan auman harimau.
Yang lainnya ikut berpaling.
”Hahaha... lihat, ngaceng juga dia.” Tidak sesuai dengan badannya yang tinggi
besar, suara makhluk yang sebelah kiri terdengar mencicit seperti tikus, tapi
tetap saja terdengar menakutkan.
”Sabar, Ustad, nanti kamu juga
akan dapat giliran. Sekarang biarkan Jabbar menuntaskan nafsunya dulu.
Ngomong-ngomong, temanmu itu sangat cantik sekali. Itulah alasan kenapa kami
tidak membunuhnya, dia bisa jadi budak seks yang sangat potensial.” seru
makhluk yang tersisa. Suaranya terdengar biasa saja, seperti manusia pada
umumnya. Tapi ada aura hitam yang mengikutinya sehingga mengesankan dia lah yang
paling kejam.
Makhluk hitam bugil yang sedang
memperkosa Indah, yang dipanggil Jabbar itu, menyeringai sambil terus memompa
batang kemaluannya yang super besar. Apakah
vagina Indah tidak robek dimasuki penis sebesar itu? batin Ustad Hakim
dalam hati. Dia melirik ke bawah, memandangi penisnya yang sudah ngaceng berat.
Benda itu terlihat menyedihkan dibanding punya makhluk-makhluk gaib itu.
Tampak Indah berusaha
mengatupkan pahanya untuk menahan rasa sakit yang dideritanya, namun Jabbar
kembali melebarkannya sehingga kaki Indah kembali membentuk huruf V, dan terus
memompa keluar masuk dengan buasnya. Jabbar mengulurkan tangannya dan menyingkap
jilbab merah Indah dengan kasar hingga tampaklah dua bukit kembar milik host
cantik asal Cimanggis, Depok itu. Payudara Indah terpentang bebas, membusung
menantang dan terlihat sangat menggairahkan, bahkan dalam posisi dada yang agak
tertarik karena kepala Indah yang menengadah ke bawah, benda itu masih tampak
montok dan padat. Jabbar terus memompa pinggulnya sambil tangannya
meremas-remas payudara Indah.
Ketiga makhluk yang baru datang mendekati
Ustad Hakim, ”Hei, manusia bangsat! Itu istrimu ya?!” tanya si suara tikus.
Ustad Hakim diam saja, lalu satu
tinju mendarat keras di perutnya, membuatnya mengaduh dan merintih pelan.
”Ughhhh...”
”Kamu bisu ya?” hardik si suara
harimau. Takut dipukul lagi, terpaksa Ustad Hakim menjawab lirih, menjelaskan siapa
mereka dan tujuan mereka kemari.
“Salah sindiri, lancang masuk
kemari. Sekarang tanggung sendiri akibatnya.” jawab si suara tikus. “Akan kami setubuhi
temanmu itu sampai mati, hahaha…” tambahnya sambil tertawa lebar.
”Tidak. Jangan!” Ustad Hakim
memekik, tak sanggup kehilangan Indah dengan cara seperti itu.
”Kenapa, kamu mau ikutan juga
ya? Dilihat dari kontolmu yang sudah ngaceng gitu sih... sepertinya kamu juga pingin,
hahaha...” suara harimau mengejek dengan geramannya yang rendah.
Ustad Hakim marah sekali
mendengarnya, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula, apa yang dikatakan
makhluk-makhluk itu memang benar, dia terangsang melihat tubuh bugil Indah
(ngomong-ngomong, siapa sih yang tidak? Aku pengen tahu!) ada sebersit rasa
ingin mencicipinya juga meski tahu kalau itu salah dan tidak boleh. Menekan
hasratnya, Ustad Hakim berhasil melemaskan kembali kemaluannya hingga mengkerut
separoh dari ukurannya semula. Dia tidak ingin pikiran kotor terus menyelimuti hatinya.
Tapi itu cuma bertahan beberapa
menit saja karena selanjutnya, Jabbar yang rupanya telah selesai memperkosa Indah,
menuntun wanita cantik kelahiran 31 Agustus 1985 itu ke depan sang Ustad. ”Ini,
aku kasih buat kamu.” katanya sambil menampar Indah dengan kuat, sehingga Indah
menangis. ”Hisap penis laki-laki ini, cepat! Kalo tidak, akan aku potong lidah
dan puting susu kamu!”
Jabbar melepaskan ikatan tangan Indah
dan mendorong tubuh mulus wanita cantik itu ke arah Ustad Hakim. ”Ayo cepat,
kulum!” hardiknya lagi saat melihat Indah masih diam, cuma memandangi penis
sang Ustad sambil terus menangis.
”Jangan, In... jangan lakukan!”
lirih suara Ustad Hakim. Tapi antara kata-kata dan batang penisnya tidak bisa
kompromi. Di mulut dia menolak, tapi di bawah, batang penisnya perlahan
membesar dan mengeras, kembali ke ukuran semula. Padahal Indah cuma
memandanginya saja, belum ngapa-ngapain.
Takut disiksa lebih kejam lagi,
Indah pun mendekatkan mulutnya dan dengan ragu-ragu menyentuh ujung batang
kemaluan sang Ustad. Walau hanya tersentuh sedikit, ustad Hakim tak dapat
menahan gejolak birahinya. Ia pun melenguh keenakan. ”Oughhhh... Innn!” dia
memejamkan matanya saat lidah tipis Indah mulai menjilati batang penisnya bagai
menikmati es krim batangan rasa coklat.
”Makan penis itu! Masukkan ke
mulutmu!” sesosok makhluk berambut hijau tebal membentak dengan sikap
mengancam. Entah kapan makhluk itu muncul, sang Ustad tidak tahu karena saking
enaknya menikmati jilatan Indah pada batang penisnya.
Terpaksa Indah melahap penis
Ustad Hakim dan mulai mengulumnya pelan, ia memasukkannya ke dalam mulut dan
menjepitnya dengan menggunakan gigi dan lidahnya. Bibirnya menyapu permukaan
batang sang Ustad yang berwarna coklat kehitaman. Indah terlihat mudah saja
melakukannya, padahal penis sang Ustad terlihat cukup besar untuk ukuran
manusia. Apakah dia sudah sering
melakukan ini? batin Ustad Hakim dalam hati. Laki-laki itu tidak tahu,
selama ia pingsan tadi, Indah sudah mengulum banyak batang yang ukurannya jauh
lebih besar dari miliknya. Jadi menghadapi burung sang Ustad yang cuma sepanjang
12 cm, Indah tidak menghadapi masalah berarti.
”Ayo, masukkan semua ke dalam
mulutmu. Telan sampai habis! Jangan dikeluarkan sampai aku memerintahkan!” bentak
Jabbar.
Dengan ketakutan, Indah mengulum
batang kemaluan Ustad Hakim dalam-dalam dan menggerakkannya maju mundur dengan
begitu cepat. Mulutnya yang mungil tampak penuh dan sesekali pipinya
menggembung oleh kepala penis sang Ustad saat dia melakukan itu.
”Indah... Oughhhh... kenapa jadi
begini...” keluh Ustad Hakim keenakan. Dia merasa risih dan sangat berdosa
karena telah melakukan perbuatan yang sangat dilaknat Tuhan ini, tapi di sisi
lain, dia juga tidak ingin Indah berhenti. Kuluman dan hisapan wanita berjilbab
itu terasa begitu nikmat, menggelitik seluruh saraf-saraf birahinya yang selama
ini tertidur, hingga membuatnya melayang dan merintih penuh kenikmatan. Tak
berapa lama, dia pun tak tahan lagi. Sambil menggeram keras, Ustad Hakim
menyemburkan spermanya.
Indah tampak kaget merasakan
cairan kental yang hangat berkali-kali menyemprot memenuhi kerongkongannya. Ia
sudah hampir tersedak, namun ia tidak berani melepaskan hisapannya. Jabbar
tidak menyuruh, Indah takut akan membuat makhluk hitam legam itu marah,
pukulannya sangat menyakitkan. Indah berusaha membuang sperma sang Ustad
melalui celah bibirnya, sisanya yang terlanjur masuk terpaksa ia telan meski
dengan rasa jijik yang amat sangat.
”Dasar manusia tidak berguna, sudah
kontolnya kecil, cepat keluar lagi!” ejek si suara harimau, yang diikuti suara
tawa teman-temannya. Dia lalu mendekat dan menjambak rambut Indah yang masih
tertutup jilbab. ”Lihat bagaimana cara yang benar memuaskan wanita! Ayo, Ghoul,
kita garap dia bareng-bareng!” serunya pada si suara Kucing.
Makhluk merah yang dipanggil Ghoul
segera melepas cawatnya, dan mempertontonkan batang penisnya yang sebesar
lengan orang dewasa pada Ustad Hakim. ”Ini baru namanya penis.” dia
menggenggamnya dengan bangga. ”Kalau punyamu itu, lebih pantas disebut sosis
daripada kontol. Hahaha!” Ghoul tertawa. Jin yang lain ikut tertawa. Ruangan
jadi riuh, padahal cuma terlihat 5 makhluk disitu. Yang lain masih menghilang,
enggan untuk menampakkan diri.
Si suara harimau membawa Indah
kembali ke altar dan menelungkupkan gadis cantik berjilbab itu di atasnya, sehingga
payudara Indah yang bulat dan menantang menempel, tergencet di permukaan batu
altar yang dingin. Indah dalam posisi menungging sekarang, bokong bulatnya
terlihat begitu menggiurkan, dengan lubang kemaluan sempit yang yang telah
memerah dan merekah lebar. Lelehan sperma aneka warna tampak di permukaaanya
yang berambut tipis.
Ustad Hakim memalingkan muka
dengan pilu saat melihat Ghoul dan suara harimau mulai memperkosa Indah dengan
buas. Wanita cantik itu menjerit-jerit dan melolong histeris menerima hujaman batang
kemaluan mereka yang begitu besar dan panjang. Secara bergantian mereka mengaduk-aduk
liang kemaluan Indah yang semakin lama terasa semakin panas. Darah kembali
mengucur dari vagina yang 1 jam lalu masih perawan itu.
”Oughh... sakit! Ahh...
hentikan! Sakit!” Indah merintih, tapi dua makhluk yang sedang menungganginya
seperti tidak mendengar. Mereka terus menggenjot tubuh mulusnya secara brutal
dan bergantian.
Sambil memperkosa Indah, sesekali
mereka mengejek sang Ustad. "Hei, kamu tahu tidak... memek teman kamu ini enak
sekali lho, basah dan anget banget!" kata jin bersuara harimau yang dipanggil
Nimsiq oleh Ghoul. Sampai sekarang, dialah jin berkemaluan paling besar yang
dilihat oleh ustad Hakim diantara jin-jin yang menampakkan diri di ruangan itu.
Ghoul mengangkat tubuh mulus
Indah dan menekuk tangannya ke belakang punggung. Dengan posisi seperti itu, buah
dada Indah jadi tampak sangat menggairahkan, apalagi dengan tubuhnya yang
ramping, tampak buah dada itu menggantung indah, padat dan sangat berisi. Ustad
Hakim tidak berkedip saat melihatnya.
Nimsiq duduk di atas altar, sementara
Indah ditempatkan di atas pangkuannya dengan posisi berhadapan dan paha
mengangkang lebar. Sambil menusukkan penisnya, Jin itu meremas-remas kedua
payudara Indah dengan penuh nafsu. Indah hanya dapat merintih-rintih dalam keadaan
antara sadar dan tidak mendapat serangan seperti itu. Apalagi di depannya,
Ghoul memaksanya untuk mengoral penis yang rasanya begitu busuk dan memuakkan.
Indah makin tak tahan dibuatnya.
Sambil terus memompa penisnya, Nimsiq
tertawa-tawa disaksikan teman-temannya yang kini muncul semakin banyak. Mereka
tampak tidak sabar menanti giliran. Ustad Hakim menghitung, sudah lebih dari
selusin Jin yang menampakkan diri. Akankah Indah harus melayani semuanya?
"Hei, aku capek nih.
Sekarang kamu yang harus bergerak!” kata Nimsiq pada Indah. Ia pun berhenti memompa pinggulnya.
Takut dihajar, secara refleks Indah melenguh dan mulai menggerakkan pantatnya naik
turun agar memeknya tetap menjepit dan mengocok penis Jin itu yang masih
bersarang di dalam kemaluannya.
"Hahaha... lihat pak Ustad,
temen kamu ini ternyata nakal juga.” ejek Ghoul sambil mengocok penisnya, dan
tak lama kemudian muncrat di wajah cantik Indah Ananta yang masih tertutup
jilbab. Spermanya yang berwarna kuning kehijauan menempel di mata, pipi, dan
bibir host cantik itu. Setelah melenguh sejenak, makhluk jelek itupun
menghilang dengan menyisakan bau belerang yang tercium samar.
Nimsiq tertawa sambil memeluk
tubuh mulus Indah, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulus wanita 27
tahun itu, sementara buah dada Indah yang kenyal terjepit di dadanya yang
berbulu lebat. Rupanya Indah mendengar perkataan itu, wajah cantiknya tampak
memerah karena malu dan marah, tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Saat
Indah diam tanda memprotes, Nimsiq langsung marah dan menarik kuat-kuat kedua
buah dadanya. Satu ditarik ke atas dan satu ditarik ke bawah, begitu bergantian
dengan keras sehingga Indah menjerit-jerit kesakitan.
"Ayo, coba melawan lagi,
akan aku siksa kamu lebih kejam!” ancam Jin berkulit merah itu.
Indah menunduk. “J-jangan,
ampun!” sahutnya lirih sambil kembali menggerakkan tubuhnya naik turun. Ustad
Hakim yang melihatnya jadi ikut meneteskan air mata, tahu bagaimana rasanya
penderitaan wanita cantik itu.
“Begini kan lebih enak.” senyum
Nimsiq penuh kemenangan. “Akan aku buat kamu orgasme, rasakan bagaimana nikmatnya
bercinta sama Jin.” Dengan penuh nafsu, kembali ia memperkosa Indah. Sesekali Nimsiq
menghentikan pompaannya, dan secara refleks kembali Indah menggoyang-goyangkan
pantatnya naik-turun. Ia takut Jin itu marah kalau ia tidak melakukannya.
Bahkan saat Nimsiq mengangkat tubuhnya hingga batang kemaluannya terlepas,
Indah secara refleks mengejarnya dan memasukkan kembali benda itu ke dalam jepitan
memeknya. Indah ingin memberikan pelayanan total pada Jin tua itu.
Nimsiq semakin lama tampak
semakin ganas memperkosanya, hingga selang beberapa saat kemudian, tampak tubuh
mulus Indah berkelonjotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus ke depan dengan
otot paha dan betisnya mengejang, jari-jari kakinya menutup, dan nafas Indah terdengar
tak beraturan, ia merintih keras dan panjang, "Oughhhh... aghhhh... oohhhh..."
Indah orgasme. Meski cairannya menyembur banyak sekali, tapi tidak ada satu pun
yang menetes keluar. Itu karena memeknya tersumbat rapat oleh batang penis Nimsiq yang besar dan
panjang!
Setelah berkelonjotan sesaat,
tubuh Indah akhirnya tumbang dengan
lemas di pelukan Jin pemerkosanya. Bukannya berhenti, Nimsiq malah semakin
cepat memompa pinggulnya, ia menggenjot tubuh mulus Indah begitu liar dan
brutal sambil nyengir lebar dan berkata, "Hehe... ustad lihat, dia rupanya
suka dientot jin kayak kita-kita, hahaha...” suara tawanya yang berat membahana
ke seluruh ruangan yang tidak seberapa besar itu.
Jin-jin yang lain ikut tertawa
dan bersorak. Penampakan yang muncul semakin banyak. Ustad Hakim sudah tidak
bisa menghitung jumlah persisnya, yang jelas lebih dari dua puluh! Termasuk
salah satunya adalah makhluk merah berapi yang bertubuh besar dan tegap dengan
tanduk menjulang hampir mencapai langit-langit. Semua Jin tampak menjaga jarak
darinya. Apakah dia sang Raja Jin! batin ustad Hakim dalam hati.
Entah berapa lama Indah diperkosa
oleh Nimsiq hingga pingsan berkali-kali, namun Jin itu selalu menyadarkannya
lagi dengan menampar dan menyiram Indah dengan air, lalu kembali memperkosanya
dengan brutal.
Kini tubuh montok Indah diletakkan
di atas lantai beralaskan tikar lusuh, Nimsiq melebarkan kaki perempuan itu hingga
membentuk seperti kaki katak. Dengan posisi seperti itu, ia menghujamkan batang
kemaluannya yang panjang dan besar keluar masuk dengan cepat dan keras ke dalam
liang kemaluan Indah yang terlihat semakin bengkak memerah. Sementara salah
satu Jin lain yang bersisik tebal seperti trenggiling, memaksa Indah mengulum
batang kemaluannya yang anehnya tampak mengkilat tanpa ada sisik sedikitpun.
Saat mulut mungil Indah penuh oleh
batang kemaluan besar itu, Nimsiq yang sedang memperkosanya berganti posisi. Ia
menduduki tubuh Indah lalu meletakkan batang kemaluannya yang panjang di antara
dua bukit kembar milik Indah. Tangannya yang berbulu lebat mendempetkan buah
dada Indah hingga menjepit batang kemaluannya dengan erat, untuk kemudian ia
gerakkan maju-mundur mengocok batangnya. Selang beberapa saat, dari batang
kemaluan yang hitam dan panjang itu, menyembur cairan sperma berwarna merah
kehijauan yang menyemprot membasahi wajah dan leher jenjang Indah. Sisa-sisanya
yang masih menetes-netes dioleskan oleh Nimsiq pada kedua buah dada Indah yang
montok menggiurkan.
”Ughh... nikmat sekali!” Nimsiq
beranjak sambil tertawa lebar. Jin yang lain ikut tertawa bersamanya.
Ustad Hakim menutup mata agar
tidak melihat penderitaan wanita cantik itu, tapi masih saja ia dengar rintihan
Indah yang semakin lama semakin terdengar lemah. Gerombolan Jin di sekitar
mereka tak henti-hentinya mengucapkan
kata-kata ejekan. "Ayo, entot dia sampai mampus! Tusuk memeknya! Tarik
toketnya yang gede itu! Cabuti jembutnya!"
Seiring kata-kata itu, tiba-tiba
sang Ustad merasa tubuhnya ditendang dengan keras sebelum akhirnya ikatannya dilepas.
Sekarang ia berbaring telentang di lantai. Dilihatnya Jin berapi yang ia taksir
sebagai sang Raja, mendekat, "Sekarang giliran kamu menikmati teman kamu ini.
Aku yakin, kamu sudah banyak belajar dari tadi! Hahaha..." makhluk itu
tertawa dan mencampakkan tubuh bugil Indah yang telah lemah lunglai ke atas
tubuh ustad Hakim.
Sang Ustad segera memeluknya. Sambil
membelai kepala Indah yang masih tertutup jilbab, ia berbisik, "Tabah ya,
kita pasti bisa melalui semua ini." kata laki-laki itu walaupun ia sendiri
sangat ketakutan. Indah hanya dapat mengangguk lemah sambil menangis
sesunggukan.
"Hei, kalian tunggu apa
lagi?! Ayo main! Aku pingin lihat! Yang cewek di atas!" seru Nimsiq sambil
mengacungkan tinjunya yang membuat kedua host Dunia Lain itu mendelik ketakutan.
Indah menurut, ia segera menekan
liang kewanitaannya ke bawah untuk melahap batang kemaluan ustad Hakim yang
memang telah menegang keras saat mereka berpelukan tadi. Sekuat apapun
laki-laki itu berusaha mengekang hawa nafsunya, tapi tonjolan buah dada Indah yang
lengket oleh sperma, terasa kenyal dan hangat menekan bahunya, membuat api
birahinya perlahan menyala dan menggeliat. Apalagi bisa dirasakannya juga kulit
tubuh Indah yang halus dan hangat, yang sangat berbeda sekali dengan milik
istrinya di rumah. Sang Ustad pun lepas kendali dengan cepat.
Laki-laki itu serasa berada di awang-awang
saat batang kemaluannya sedikit demi sedikit menembus kemaluan Indah yang beberapa
jam lalu masih perawan. Saat sudah terbenam seluruhnya, ustad Hakim merasa
batang kemaluanku seperti dijepit oleh kenikmatan yang tiada taranya.
”Ughhh...” tanpa sadar ia melenguh dan meremas payudara Indah yang menggantung
bebas di depan matanya.
Indah makin menangis
sesenggukan, laki-laki yang tadi berjanji melindunginya, ternyata juga
menikmati saat bersetubuh dengannya. Beginikah rasanya menjadi wanita cantik
dan menarik, semua orang jadi bernafsu pada dirinya? batin Indah dalam hati.
"Ayo goyang tubuh kamu
sebelum raja Ammet marah!” hardik Nimsiq sambil melirik jin tinggi besar yang
ada di sebelahnya. Yang dilirik cuma menggeram rendah dan mengangguk.
Ketakutan, Indah mulai
menggoyangkan pinggulnya naik turun. Vaginanya yang bengkak memerah mengurut
penis tegang ustad Hakim begitu rupa, membuat laki-laki berperawakan gendut itu
tak dapat menahan sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mengerang
keenakan. Begitu nikmatnya memek Indah hingga tak lama kemudian, baru beberapa menit,
sang Ustad sudah menjerit dan ejakulasi. Spermanya yang kental menyemprot keras di dalam
liang kewanitaan Indah. Tidak terlalu banyak karena dia sudah mengalami orgasme
tadi.
”Ughhh... Indah, m-maafkan aku!”
seru ustad Hakim terengah-engah. Tangannya bergetar, ingin memegang payudara
Indah tapi tidak berani.
Indah tidak menghiraukan, ia
terus menggoyangkan pinggulnya naik turun untuk menikmati sisa-sisa ketegangan
penis sang Ustad yang perlahan ia rasakan mulai melemah dan menghilang. Di luar
dugaan, setelah beberapa kali kesakitan karena sodokan penis raksasa milik para
Jin, Indah ternyata menikmati tusukan penis ustad Hakim yang mungil, yang
terasa pas memenuhi lubang vaginanya. Diraihnya tangan laki-laki itu dan
ditaruhnya di atas gundukan payudaranya. Indah tahu, ustad Hakim pasti
menyukainya. Dari tadi mata sang Ustad tidak lepas menatap benda bulat padat
itu.
”Remas, Ustad!” bisik Indah lirih.
Dengan begini ia berharap Ustad Hakim akan bergairah kembali. Sudah kepalang
tanggung, ia merasa tubuhnya telah kotor. Indah tidak ingin permerkosaan ini
menjadi siksaan baginya. Untuk kali ini, ia ingin menikmatinya.
Tapi itu cuma ada di angan-angan
Indah saja. Tahu kalau budaknya mulai menikmati, Ammet segera menghentikan
permainan itu. ”Hei, wanita... angkat memek kamu! Kita lakukan permainan lain.”
jin berapi itu berkata keras.
Indah menggeleng sambil
menangis, "Tidak... aku mohon, beri aku waktu sedikit lagi.” ia yang
merasa sudah hampir orgasme, terus menggerakkan pinggulnya. Sementara di bawah,
ustad Hakim merem melek keenakan sambil tangannya bergerak lincah meremas-remas
payudara Indah yang bulat dan padat dengan penuh nafsu.
"Angkat memek kamu, aku
bilang!" bentak Ammet menggelegar. Kerikil dan debu jatuh dari dinding
ruangan. Beberapa jin mundur ketakutan, termasuk Nimsiq dan Jabbar. Sementara
jin yang terlalu ketakutan segera meledak dan menghilang, pergi dari tempat
itu.
Ammet dengan kasar lalu
mendorong tubuh Indah yang masih tetap membuat gerakan naik-turun hingga jatuh.
Ia tertawa melihat batang kemaluan ustad Hakim yang tidak lebih besar dari jari
kakinya. ”Hahaha... dasar aneh! Benda seperti ini kamu sukai?” ia menoleh pada
Indah. ”Lihat,” Ammet membuka celananya dan memamerkan penisnya yang sebesar
lengan orang dewasa pada perempuan itu. ”kamu pasti akan puas dengan milikku
ini!” sentaknya sambil menamparkan batang itu ke pipi Indah yang halus dan
mulus.
”Auw!” Indah menjerit kesakitan,
tapi tidak bisa melawan. Ia langsung bergidik saat menatap benda itu. Inilah
penis terbesar yang pernah ia lihat. Semua penis raksasa yang tadi sudah
mengaduk-aduk liang vaginanya, tidak ada apa-apanya dengan yang ini. Akankah
vaginanya akan sanggup menampungnya? Sepertinya tidak.
Ammet yang rupanya telah sangat
terangsang melihat tubuh bugil Indah, merenggut paksa jilbabnya hingga terlepas
dan menarik Indah ke dalam pelukannya, "Ustad lihat baik-baik, begini caranya
menyetubuhi wanita!" katanya pada ustad Hakim.
Tubuh Indah lalu diangkatnya
dengan mudah. Dengan posisi berdiri, ia menggendongnya dengan mengangkat pantat
Indah, terpaksa Indah memeluk leher Jin yang tinggi kekar itu agar tidak
terjatuh ke belakang. Anehnya, meski api masih menyala di sekujur tubuh Ammet,
Indah sepertinya tidak merasa panas sama sekali. Rupanya Ammet bisa
mengendalikan suhunya, benar-benar Jin yang berkemampuan luar biasa. Pantas dia
diangkat menjadi Raja oleh Jin yang lain.
”Heghh... ahhhh!!!” Indah
memekik panjang ketika dengan perlahan Ammet mulai menyodokkan batang penisnya.
Di luar dugaan, meski terlihat tidak mungkin, ternyata benda itu bisa menerobos
masuk dan terbenam seluruhnya ke dalam vagina Indah yang tampak monyong kemerahan.
Ustad Hakim bergidik membayang betapa sakit rasanya.
Apalagi saat dengan buas Ammet
mulai memompa batang kemaluannya yang luar biasa panjang dan besar itu keluar
masuk di dalam liang kemaluan Indah. Ustad Hakim segera memalingkan mukanya, ia
tidak sanggup untuk melihat lebih lama. Ammet yang setinggi lebih dari dua
meter, memompa tubuh Indah yang hanya setinggi 165 cm, seperti orang tua yang
menggendong anaknya saja layaknya.
Dengan posisi seperti itu, batang
kemaluan Ammet dengan deras amblas keluar masuk ke dalam kemaluan Indah yang
sempit. Ammet terus melakukannya hingga tubuh Indah terguncang hebat, buah dadanya
yang besar terhentak-hentak naik turun menggiurkan. Tak berapa lama, tubuh Indah
menggelinjang dan ototnya menegang, diiringi dengan rintihan panjang, dia mengalami
orgasme hebat. Rupanya, sisa-sisa kenikmatan bersetubuh dengan ustad Hakim
berhasil dituntaskan dengan sempurna oleh Ammet.
Tapi Ammet tidak berhenti.
Sementara dari kemaluan Indah mengucur cairan cinta yang cukup banyak, pompaan
Raja Jin itu malah semakin bertambah kuat. Indah tentu saja semakin lelah dan
lemah karenanya, apalagi setelah kenikmatan orgasmenya berlalu, ia pun lemas
dan jatuh lunglai ke belakang. Ammet menangkap tubuhnya dan menaruhnya ke dalam
pelukan, sementara batang kemaluannya semakin hebat saja mengaduk liang
kemaluan Indah yang kini menjadi sangat becek. Ammet melakukannya sambil
berjalan dan tertawa-tawa, tampak santai sekali ia melakukannya.
Setelah puas mengocok Indah dengan
posisi seperti itu, Jin Berapi itu lalu mengangkat pinggul Indah naik hingga ke
dada. Tubuh
Indah terangkat dengan kepala di bawah karena perempuan itu masih pingsan. Batang
kemaluan Ammet yang masih tegang membentur-bentur punggung mulusnya. Jin itu
terus mengangkatnya hingga kemaluan Indah terhidang di depan mulutnya. Dengan
rakus Ammet lalu melumat dan menghisapnya. Ia menjilat habis kemaluan Indah
yang bengkak memerah dengan mulutnya. Kemudian ia memutar tubuh mulus Indah sehingga
kini wajah host Dua Dunia itu ditampar-tampar oleh batang penisnya yang besar
dan masih sangat keras.
Ammet kembali melumat kemaluan Indah
dengan penuh nafsu, jari-jari tangannya juga menyodok-nyodok anus Indah yang masih
terjuntai pingsan. Selanjutnya, setelah bosan menjilat, Jin Tua itu kembali
menyetubuhi Indah. Kali ini dengan gaya biasa, ia menaruh tubuh bugil di altar
dan menindihnya dari atas. Dengan posisi ini, akhirnya Ammet berejakulasi. Spermanya
yang kemerahan mirip lava gunung berapi, dengan deras membanjiri wajah Indah hingga membuat wanita cantik itu terbangun.
”Apa... hpmh! Hmpmh!” Indah
ingin bersuara, tapi sperma Ammet yang kental sudah keburu memenuhi mulutnya.
Terpaksa dia harus menelannya kalau tidak ingin tersedak. Beberapa yang muncrat
belakangan, mengotori rambut Indah yang hitam panjang, dan menetes-netes ke
lantai batu, menimbulkan uap kecil disana. Banyak sekali sperma Raja Jin itu.
Ustad Hakim memperhatikan
semuanya tanpa berkedip. Ia tidak bisa memalingkan mukanya lagi karena diancam
pukul oleh Nimsiq. Hatinya makin teriris-iris saat perkosaan itu terus berlanjut
dengan brutal. Kini tangan Indah diikat ke sebuah palang yang ada di pojok
ruangan, palang itu bisa diatur tinggi rendahnya. Jin yang mendapat giliran
mengatur tinggi palang hingga posisi lubang kemaluan Indah tepat berada di
depan batang penisnya karena tubuh Jin itu yang cukup tinggi, hampir mencapai
langit-langit ruangan.
Kaki Indah sekarang tidak
menyentuh lantai, ia tergantung dengan tangan terikat ke atas. Indah menangis
menahan perih pada tangannya, sementara sang Jin mengangkat paha kanan perempuan
itu dan mulai memasukkan batang kemaluannya yang besar dan panjang ke dalam
liang kemaluan Indah, dan mulailah ia mengocok tubuh bugil Indah tanpa ampun
sambil tangan kanannya memegangi paha Indah agar tetap terangkat, tangan
kirinya dengan buas meremas dan memijat kedua buah dada Indah bergantian. Puting
susu Indah sesekali dicubit dengan keras. Indah hanya dapat merintih-rintih
dengan lemah menerimanya.
Setelah puas dengan posisi itu,
Indah kemudian dibaringkan ke lantai, lalu dengan buas sang Jin memperkosanya
hingga Jin itu orgasme dan menyemprotkan spermanya ke buah dada Indah yang
bulat membusung.
Selesai dengan Jin itu, Jin lain
segera maju untuk mengambil gilirannya. Begitu terus hingga tak terasa sudah 14
Jin yang memperkosa Indah dengan buas. Indah telah pingsan berkali-kali, namun selalu
disadarkan lagi dan kembali diperkosa dengan luar biasa brutal.
Ustad Hakim merinding
membayangkan masih ada banyak Jin yang berkerumun menunggu giliran. Sepertinya
tidak ada habis-habisnya. Giliran berikutnya tiga Jin maju sekaligus. Mereka
mengelilingi Indah yang telentang telanjang bulat di altar dengan batang kemaluan
yang telah berdenyut-denyut kencang, menuntut untuk dilampiaskan. Jin pertama
yang bermata satu, langsung menancapkan batang penisnya ke kemaluan Indah dan
memompa keluar masuk dengan brutal. Jin kedua memompa mulut Indah dengan batang
kemaluannya, sementara Jin ketiga dengan rakus menyedot-nyedot kedua buah dada Indah
yang ranum bergantian kiri dan kanan, seperti anak kecil yang sedang menyusu
pada ibunya. Bedanya, anak yang ini bertubuh ular dan berekor Srigala.
Setelah cukup lama, mereka lalu
saling berganti posisi. Kini si Ular yang menikmati liang vagina Indah, sedangkan
dua temannya mendapat sisanya. Mengalami perlakuan seperti ini, dimana kemaluan
dan mulutnya dipompa secara brutal, serta harus menyusui tiga Jin yang haus
akan birahi, tak dapat dihindari, kembali tubuh telanjang Indah mengejang-ngejang
tanda orgasme. Dari mulutnya keluar suara lirih, "Ohh..."
Selesai dengan ketiga Jin itu,
berikutnya dua Jin bertubuh besar maju bersamaan. Indah yang lemas diangkat dan
diapit di atas kasur, Jin yang di bawah memompa liang anus Indah, sementara
yang di atas memperkosa liang kemaluan perempuan cantik itu tanpa belas kasihan.
Indah megap-megap saat wajahnya harus menempel pada dada Jin yang besar dan
berbulu itu. Pemandangan mengenaskan itu membuat Ustad Hakim makin menangis
pilu.
Indah terus diperkosa hingga Jin
terakhir selesai. Perempuan itu tidak dapat bangun lagi saat Jin terakhir yang
bertubuh cebol selesai memompanya dengan ganas dan menumpahkan spermanya di
liang memek Indah yang sudah luar biasa basah.
Setelah puas, mereka lalu mencampakkan
Indah ke lantai. Ustad Hakim segera memeluk dan membelai tubuh bugil perempuan
itu. ”Sudah selesai, kita bisa pergi dari tempat ini.” ia berbisik. Indah
mengangguk dan menangis sesenggukan.
Saat tengah malam, tanpa memberi
mereka pakaian, Ammet melepaskan kedua orang itu. ”Ingat, jadikan ini sebagai
peringatan. Jangan coba-coba kembali lagi ke tempat ini!” pesan Raja Jin
sebelum menghilang. Seluruh anak buahnya menyusul tak lama kemudian.
Kini tinggallah Indah dan Ustad
Hakim di tempat sepi itu. Terpaksa mereka berjalan kaki tertatih-tatih balik ke
kampung terdekat. Kali ini perjalanan jadi lebih mudah, jalan setapak seperti
terbuka bagi mereka. Tak sampai subuh, mereka sudah tiba di rumah pertama.
Ustad Hakim segera mencuri baju di jemuran untuk dipakai menutupi tubuh mereka
yang telanjang.
Dalam hati ustad Hakim berharap,
ini adalah kali terakhir dia berurusan dengan Jin-Jin penghuni Candi Mrica.
Namun entah mengapa, dia memiliki perasaan buruk, bahwa mereka akan terus
membayangi, khususnya Indah, dan akan kembali suatu saat nanti.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar