Sore itu aku begitu suntuk di kantor, karena sekretarisku melakukan
kesalahan yang cukup fatal sehingga perusahaanku ditolak untuk mengikuti tender
yang bernilai Rp 12M. Sekretarisku hanya menangis dan meminta maaf atas segala kesalahan
yang dilakukannya dan dia berjanji akan melakukan apa saja untukku untuk
menebus kesalahannya itu agar ia tidak dipecat olehku. Aku tidak menanggapi
tangisan dan janjinya, karena perasaan dongkol di dalam dada telah kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan sebuah tender yang bernilai cukup besar bagi
perusahaanku. Untuk menghilangkan kekesalanku, aku meninggalkan kantor berjalan
kaki menyusuri jalan berusaha menghilangkan kekesalan yang melanda dada,
sedangkan BMW-ku kutinggalkan di kantor.
Sebelum aku melanjutkan cerita ini, kuperkenalkan terlebih dahulu
identitasku. Namaku adalah Agus, umur 32 tahun dan karena keuletan dan kerja
keras, saat ini aku telah berhasil sebagai direktur utama dari sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan penyediaan barang di kota kembang Bandung.
Statusku
saat ini masih bujangan, karena waktuku kugunakan untuk kerja keras. Menurut
teman-temanku wajahku termasuk wajah yang memperlihatkan karakter lalaki yang
sangat jelas walaupun tanpa kumis dan janggut yang lebat, oleh sebab itu sudah
banyak cewe yang berusaha mendekatiku dan mengajak kencan, termasuk
sekretarisku yang baru saja membuatku kesal.
Namun sebagai lelaki normal,
tentu saja aku membutuhkan penyaluran biologis, tapi hal itu bukanlah masalah
besar bagiku. Setiap wanita yang mendekatiku selalu memberikan apa yang
kubutuhkan dengan harapan agar dipilih olehku untuk kunikahi. Namun aku cukup
hati-hati dalam menyalurkan arus bawah ini, karena aku tidak ingin terjebak
oleh perangkap cewe-cewe yang mendekatiku.
Walaupun aku bukanlah tipe
lelaki yang suci, tetapi mempunyai keinginan yang sangat besar untuk dapat
memperistri seorang wanita baik-baik khususnya yang berjilbab, karena dimataku
mereka begitu cantik, anggun dan mempesona.
Kakiku terus melangkah menyusuri
jalan Asia-Afrika sambil melamun. Keringat yang membasahi kemejaku membuatku
kurang nyaman, kucopot dasi dan kumasukkan ke dalam saku celana, kemudian satu
kancing kemeja kulepas untuk mengurangi rasa gerah. Disekitar alun-alun
Bandung, aku berhenti sejenak dan membeli teh botol yang dijual dipinggir halte
bis kota jurusan Cicaheum – Cibeureum. Aku meminumnya dengan rakus untuk
membasahi kerongkongan yang kering. Ketika menjauhkan botol dari mulutku,
tiba-tiba aku terpana melihat senyuman yang dilontarkan oleh seorang gadis
berjilbab yang sangat cantik dan anggun. Rupanya dia melihat apa yang kulakukan
pada saat aku minum teh botol dengan rakusnya, dan merasa kelakuan itu lucu
sehingga ia tersenyum. Ketika dia sadar aku memandangnya terpesona, dia langsung
membuang muka.
Walaupun pertemuan pandangan
mata itu hanya sesaat, namun cukup menggetarkan hatiku dan melepaskan kekesalan
yang sedang melandaku. Tak kulepaskan tatapanku dari wajahnya sedetikpun, tapi
dia hanya tertunduk dan sekali-sekali melihat apakah bis kota yang dinantinya
ada atau tidak.
Aku terus memperhatikannya,
umurnya kuperkirakan sekitar 24 tahun dan dari pakaian yang dikenakan aku
menebak bahwa ia adalah karyawati salah satu departement store yang ada di
sekitar alun-alun Bandung.
Aku sadar akan kekurang ajaran
tatapanku padanya, maka ikut-ikutan melihat seolah-olah sedang menunggu bis
kota juga. Begitu bis kota yang ditunggu datang, dia berusaha naik, tanpa sadar
aku turut naik bis kota tersebut dan tepat berada di belakangnya. Penumpang bis
demikian penuhnya hingga berdesak-desakan sambil berdiri, karena bertepatan
dengan waktu pulang kerja. Bis kota yang penuh sesak itu bergoyang-goyang,
namun aku berusaha untuk tidak menempelkan badanku padanya, aku berusaha agar
dia merasa nyaman walaupun sambil berdiri. Rupanya dia menyadari apa yang
kulakukan, kemudian dia memandangku dan tersenyum manis, lalu menunduk kembali.
Serrrr… dadaku bergetar mendapat
senyum manis darinya. Aku tidak ada keberanian untuk menanyainya, bahkan merasa
bingung apa yang harus kulakukan. Sepanjang jalan aku hanya melamunkan
bagaimana caranya agar aku bisa berkenalan dengannya.
Disekitar Gang Gwan An, kulihat
gadis itu turun. Karena jalanan macet,
maka aku dapat terus memperhatikan langkah kakinya hingga ia belok ke arah
suatu Gang. Hatiku semakin tergetar dan terpana melihatnya berjalan demikian
anggunnya. Setelah dia hilang dari pandangan mata, baru aku tersadar bahwa aku
sudah terlalu jauh dari kantorku. Langsung aku turun dipemberhentian selanjutnya dan ke kantor
menggunakan taxi. Kemudian aku bergegas pulang ke rumahku di Margahayu Raya.
Di rumah, aku terus-menerus
gelisah. Bukan gelisah memikirkan kegagalan tender, tetapi gelisah karena
bayangan gadis cantik berjilbab itu terus menggodaku. Senyum manis dan tatapan
mata yang teduh betul-betul menggetarkan hatiku dan tidak bisa kulupakan.
Sambil berbaring dan memeluk bantal aku terus melamunkan gadis cantik berjilbab
yang telah meruntuhkan hatiku… sampai aku tertidur dan memimpikan tentang
dirinya.
Keesokan harinya aku ke kantor
dengan perasaan berbunga-bunga seperti orang yang sedang kasmaran. Sekretaris
dan anak buahku yang lain terheran-heran karena melihatku tersenyum dan tidak
memperlihatkan wajah kecewa dan marah akibat kegagalan kemarin, Sekitar jam 4 sore,
dengan terburu-buru aku keluar dari kantor dan meninggalkan mobil BMW-ku,
kemudian mencari taxi untuk mengantarku ke halte tempat aku bertemu dengan
gadis idamanku. Aku tiba disana terlalu cepat, dengan sabar aku menantinya,
hingga akhirnya gadis pujaanku datang. Jantungku berdebar sangat keras,
keringat dingin keluar dari pori-poriku dan membuatku salah tingkah. Aku
benar-benar bagaikan pemuda ingusan yang baru mengenal cinta.
DEG… jantungku berhenti berdetak
ketika dia memandangku dan tersenyum manis lalu menundukkan kepala. Aku semakin
salah tingkah, dorongan untuk menegurnya begitu besar, namun badanku terasa
kaku dan mulutku terasa terkunci. Aku hanya dapat merasakan jantungku berdetak
sangat cepat dan keras serta napas yang memburu. Dan seperti kemarin, hari inipun
aku naik bis kota mendekati dirinya, walaupun tak sepatah katapun keluar dari
mulutku. Namun
aku merasa sangat bahagia bisa bertemu dan berdekatan dengannya. Dia turun di sekitar Gg.
Gwan An kemudian aku kembali ke kantorku menggunakan taxi.
Kejadian seperti itu kulakukan setiap hari selama seminggu, namun pada
minggu kedua aku tidak menemuinya ditempat pemberhentian bis kota walaupun aku mencarinya hampir setiap
hari.Baru minggu ke tiga aku kembali bertemu dengannya dan dengan memberanikan
diri aku bertanya padanya ketika sama-sama menunggu bis kota.“Pulang kerja Neng ?” pertanyaan basa-basi kulontarkan.
“Iya, Kang. Akang pulang kerja juga ?” dia balik bertanya.
“Iya, Neng. Eneng kerja dimana?” tanyaku lagi
“Di Matahari, kalau akang? “ dia balik bertanya
“Ah, akang mah supir di perusahaan…“ tanpa sadar kuucapkan nama perusahaanku dan alamat kantorku.
“Oohhh, akang baru kerja di sana ya?” dia mulai berani bertanya padaku.
“Iya, baru dua minggu…” jawabku
berbohong, sebab aku baru dua minggu bertemu dengannya disini.
Pembicaraan terhenti, karena bis yang ditunggu tiba, kami menaikinya dan kebetulan penumpang tidak begitu ramai, sehingga ada tempat duduk kosong untuk ukuran dua orang. Kamipun duduk berdampingan.
“Ehh, ngomong-ngomong, perkenalkan. Nama saya Agus!” kataku seraya menyodorkan tangan, dia menyambut jabatan tanganku dengan lembut dan menjawab, “Indah..”
Aku terpana merasakan kelembutan tangannya dan tanpa sadar terucap “Oohhh… Indah, seindah wajah dan penampilannya.” kataku berguman.
“Ada apa, Kang ?” dia bertanya padaku karena ucapanku tak didengarnya.
Aku gugup dan dengan tergagap menjawab “Ti-tidak, anu…ehh... Namanya Indah, seindah wajah dan penampilan yang menyandangnya. Maaf...” kataku takut dia tersinggung dan menganggap aku kurang ajar.
“Ah, Akang bisa aja.” katanya
sambil tersenyum . Serrrr… hatiku kembali bergetar.
Sepanjang jalan kami
bercakap-cakap, aku tetap hati-hati menjaga sikap dan seperti biasa Indah
selalu menundukkan wajahnya setiap setelah bertanya ataupun menjawab
pertanyaanku. Perasaanku saat itu benar melayang bahagia, sehingga tanpa terasa
Indah harus turun. Dan seperti biasa aku pulang sebagaimana biasa.
Hari-hari berikutnya,
betul-betul merupakan hari-hari yang indah bagiku, aku selalu mengerjakan
dengan cepat semua pekerjaanku. Dan sekitar jam empat, aku sudah meninggalkan
kantor untuk bertemu dengannya. Bahkan kadang-kadang aku sudah menongkrong
didepan Matahari menunggu dia keluar sehingga aku punya banyak waktu untuk
ngobrol dengannya, bahkan kadang-kadang kubawa mobilku dengan alasan Boss
mengijinkanku membawa mobilnya untuk alasan tertentu. Dari obrolanku dengannya,
kuketahui bahwa dia sudah 1,5 tahun bekerja di sana dan dia bekerja dengan
sistem shift, seminggu pagi hingga sore dan seminggu lagi sore hingga malam
sekitar jam sembilan.
Sampai saat ini aku masih
menjaga sikapku padanya agar dia tidak menjauh dariku. Bahkan kadang-kadang
dengan alasan ingin jalan-jalan ke Matahari, Aku sengaja menemuinya
ditempatnya bekerja
Sikapku yang terlihat begitu
menghargai dan menghormati dirinya menimbulkan rasa simpati yang cukup besar
dari dalam diri Indah. Perasaan simpati itu lambat laun berubah menjadi rasa
suka dan rasa sayang yang membingungkan bagi diri Indah, namun sejauh ini
hubungan itu masih tetap terjaga dari perbuatan tercela, hal itu membuat Indah
semakin suka dan merasa nyaman bila berdekatan denganku, sehingga ada kerinduan
dalam diri Indah jika satu atau beberapa hari tidak bertemu denganku. Namun
demikian, Indah sendiri merasa bingung dan gundah dengan perasaannya pada
diriku.
Sedangkan aku merasa sangat
berbahagia dengan hubungan ini, walaupun hanya sebatas ngobrol didalam bis kota
yang hanya beberapa menit setiap hari, namun sanggup mengisi kekosongan jiwaku
selama ini.
Hubunganku dengan Indah semakin
akrab dan indah menurutku, kami bisa tertawa bersama, ngobrol ngalor-ngidul,
bahkan kepada hal-hal pribadi diriku. Namun ada satu masalah yang masih
mengganggu pikiranku, Indah selalu menghindar jika kutanyakan hal-hal pribadi dirinya
bahkan menolak dengan keras jika aku ingin ke rumahnya. Dia hanya berkata,
“Kang, Indah memiliki masalah yang sangat berat dan tiada seorangpun yang dapat
mengurangi beban berat ini. Indah mohon Akang bisa mengerti.”
Berkali-kali aku mendesaknya untuk
membantu meringankan bebannya, tapi setiap kali itu pula dia menolak dengan
keras, bahkan pernah mengancam untuk tidak usah bertemu lagi, jika aku tetap
memaksanya. Aku menyerah dan dalam hati aku berpikir biarlah keadaan tetap
seperti ini daripada tidak bisa lagi bertemu dengannya, sebab dengan keadaan
seperti inipun aku sudah merasa sangat bahagia dan tenang.
Sore ini telah masuk bulan
keempat perkenalanku dengan Indah, dan aku sangat gelisah, karena hujan turun
sejak siang dan sampai jam empat belum berhenti juga. Dan akhirnya kugunakan
mobilku menuju Matahari tempat kerja Indah. Di tempat kerja Indah, terlihat
olehku Indah sedang tertunduk ketakutan sedang dibentak dan dimarahi oleh
supervisornya, karena tanpa disengaja olehnya seorang pelanggan telah merusak
barang dagangan yang harganya cukup mahal, dan harus diganti oleh Indah.
Kutawar barang yang sudah rusak itu untuk kubeli dengan harga normal agar Indah
terhindar dari sanksi.
Supervisor menyetujuinya dan
akhirnya barang itu kubayar, kemudian Indah berkata padaku tanpa sepengetahuan
supervisornya. “Tunggu di depan ya, Kang, kita pulang bareng lagi.”
Aku mengangguk sambil membawa
barang yang kubeli.
Aku menunggu di depan dan hujan
masih turun dengan lebatnya. Tak lama kemudian Indah muncul dan berkata dengan
nada khawatir. “Waduh, gimana nich? Hujannya lebat banget. Kita tungguin aja ya,
Kang?”
Tapi aku mengajaknya ke tempat
parkir sambil berkata, “Kita pulang sekarang aja. Akang bawa mobil Boss kok.”
kemudian menuju tempat dimana BMW-ku kuparkir.
Indah berkata, ”Masa sich mobil
BMW Boss, Akang bawa-bawa terus.”
“Boss sedang Diklat di Preanger
selama 3 malam dan di karantina, sehingga nggak boleh kemana-mana, jadi selama
3 malam ini BMW ini boleh Akang bawa-bawa. “ kataku memberikan alasan membawa
BMW.
“Oh gitu…” kata Indah mengerti.
Di sepanjang jalan, Indah
meminta maaf telah merepotkanku sehingga harus mengganti barang yang rusak dan
dia berjanji akan mengganti uang yang kukeluarkan. Tapi aku menolaknya dan
berkata. “Nggak apa-apa, Ndah, nggak usah diganti. Kebetulan Akang dikasih tip
sama Boss cukup besar, jadi barangkali itu bukan rezeki Akang.”
“Walaupun bagaimana, Indah pasti
akan mengganti uang Akang.” katanya memaksa.
“Yah terserah Indah lah.” kataku
menyerah.
Setelah mobil tiba di mulut gang
menuju ke rumahnya, aku mengambil payung yang ada di dalam mobil dan berniat
untuk mengantarnya hingga ke rumahnya. Namun kembali dengan tegas dia menolak
keinginanku dengan berkata, “Kang, seperti yang pernah saya katakan, jika Akang
ingin kita terus bisa bertemu, Akang tidak boleh datang ke rumah saya sebelum
masalah berat yang saya hadapi dapat diselesaikan. Sekali lagi saya mohon
pengertian Akang. Payung ini saya pinjam dan besok saya kembalikan.” Kemudian
dia turun dari mobil dan berjalan meninggalkan diriku yang termangu kecewa.
Hari-hari berikutnya aktivitasku
dengan Indah berjalan seperti biasa, namun sekali-sekali aku membawa mobilku
dengan memberikan berbagai alasan padanya, bahkan Indah mulai bersedia kuajak
makan sebelum kuantar pulang ke depan gang rumahnya.
Pada hari suatu hari sabtu
sekitar jam 8 pagi, saat aku sedang membaca koran di ruang kerjaku, tiba-tiba
hp-ku bunyi dan betapa berbunga-bunganya hati ini ternyata yang menghubungiku
adalah Indah.
“Assalamu’alaikum, ada apa, ‘Ndah?”
sapaku.
“Wa’alaikum salam, Akang ada
waktu nggak?” balasnya.
“Lagi kosong nich.” jawabku
bersemangat. ”Kenapa?” lanjutku.
“Akang bisa ke sini, ke Matahari...”
Ucapannya belum selesai dan
langsung kupotong. “Ok. Tunggu 10 menit. Akang
kesana!” jawabku semangat, dan kututup hp dan bergegas menuju ke tempat dimana
mobilku diparkir.
Tak sampai 10 menit, aku sudah
tiba di Matahari dan menemuinya. Setelah bertemu, Indah menjelaskan.
“Seharusnya hari ini Indah masuk pagi, tapi teman Indah minta tukeran jadwal,
karena nanti malam ada acara yang sangat penting. Indah setuju karena ingin
membantu teman. Tapi sekarang Indah bingung, di rumah suntuk, sedangkan masuk
kerja nanti sekitar jam 3.30 sore. Gimana nich?”
“Kita jalan-jalan aja, kebetulan
Akang bawa mobil karena tadi pagi Akang baru mengantar boss ke Bandara, besok
pagi baru Akang jemput,” usulku.
“Jalan-jalan kemana, Kang?”
tanyanya ragu-ragu.
“Bagaimana kalau ke Tangkuban
Perahu, nanti sebelum jam 4 sore kita udah disini lagi.” usulku lagi.
“Bolehlah, Kang.” jawabnya
setuju. Lalu kami menuju ke mobilku berangkat ke arah utara kota Bandung.
Di tengah perjalanan kutanyakan
padanya kenapa suntuk di rumah dan dia tidak mau menunggu di rumah saja hingga
menjelang sore.
“Masalah yang dihadapi Indah makin
berat aja sehingga akan semakin suntuk kalo Indah pulang ke rumah. Indah pingin
ngobrol agar rasa suntuk ini berkurang.” jawabnya.
“Kenapa sich Indah tidak mau
ngasih tahu Akang tentang masalah yang sedang dihadapi? Mungkin Akang bisa
bantu meringankan.” tanyaku.
“Nanti pada waktunya akan Indah
terangkan dan rasanya sekarang Indah belum sanggup menjelaskan ke Akang, maaf
ya, Kang.”
Aku hanya menghela napas panjang
dan tak berani menanyakan lebih lanjut. Dan akhirnya ganti topik pembicaraan.
Sepanjang perjalanan hatiku
berbunga-bunga, karena baru kali ini aku bisa berlama-lama bersama dengannya
dan terlihat olehku, walaupun dari sorot matanya dia seperti memendam masalah
yang berat, namun tidak mampu menyembunyikan keanggunan dan kecantikan wajahnya.
Dadaku berdebar-debar keras, tapi aku sangat menikmati suasana debaran jantung
yang membuat napasku terasa berat dan sesak ini.
Kurang lebih 40 menit kemudian,
kami telah tiba di Tangkuban Perahu. Kuparkirkan mobilku tak jauh dari kawah
Ratu dan berjalan-jalan menikmati pemandangan indah kawah tersebut.
Terkadang tangannya kupegang
sehingga kami tampak bagaikan sepasang suami istri yang sedang berlibur. Kami
sangat menikmati suasana ini, dan tanpa kami sadari pegangan tangan kami
semakin erat mengalirkan getar-getar nikmat diseluruh peredaran darahku,
mungkin juga Indah merasakan hal yang sama denganku sebab seringkali tanganya
meremas-remas erat tanganku. Kami duduk di tempat yang memiliki view keindahan
kawah yang indah tersebut dan mengobrol sambil berpegangan tangan, hawa dingin
tangkuban perahu seolah tidak kami rasakan.
Karena saat itu adalah musim
hujan, maka langit mendung dan makin lama makin pekat menghitam seolah-olah
akan segera turun hujan. Namun kami yang sedang asyik ngobrol seolah tidak menghiraukan
keadaan cuaca tersebut. Sehingga akhirnya hujan turun dengan derasnya. Kami
tersentak dan langsung berlari menuju tempat berteduh, tetapi posisi kami
berada jauh dari kios-kios pedagang bahkan lebih dekat ke areal parkir, maka
kuputuskan untuk berteduh di dalam mobilku. Badan kami basah kuyup ketika kami
masuk ke dalam mobil karena cukup jauh kami kehujanan. Diluar, hujan semakin
lebat dan kami mulai kedinginan, karena mengenakan pakaian yang basah oleh air
hujan ditambah lagi dengan dinginnya hawa gunung Tangkuban Perahu.
Untuk mengurangi rasa dingin
dari bajuku yang basah, dengan meminta maaf padanya kubuka bajuku dan kuperas
bajuku agar seluruh air yang menempel dibajuku keluar lalu kuhanduki tubuhku
dengan handuk yang biasa aku bawa di dalam mobil. Indah memandang dadaku yang
telanjang, selintas kulihat ada tatapan kagum melihat tubuhku yang atletis. Dia
terpana melihat tubuhku yang basah kemudian tertunduk. Entah apa yang ada
dipikirannya
Aku kasihan melihat Indah
mengigil kedinginan, kutawarkan handuk untuk mengurangi basah ditubuhnya dan
kutawarkan pula jaket yang selalu ada didalam mobilku untuk dia kenakan. Indah menerima handuk
dan jaket yang kutawarkan, namun sejenak dia bingung. Aku paham yang
dibingungkannya, lalu berkata, “Ganti aja baju basahmu dengan jaket itu di jok
belakang. Aku tidak akan melihat pada saat kamu buka baju.”
Indah memandangku sejenak dan
karena rasa dingin semakin menusuk tulangnya maka dia berkata, “Awas lho… Akang
nggak boleh ngintip waktu Indah buka baju.“
Aku mengangguk, kemudian dia
beranjak ke jok belakang dan membuka baju basahnya untuk diganti dengan jaket
yang kuberikan. Dengan jantung yang berdebar kencang, aku berusaha untuk tidak
mengintip, tapi dari kaca spion yang ada di atas kaca depan, terlihat olehku
dia membuka baju basahnya dengan tergesa-gesa.
Napasku sesak dan jantungku
berdebar kencang, ketika dari kaca spion terlihat betapa putih dan mulusnya
tubuh gadis berjilbab itu. Dan Indah tidak sadar bahwa aku dapat melihat dia
bertelanjang dada, hanya tertutup oleh bh krem yang menopang buahdada yang
montok dan ranum serta jilbab basah yang menutupi kepalanya. Dengan perlahan
dia mulai mengeringkan badannya dengan handuk dan napasku semakin memburu dan
gairahku bangkit dengan cepat melihat pemandang indah itu.
Setelah badannya dirasakan cukup
kering, maka Indah mulai mengenakan jaket yang kuberikan sementara baju
basahnya dia peras dan digantungkan di jok depan menggantung ke belakang.
Kemudian berkata, “Sekarang sudah agak mendingan, tidak terlalu kedinginan
seperti tadi. Makasih, Kang.”
Aku tidak menjawab, hanya
membalikkan tubuhku ke belakang sehingga dapat menatap tubuhnya yang sudah
mengenakan jaketku, sementara jilbab dan rok panjang yang basah masih dia
kenakan.
Aku mengeluh dalam hati, Uhhh…
gadis ini memang luar biasa cantik. Menggunakan pakaian apa saja tetap saja
terlihat cantik. Aku terpana memandangnya tanpa berkata-kata membuat Indah malu
dan berkata, ”Ada apa sich, Kang, melihat Indah seperti ada yang aneh?”
“Ah nggak.” jawabku malu.
Sambil menunggu hujan yang kian
lebat, kami mengobrol banyak hal. Namun posisi tersebut membuatku kurang
nyaman, akhirnya aku melangkahi jok depan untuk pindah ke jok belakang. Indah
tidak protes ketika aku pindah ke jok belakang sehingga duduk kami berdampingan.
Hawa gunung tangkuban perahu yang dingin menusuk tulang ditambah lagi dengan
hujan lebat yang tak kunjung reda, membuat badannya menggigil kedinginan
apalagi aku yang pada saat itu sedang bertelanjang dada, sehingga tanpa kami
sadari duduk kami semakin rapat dan kedua tanganku memegang kedua tangannya
dengan erat untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk tulang.
Perlahan namun pasti, ada hawa
lain yang menyertai rasa dingin yang kami alami, yaitu suatu hawa yang membuat
peradaran darah kami mengalir dengan cepat disertai dengan getaran-getaran yang
mulai menghangatkan tubuh serta menarik kedua tubuh kami semakin rapat, tanpa
kami sadari napasku semakin memburu demikian juga deru napas Indah semakin
jelas terdengar. Dingin yang kurasakan semakin berkurang tergantikan dengan
dorongan gairah yang meronta-ronta. Aku tak tahu, apakah Indah juga merasakan
apa yang kurasakan saat ini.
Kepala kami, makin lama semakin
mendekat hingga suatu ketika kulihat dengan napas yang terengah-engah Indah
menutup matanya dengan mulut yang sedikit terbuka. Tiba-tiba ada dorongan yang
sangat kuat dalam diriku untuk mengecup bibir sensual yang menantang tersebut.
Pertemuan bibir itu terasa kaku, namun hanya beberapa detik dilanjutkan dengan
hisapan-hisapan yang membuat perasaanku melayang-layang, beberapa detik
kemudian Indah mulai membalas hisapan bibirku dengan gairah yang sama, sehingga
kedua bibir kami saling hisap dan saling kecup. Gairahku semakin meninggi dan
tubuhku mulai terasa panas menggantikan dingin yang tadi kurasakan.
Indahpun semakin bergairah
menciumku dan lidahnya mulai menerobos mulutku sehingga kedua lidah kami saling
bertemu dan saling menjilat. Ciuman itu semakin panas, kedua napas kami semakin
terengah-engah didorong oleh nafsu yang semakin menggebu, tanpa kami sadari
tanganku telah memeluk tubuhnya dengan sangat erat demikian juga Indah,
tangannya memeluk, membelai dan mengusap punggungku yang telanjang.
Tiba-tiba, dengan napas yang
masih terengah-engah. Indah melepaskan pelukanku dan mendorong tubuhku serta
berkata, ”Apa yang kita lakukan, Kang? Ini tidak boleh terjadi, tidak boleh.”
katanya terbata-bata seperti ketakutan.
Aku terkejut dan menghentikan
cumbuanku. Aku tidak ingin memaksakan gairahku padanya, takut hal itu menyakiti
hatinya, karena Aku mencintai Indah sejak pertama kali bertemu. Dengan nafas
yang masih memburu, aku berkata, “Tahukah, Ndah? Bahwa Akang sudah jatuh cinta
ke Indah sejak pertama kali melihat Indah mentertawakan kelakuan Akang di halte
bis 4 bulan yang lalu. Oleh sebab itu akang selalu ingin bertemu dengan Indah.”
“Indah juga suka ke Akang… dan
Indah tahu bahwa Akang suka ke Indah, tapi Indah takut, Akang akan kecewa. Indah
tidak pantas dicintai oleh Akang.” setelah berkata demikian, Indah menangis
tersedu-sedu seperti ingin menumpahkan segala beban yang dideritanya.
Aku terkejut dengan perkataannya
dan berkata dengan suara bergetar “Apanya yang tidak pantas, apa karena Akang
hanya seorang supir sehingga Indah merasa tidak pantas?”
Indah terkejut mendengar
ucapanku dan memelukku serta merebahkan kepalanya di dadaku sambil berkata, ”Bukan.
Bukan itu. Ohhh, kenapa jadi begini?” terlihat Indah sangat bingung dan kembali
menangis bahkan lebih tersedu-sedu.
Aku semakin heran dan bingung,
sambil mengelus-elus jilbabnya aku berkata dengan lembut “Kalau gitu, apa dong?”
tanyaku sambil terus membelai-belai kepalanya yang terhalang jilbab agar dia
merasa aman dan nyaman.
Lama Indah tidak menjawab
pertanyaanku, dia hanya sesenggukan di dadaku. Tak lama kemudian dengan suara
bergetar dia berkata. “Indah suka ke Akang, Indah juga ingin selalu bertemu
dengan Akang, dan Indah merasa aman dan nyaman berdekatan dengan Akang, tapi…”
“Tapi apa, Ndah?” tanyaku
memaksa.
“Saya mohon, Akang jangan
memaksa, yang penting Akang sudah tahu… Indah suka ke Akang dan selalu
merindukan Akang.” katanya lagi sambil menyusupkan kepalanya di dadaku. Aku
tidak mau memaksanya lebih lanjut, yang penting saat ini aku sudah tahu bahwa
Indah ternyata suka padaku dan selalu merindukanku. Dan hal itu merupakan jawaban
yang cukup membahagiakan bagi diriku. Maka aku memeluknya semakin erat.
Lambat laun gairahku dan
gairahnya mulai bangkit melawan hawa dingin yang kembali menyerang kami. Aku
mulai mencium kepalanya, bergeser ke kening, Indah memejamkan matanya dan napasnya
semakin memburu.
Kuciumi matanya yang kiri dan
kanan, dan nampaknya Indah menikmati apa yang kulakukan. Kugeser lagi bibirku
hingga mencium pipinya yang kiri dan kanan hingga akhirnya mulut Indah terbuka
sambil memejamkan mata. Kusambut bibir indah yang terbuka itu dan langsung
kuhisap dan kujulurkan lidahku untuk menjilati bibir dan bagian dalam mulut.
Diluar dugaanku, Indah menyambut ciumanku kali ini dengan hangat dan lebih
bergairah, dengan napas terengah-engah penuh gairah, bibir Indah balas menghisap
dan menjilat bibirku, kedua tangannya merayap membelai punggung dan dadaku.
Kembali badanku melayang
diombang ambing oleh kenikmatan percumbuan ini. Secara perlahan, sambil
berciuman dengan penuh gairah tangan kananku menarik sleting jaket yang menutupi
dadanya, tangannya menahan dengan ragu tanganku, namun tidak ada penolakan yang
berarti ketika tanganku terus bergerak menarik sleting hingga kebawah, tanganku
mulai merayap mengusap kulit perut yang halus dan ramping, tanganku terus
bergerak ke atas hingga mengusap dan membelai dada yang tak tertutup bh.
“Uhhh… euh…” Indah melenguh
disela-sela ciumanku merasakan nikmat ketika dia rasakan telapak tanganku
meremas buah dadanya dengan penuh gairah dari balik bh-nya.
Lenguhan itu membuat gairahku
semakin terpompa, kembali kuremas buah dada itu. “Uuh… oohhh...” kembali dia
mengeluh. Rasa dingin sudah tak kurasakan lagi tergantikan oleh hawa panas yang
keluar dari dalam tubuh kami. Tanganku merayap kepunggung dan menarik pengait
bh hingga terlepas, kemudian menarik bh itu ke atas hingga buah dadanya putih,
mulus dan montok terpanpang jelas didepan mataku. Mataku nanar memandang
keindahan itu, dan napasku semakin sesak dihimpit oleh gairah yang semakin
menggebu.
Tangan kananku meremas-remas
buah dada indah itu dengan penuh nafsu. ”Uhhh… Ohhh…” kembali Indah melenguh
nikmat sambil mendongakkan kepala. Mulut turun kebawah menyusuri dagu, kemudian
leher yang masih tertutup jilbab, lalu ke dadanya yang putih mulus, kukecup,
kuhisap dan kujilat permukaan dada itu, kembali Indah melenguh. ”Ouh… Kang… ouh…”
Bibirku semakin mengulas menuju
buah dada yang montok sekal menggemaskan, Indah semakin mengerang nikmat.
Hingga akhirnya bibirku menghisap dan menjilat-jilat putting susunya yang
menonjol keras, Tubuh Indah semakin bergetar dan erangan nikmatnya semakin
nyaring ketika lidahku menjilati dan memilin putting susu yang semakin keras
menjulang. Sambil lidahku mempermainkan putting susunya, kedua tanganku
berusaha mencopot rok basah yang masih dikenakan Indah. Kembali tangan Indah
menahan ragu, tapi nampaknya gairah nafsu sudah membakar tubuhnya, sehingga
tangan itu membiarkan ketika tanganku mulai menarik rok panjang tersebut,
bahkan pantatnya diangkat turut membantu agar rok tersebut dapat lepas dengan
mudah dari tubuhnya.
Kembali tanganku merasakan
permukaan paha yang sangat lembut dan halus, kemudian kubelai kemulusan paha
Indah yang kiri dan kanan secara bergantian, gairah Indah semakin meninggi dan
dirinya semakin merasa melayang dibuai nikmat. Dan tiba-tiba badannya bergetar
keras dan dari mulutnya keluar erangan nikmat yang cukup panjang ketika
tanganku menggesek-gesek vaginanya dari balik Cd yang ia kenakan. “Euuuhhhhh… euhhhhhhhh…
auhhh… auh…” Permukaan cd itu semakin basah oleh cairan gairah yang keluar dari
vaginanya, ketika tanganku berusaha menarik cd yang ia kenakan, kali ini tidak
ada lagi penolakan, bahkan tangannya membantu melepaskan cd tersebut.
Tangan kananku langsung aktif
membelai dan menekan-nekan vagina Indah yang semakin basah. Dan erangan nikmat
semakin nyaring terdengar dan tak putus-putus, hingga akhirnya badannya
melonjak-lonjak keras disertai dengan teriakan-teriakan nikmat ketika jari
tengahku mengocok-ngocok liang vagina yang licin namun sempit memijit dan
mengurut-ngurut jari tengahku yang berada di dalam liang vaginanya. Jari
tengahku semakin semangat mengocok, memutar dan mengait-ngait seluruh ruangan
di liang vagina yang dapat dicapai oleh jariku.
Mata Indah semakin mendelik, dan
napasnya semakin terengah-engah seperti kehabisan napas disertai dengan
teriakan-teriakan nikmat yang tiada henti. “Auh… Kang… auh… euhhh... auww…
oohhhh...”
Tanganku semakin lincah
mengexploitasi setiap relung vagina Indah sedangkan bibirku semakin bernafsu
menghisap, menjilat serta memilin-milin putting susu yang luar biasa indahnya.
Tubuh Indah semakin berkelojotan menahan nikmat yang kuberikan, hingga akhirnya
kelojotan itu semakin keras dan semakin keras diakhiri dengan teriakan panjang
tercekik.
”Aaaaaakkkhhhhhhhssss…” badannya
melenting kaku, kepala terdongak dan mata terbeliak, lalu terjadi perut dan
pantatnya berkedut-kedut keras serta jari tengahku seperti dipijit, diremas dan
duhisap-hisap dengan sangat keras. Setelah itu badannya terhempas lemah di
sandaran jok belakang mobil dengan napas yang tersengal-sengal dan mata yang
terpejam serta bibir yang menampakkan seulas senyum rasa puas yang teramat
sangat.
Kucabut jariku tengahku dari liang vaginanya yang semakin banjir
kurasakan, tanpa keraguan sedikitpun kujilati jariku yang basah oleh lendir
kenikmatan dari vagina Indah.
Indah memandang apa yang kulakukan, dengan lemah tangannya menarik jari
tengah yang sedang kujilati lalu dia menjilati dan menghisap jari tengahku
seperti orang yang makan permen lolipop dengan nikmatnya dengan napas yang masih
terengah-engah kecapaian..
Cukup lama Indah menghisap dan menjilati jari tanganku hingga
perlahan-lahan gairahnya bangkit kembali, hal ini terasa dengan napasnya yang
kembali memburu dan Indah mulai menjilati dada dan putting susuku. Aku melayang
diperlakukan seperti itu, kemudian tangannya berusaha membuka celana panjangku,
kubantu melepaskan celana panjang sekaligus dengan cd yang kukenakan. Indah
terpana memandang penisku yang menjulang tegang dan keras.
Kakinya melangkahi pinggulku, sambil mencium bibirku dengan sangat
bergairah, tangannya memegang penisku dan mengarahkan kepala penisku tepat
dimulut liang vagina yang licin dan basah.
Blesss…. Perlahan-lahan penisku
menembus vaginanya, sangat perlahan karena sangat sempit walaupun sangat basah
dan licin.. Seeerrrr rasa nikmat menjalar dengan cepat ke seluruh peredaran
darahku membuat mataku terbeliak menahan nikmat. Indah semakin menekan
pantatnya dalam-dalam hingga seluruh batang penisku ditelan oleh vaginannya
yang sempit menjepit dan menghisap-hisap penisku.
“Uhh…” aku mengeluh nikmat,
vagina Indah terus-menerus memijit dan menghisap penisku mendatangkan nikmat
yang tiada henti sehingga aku terus menerus mengerang nikmat. Gerakan Indah
makin lama semakin cepat, dan vaginanyapun semakin keras menghisap-hisap
penisku. Kepala Indah terdongak kebelakang sambil mengerang nikmat, kedua
tangannya merengkuh bahuku dan gerakannya semakin liar tak terkendali.
Akhirnya badannya melenting kaku
dan mulutnya melepaskan teriakan panjang melepas nikmat. “Aaaaakkkkkkkhhhhss….”
Kemudian tubuhnya ambruk menindih dada dan bahuku. Sedangkan penisku merasa
nikmat yang teramat sangat karena vagina Indah memijit, meremas dan menghisap
dengan keras pada saat dia mencapai puncak.
Aku merasa orgasmeku akan
datang, oleh sebab itu kubaringkan dia dijok mobil dan kubuka paha dan kuangkat
betisnya dan blesss…! Kembali penisku menerobos liang vagina yang makin basah
dan licin, tapi anehnya tetap sempit menjepit nikmat batang penisku. Aku mulai
mengocok penisku keluar masuk liang vaginanya. Gairah Indah bangkit kembali dan
mengimbangi gerakanku sehingga rasa nikmat semakin cepat menjalar disekujur
tubuhku.
Gerakan tubuhku semakin
menghentak-hentak keras tak terkendali disambut dengan hentakan yang tak kalah
kerasnya dari tubuh Indah, hingga akhirnya aku merasa ada gelombang yang sangat
besar mengalir dari pangkal penisku dan badanku melenting kaku. “Akkkhhhh… “
aku menjerit melepas nikmat. Cretttt… Cretttt… Cretttt…!!! sperma kentalku
terpancar dengan keras di dalam vagina Indah.
Dan seperti terpicu oleh
semprotan spermaku, tubuh Indahpun kembali melenting sambil menjerit melepas
nikmat dan terjadi pada tubuh Indah sehingga vaginanya kembali meremas, memijit
dan menghisap-hisap penisku dengan kerasnya. Aku merasa seolah-olah vaginanya
menyedot habis seluruh cadangan sperma yang ada di penisku, hingga akhirnya aku
ambruk menindih tubuh Indah yang basah oleh keringat.
Aku bangkit dari atas tubuh
Indah dan menyandar pada sandaran jok, sambil mengatur napas yang
terengah-engah. Selama beberapa menit kami terdiam menikmati sisa-sisa nikmat
yang masih terasa dan memulihkan napas yang secara perlahan-laha mulai teratur
kembali. Walaupun di luar hujan masih sangat lebat, namun saat itu kami sudah
tidak merasa dingin lagi, bahkan kami merasa kegerahan.
Setelah kesadaran kami pulih,
tiba-tiba Indah menjerit tertahan sambil menutup buah dadanya dengan jaket yang
masih dikenakannya “Aahhh…!!!” Dan tangannya yang lain berusaha menutup
vaginanya serta merapatkan kaki.
“Ada apa, sayang?” tanyaku heran.
Indah tidak menjawab, hanya
dengan tergesa-gesa ia mengenakan Cd dan rok panjang yang masih basah oleh air
hujan, kemudian dia berkata. “Ohhh, seharusnya hal ini tidak boleh terjadi,
maafkan aku… maafkan aku.” terus menangis sesenggukan.
Aku bingung dengan apa yang
dipikirkannya dan tak sanggup berkata-kata, kemudian aku berusaha membelainya
di bergeser menjauh sambil tetap sesenggukan, akhirnya kudiamkan dirinya
melepaskan tangis sedangkan aku berdiam diri melamun bingung.
Akhirnya kuputuskan untuk
kembali ke tempat kerjanya karena waktu telah menunjukkan jam 13.30. Sepanjang
perjalananan pulang kami lebih sering membisu dan terasa sangat kaku. Hingga
sampai di tempat kerjanya, Indah lebih sering diam membisu dengan wajah yang
menampakkan setumpuk kegundahan.
***
Beberapa hari setelah kejadian
mengesankan di Tangkuban Perahu, Indah seperti yang menghindar dariku,
berkali-kali kujemput, tidak pernah mau menemuiku.
Hal itu membuatku gelisah tak
menentu. Aku menjadi kelimpungan dibuatnya. Di kantor aku menjadi mudah marah,
hampir semua anak buahku kumarahi jika mereka berbuat kesalahan walaupun
kesalahan yang sepele. Perubahan sikapku ini membuat aneh anak buahku, tapi
mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Kegelisahanku demikian memuncak,
sehingga kuputuskan untuk mendatangi rumahnya dan aku mulai mencari informasi
dimana alamat rumahnya pada teman sepekerjaannya. Namun baru saja aku bertanya
pada teman sepekerjaannya, Indah datang menemuiku dan berkata, “Kang, kita
harus bicara!”
“Kapan?” tanyaku pula.
“Nanti, setelah pulang kerja.”
jawabnya.
Masa penantian yang hanya 1 jam
saja, terasa bagaikan bertahun-tahun, sehingga akhirnya masa penantian itupun
berakhir. Indah keluar menghampiriku. “Yuk, Kang!” katanya.
“Mau kemana kita?” tanyaku.
“Kemana aja, yang penting kita
bisa ngobrol.” sahutnya.
“Bagaimana kalo kita ke ‘Tea
House’ Dago?” usulku.
“Terserah Akang!” jawabnya lagi.
Akhirnya aku membawanya ke Tea
House, yaitu suatu tempat makan atau minum di daerah Dago Utara dengan suasana
yang sangat nyaman dan indah. Setelah tiba, kami masuk ke saung-saung yang
tersedia dan memesan manakan dan minuman ringan.
“Kenapa sich, Indah susah
ditemui akhir-akhir ini. Lagi ngambek yah ke Akang?” tanyaku memecah kebisuan.
“Maafkan Indah, Kang! Akang
tidak salah. Indah sengaja menjauhi Akang, karena Indah takut terlalu dalam
mencintai Akang.“ jawabnya dengan nada perlahan penuh kesedihan.
“Mengapa Indah takut mencintai
Akang? Bukankah Indah juga tahu bahwa Akang sangat mencintai Indah ? Bahkan
Akang merasa sangat bahagia kalau tahu Indah begitu dalam mencintai diri Akang.”
jawabku sambil tersenyum dan meraih pundaknya dan mendekapnya.
Indah membiarkan tubuhnya
direngkuh olehku dan meletakkan kepalanya di dadaku, melepaskan kerinduan yang
selama ini dia rasakan. Kemudian berkata, “Tapi, tetap saja Indah merasa takut.
Karena semakin lama, Indah makin mencintai Akang. Dan ini sebenarnya tidak
boleh.” katanya pelan.
“Udahlah, nggak perlu takut. Bukankah
Indah pernah bilang, kita jalani aja hubungan seperti ini, Akang tidak akan
mendatangi rumah Indah dan bertanya tentang pribadi Indah, kalau Indah tidak
mengijinkan. Percayalah, Ndah! Akang cukup bahagia dengan keadaan seperti ini,
walaupun terasa janggal. Akang akan menunggu keikhlasan Indah untuk hal-hal
yang lebih lanjut.” kata-kataku meluncur menenangkan dirinya sambil mengecup
keningnya dengan penuh rasa cinta.
Cinta?
Ya, aku merasa bahwa aku sangat
mencintainya, dan aku akan melakukan apa saja untuk kebahagiaannya, walaupun
aku belum tahu siapa dia sebenarnya.
Selanjutnya, obrolan diisi
dengan curahan rasa cinta masing-masing diselingi kecupan mesra. Aku
benar-benar merasa bahagia saat itu, demikian juga nampaknya dengan Indah.
Wajahnya bersinar semakin cantik dan anggun, dia selalu tersenyum manis setiap kali
bicara, dan bibirnya begitu menggoda setiap kali dia bicara, sehingga
berkali-kali kukecup bibirnya dengan gemas. Dan nampaknya Indah begitu bangga
dan bahagia menerima perlakuanku tersebut.
Tak terasa waktu telah memasuki
waktu magrib, maka kami segera pulang. Dan seperti biasa aku mengantarnya
sampai depan gang rumahnya.
***
Selanjutnya hari-hariku kembali
ceria dan tidak ngambek-ngambek lagi di kantor, dan perubahan ini tentu saja
menggembirakan anak buahku, sehingga semangat kerja mereka muncul kembali.
Dua minggu setelah peristiwa di
Tangkuban Perahu, aku mengajaknya jalan-jalan pada hari dimana dia OFF. Saat
itu aku mengajaknya menikmati keindahan situ Cileunca di daerah Pangalengan –
Bandung Selatan. Kami ketemuan di depan tempat dia kerja. Sebelum menemuinya
aku ke kantor terlebih dahulu dan mendelegasikan semua pekerjaan kepada anak
buahku. Kemudian
aku menjemputnya sekitar jam 09.30 dengan menggunakan sepeda motor inventaris
kantor.
Sepanjang perjalanan, dia
mendekapku dengan mesra dari belakang, desiran darahku membuat perasaanku
melayang ketika kurasakan punggungku dihimpit oleh buah dadanya yang montok.
Kurasakan perjalanan Bandung – Pangalengan demikian singkat, karena tanpa
terasa kami sudah tiba di Situ Cileunca.
Kami menikmati keindahan alam
situ Cileunca sambil bergandengan tangan dengan mesra bagaikan pasangan suami
istri yang sedang dalam masa bulan madu, naik perahu, jalan-jalan diantara
kebun teh dan bercanda tawa selama menikmati keindahan alam ini.
Mendekati tengah hari aku mengajak
Indah ke villa milikku yang berada di daerah tersebut, kusebutkan bahwa aku
udah janjian untuk mengunjungi teman di daerah tersebut. Indah mengikuti saja
kemana aku ajak, karena dia benar-benar menikmati dan merasa bahagia dengan
kebersamaannya denganku saat itu.
Ketika tiba di depan gerbang
villa, aku langsung menghubungi penjaga villa dan kubisikan agar ia
bersandiwara seolah-olah aku adalah teman dari si pemilik villa dan memberikan
sejumlah uang untuk menyiapkan makanan dan minuman. Penjaga villaku cepat
tanggap akan situasi yang kuinginkan.
Dia berkata padaku dihadapan
Indah. “Wah sayang, Pak Agus! Pak Dedi pergi ke Majalaya dan pulangnya besok,
tapi beliau berpesan bahwa kalo Pak Agus datang disuruh istirahat aja dulu.”
“Wah, gimana nich, Ndah? Temanku
pergi, tapi kita istirahat aja dulu yach?” kataku pada Indah.
Indah hanya mengangguk setuju.
Kami pun masuk ke villa tersebut diantar oleh penjaga villa tersebut. Dan tak lama kemudian
istri penjaga villa menyuguhkan makanan dan minuman yang masih hangat, kemudian
mempersilahkan kami menikmati hidangan tersebut sementara mereka kembali ke
rumahnya meninggalkan kami berdua. Tapi sebelum meninggalkan kami, penjaga
villa tersebut berkata, “Kalo perlu apa-apa, hubungi mamang aja ke rumah, Mamang
pamit dulu!”
“Terima kasih, Mang!” kataku.
Sepeninggal mereka, Kamipun
menikmati hidangan tersebut dengan lahap. Dan dilanjutkan dengan
obrolan-obrolan ringan tentang komentar kami akan keindahan alam di sekitar
situ cileunca dan juga tentang nikmatnya masakan khas daerah tersebut yang baru
saja kami nikmati.
Setelah dirasakan cukup rileks,
kami menuju balkon yang terletak di lantai 2 dan memiliki view situ cileunca
dari kejauhan, sehingga terlihat keindahan situ cileunca yang dikelilingi oleh
perkebunan dan gunung-gunung. Kami duduk berdampingan di kursi panjang, tangan
kananku memeluk pundaknya, sedangkan kepala Indah disandarkan ke pundakku.
“Ndah, betapa bahagianya Akang
saat ini, apakah Indah merasakan hal yang sama seperti Akang?” tanyaku sambil
mengecup keningnya
“Kebahagiaan Indah sukar
diucapkan dengan kata-kata, Kang. Pokoknya mah banget.” jawab Indah sambil
wajahnya menoleh terhadapku. Bibirnya mencari bibirku dan memberikan ciuman yang
hangat penuh rasa cinta padaku. Aku membalas ciumannya, dengan menghisap dan
mengecup bibir tipisnya yang menggemaskan. Cukup lama bibir kami saling
mengecup dan menghisap, sampai akhirnya Indah berusaha melepaskan ciuman
tersebut karena kehabisan napas.
Tanpa kami sadari napas kami
sudah tersengal-sengal dipacu oleh nafsu birahi yang mulai merasuki diri kami.
Sehingga tak lama kemudian kami berciuman kembali, namun kali ini, ciuman yang
terjadi adalah ciuman yang sudah dirasuki oleh nafsu birahi sehingga terasa
begitu panas bergelora dengan napas yang terengah-engah.
Rangsangan yang kurasakan
semakin tinggi, dan kubisikan padanya. “Ke kamar, yuk!”
Indah menatapku penuh harap dan
mengangguk lemah. Aku berdiri dan menuntunnya untuk menuju kamar. Sesampainya
di kamar, aku mengajaknya duduk di pinggir tempat tidur, kemudian kembali
berciuman, dan ciuman kali ini jauh lebih bergelora dibandingkan dengan yang
tadi kami lakukan, sambil berciuman dan mempermainkan lidah, tangan kananku
mulai meremas buahdadanya yang montok dari balik bajunya.
Ciumannya terlepas dan terdengar
erangan nikmat dari bibirnya dengan mata yang terpejam rapat. “Euhhh… Uuhhhh…“ Erangan
yang keluar dari bibirnya yang tipis memberikan rangsangan yang semakin tinggi
bagiku, napasku semakin menggebu demikian juga dengan napasnya, helaan napas
kami bagaikan sedang berpacu, saling menghela dengan terengah-engah. Tubuh kami
terasa panas, mengalahkan hawa dingin pegunungan daerah Pangalengan.
Jilbab yang dikenakannya kusut
masai, maka secara perlahan kulepas jilbab tersebut, Indah hanya diam saat
jilbabnya terlepas dan kulemparkan ke bawah tempat tidur, lalu kuciumi lehernya
yang jenjang dan menggairahkan. Indah menggelinjang dan terdongak sehingga
lehernya semakin terbuka dan kuhisap-hisap penuh nafsu, mata Indah terpejam
menikmati rangsangan yang kuberikan.
Secara perlahan, aku mulai
berusaha melepaskan gaun yang dikenakannya. Indah membantu melepaskan gaun
tersebut terlepas dari tubuhnya. Mataku berbinar dan terpana menatap tubuh
mulus dan halus dari bagian atas tubuh Indah yang terbuka dan hanya secarik bh
krem yang menutupi buahdadanya yang montok.
Kuciumi dan kujilati perut Indah
yang rata dan halus bagai porselen. Setiap kukecup dan kujilati permukaan perut
Indah, terlihat otot-otot perutnya tergetar seolah teraliri oleh arus nikmat
menjalar ke seluruh tubuhnya. Indahpun semakin mengerang nikmat sambil
menggeliat. “Uhhh… ouuhhhh… Kang… Kang… ouhhh…!”
Erangan nikmat itu semakin
merangsang diriku, dan tanganku berusaha melepaskan bh krem yang menghalangi
keindahan buahdadanya. Begitu terlepas, kedua tanganku langsung meremas-remas
buahdada yang montok itu. Indah semakin menggelinjang nikmat dan mengerang
semakin keras. “Ouh… Kang… Ouh… Kang…“ Kepalanya terdongak dengan mata terpejam
dan tubuh yang melenting serta kedua tangan yang bergerak kesana-kemari mencari
pegangan dan akhirnya meremas sprey dengan sangat kuat hingga urat-uratnya
menonjol.
Lidahku terus mengulas permukaan
perutnya yang halus bak pualam, sementara Indah terus menerus mengerang dan
meregang dan napas yang tersengal-sengal. Dengan penuh nafsu lidahku merayap ke
atas, kearah buah dadanya yang montok. Indah semakin mengerang, “Ouhh…!“
tubuhnya semakin menggeliat, putting susunya menonjol keras dan runcing.
Jari-jari tangan kananku
memilin-milin putting susu sebelah kiri, tubuh Indah semakin bergetar dengan
erangan yang semakin bergemuruh. “Euhhh… Ouh…
kang… kang…”
Lidahku menghisap dan mengecup permukaan buah dada di sekitar putting
susu yang semakin menonjol, geliat tubuh Indah semakin keras dan menggeliat
dengan erangan nikmat yang tak terputus-putus serta napas yang semakin
tersengal. Dan akhirnya lidah dan bibirku mulai mengecup dan menghisap putting
susu yang semakin menonjol, tubuh Indah semakin melenting dan cengkraman
jari-jari tangannya pada sprey semakin kuat menahan rasa nikmat yang tak
terperi, kepalanya terdongak semakin dalam. “Auh… Ahhh… Kang…”
Napasku semakin terengah-engah terdorong oleh nafsu yang semakin
menggebu, kedua tanganku mulai melolosi rok panjang dan cd yang dikenakannya.
Pantat Indah terangkat memudahkan tanganku melepaskan sisa pakaian yang
menempel pada tubuhnya. Napasku semakin tersengal-sengal dengan pandangan mata
yang semakin nanar, terpukau oleh kemulusan dan keindahan tubuh bugil Indah
yang semakin memompa gairahku
“Ohhh… “ mulutku berguman kagum akan keindahan ini. Tanpa ragu wajahku
langsung mengarah ke selangkangan Indah dan dengan penuh nafsu aku menjilati
dan mengecup vagina Indah yang ditutupi oleh jembut yang halus dan
menggairahkan.
Tubuh Indah bergetar keras
seperti teraliri listrik ribuan volt dengan tubuh yang melenting kaku dan
jeritan keras. “Akkkkhhhs…” Begitu lidahku menyusuri lipatan vaginanya yang
bahsah dan harum menggairahkan. Setiap lidahku menyusuri lipatan vagina dan
berhenti di klitoris yang menonjol keras, tubuh bergetar dan mengeliat serta
mengerang cukup keras, “Akkhhhsssss…”
Dengan cepat dan penuh gairah,
lidahku kukorek-korekan ke dalam liang vagina Indah yang terasa asin dan gurih.
Kedua kaki Indah menghentak-hentak dan tubuh menggeliat serta kepala yang
semakin terdongak, hingga akhirnya tubuh Indah melenting kaku bagaikan ulat
yang tertusuk duri diserta jeritan nikmat yang sangat panjang dengan napas yang
tercekik. “Aaaaaaakkkkkkhhhhhsssss…!!!”
Lidahku terasa bagaikan dijepit oleh dinding-dinding vagina yang
berkontrkasi sangat kuat, dan akhirnya tubuh Indah terhempas bagaikan layangan
putus, deru napasnya tersengal-sengal seperti kehabisan napas lalu terkulai
lemas. “Ouhhhh… Kang, nikmat banget… ouhhh…” katanya sambil menghembuskan napas
panjang penuh kepuasan.
Pakaian yang kukenakan basah kuyup oleh keringat yang mengucur deras
dari seluruh pori-poriku. Kulepaskan seluruh pakaian yang kukenakan, sementara
Indah masih terbaring lemah sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang
baru diraihnya.
Setelah tubuhku bugil, kembali aku merangkak mendekati tubuh Indah yang
tergolek lemah. Lalu kukecup bibirnya dengan mesra, Indah menyambut kecupanku.
Kuhisap bibir indah tersebut, Indah balas menghisap dan akhirnya lidahku
kumainkan untuk menjilat bibir Indah dan berusaha memasuki rongga mulutnya.
Indah membalas ciumanku dengan gairah yang mulai bangkit kembali, tangannya
merengkus tengkukku agar ciuman kami semakin rapat. Akhirnya tubuhku menindih
tubuhnya dan bergumul dengan nafsu yang menggebu-gebu. Batang penisku yang
tegang dan keras menganjal permukaan vaginanya, membuat gairah Indah semakin
tinggi dengan deru napas yang semakin cepat.
Tiba-tiba Indah menggulingkan tubuhnya sehingga dia berada diatas
tubuhku dan mulai mengambil inisiatif untuk merangsangku. Dia menciumi pipi,
leher, dada, menghisap-hisap putting susuku baik yang kiri maupun yang kanan
membuat tubuhku menggelinjang dilanda rangsangan yang sangat tinggi. Dan Indah
semakin bergairah melihat mataku terpejam-pejam menahan nikmat. Ciumannya
pindah ke perut dan terus turun ke bawah hingga akhirnya mata Indah terlihat
nanar penuh gairah memandang batang penisku yang mengacung tegak menjulang, dan
“Ouhh…” tanpa sadar erangan nikmat keluar dari mulutku ketika kurasakan Indah
mulai memasukan batang penisku ke dalam mulutnya.
Kepala Indah berputar-putar agar batang penisku mengocok-ngocok rongga
mulutnya, tubuhku semakin menggeliat menahan nikmat dan mulutku hanya sanggup
mengeluarkan keluhan nikmat terputus-putus. “Ouhhh… Ndah… Ouhhh… eeennnak…
ohhh…”
Indah semakin bergairah bisa memberikan kenikmatan padaku, lidah tidak
tinggal diam, dia gunakan untuk menjilati kepala penisku, aku semakin melayang,
penisku semakin bengkak dan keras.
Gairah Indah sudah tak
tertahankan lagi, karena vagina mulai terasa sangat basah, berkedut dan gatal.
Dia menghentikan kegiatannya mengulum batang penisku, Dia merangkak menghadapku
dan menempatkan vagina tepat diatas batang penisku yang mengacung semakin
keras, tangan kanannya menggenggam batang penisku dan mengarahkan agar kepala penisku
tepat berada di liang vaginanya yang semakin berdenyut gatal, lalu… Blessshh!!!
“Ooouuhhhh…” Rasa nikmat
menjalar dari syarat nikmat yang terdapat dipermukaan kepala dan batang
penisku, ketika Indah menurunkan pantatnya perlahan. Kepala penisku menyeruak
dan menyusuri lorong nikmat dari liang vagina Indah yang basah, licin dan
berdenyut-denyut serta meremas-remas nikmat.
“Ouhhh… Kang…” Indah pun
mengerang ketika rasa nikmat menderanya, ketika dia merasakan batang penisku
mulai memasuki liang vaginanya. Gerakan menekan pantatnya demikian perlahan,
sehingga rasa nikmat yang kurasakan terasa lama dan sensasional dan akhirnya
terhenti setelah seluruh batang penisku amblas hingga ke pangkalnya dan
selangkangan kami menempel sangat rapat. Indah menekan pantatnya sangat kuat
sambil mendongakkan kepala menahan nikmat yang menderanya, kedua tangannya
mencengkram kuat dadaku.
Lalu pinggul dan pantatnya mulai
bergerak keatas-kebawah sehingga batang penisku mengocok-ngocok liang vaginana,
erangan nikmat keluar dari mulut kami sahut menyahut. Indah semakin cepat
menggerakan pantatnya, terkadang bergerak memutar sehingga kurasakan batang
penisku seperti dipelintir dan akupun melotot sambil mengerang nikmat. “Ouhhh…
Ouhhh…“
Sementara itu, gerakan Indah
semakin cepat dengan kepala terdongak kebelakang dan mengerang dengan mata
terpejam. Buahdadanya berguncang-guncang indah, dengan nafsu yang tak pernah
surut kedua tanganku menjulur dan mulai meremas-remas buahdada montok itu,
Indah semakin terdongak dan melonjak-lonjak nikmat disertai dengan lenguhan dan
erangan yang semakin keras.
Gerakan pinggul Indah semakin
cepat tak terkendali dan kejang-kejang, hingga akhirnya tubuhnya melenting
kaku, dengan kepala terdongak ke belakang, kuku-kuku jarinya mencengkram erat
dadaku dan, “Aaaa… aakkkkkkhhhsssss…” Jeritan panjang keluar dari mulut Indah,
selama beberapa detik tubuhnya kaku seperti itu dan akhir tubuhnya terhempas,
melayang dan ambruk menindih tubuhku dengan napas yang tersengal-sengal seperti
kehabisan napas.
Sementara itu penisku seperti
diremas dan dijepit dengan sangat kuat membuat akupun melayang nikmat. Tubuh
kami yang berpelukan, basah oleh keringat yang mengucur deras. Sementara itu
penisku masih menancap dengan kokohnya di dalam liang vagina Indah.
Kugulingkan tubuhku sehingga
tubuhku diatas tubuhnya dengan batang penis yang tetap menancap di liang
vagina, kuarahkan mulutku pada buah dadanya dan mulai menghisap dan menjilati
putting susu Indah, Indah mengerang lemah, “Euhhhh…” sementara itu secara
perlahan pantatku mulai mengayun hingga batang penisku mengocok-ngocok liang
vagina Indah. Rasa nikmat kembali menjalar di sekujur tubuh Indah, perlahan
namun pasti gairah Indah bangkit kembali. Indah menggerakan pinggulnya untuk
membalas gerakan pantatku, kenikmatanpun semakin menjalar pada tubuh kami
berdua.
Aku semakin cepat mengayun
pantatku, gerakan pinggul Indah semakin bervariasi dan memabukkan, dan hanya
beberapa menit kemudian, tubuh Indah kembali melenting kaku dan menjerit
menjemput nikmatnya Orgasme. “Aaakkkkkksssshhh…” Pantatnya terangkat dan
akhirnya terhempas. Kudiamkan sejenak pantatku untuk menikmati remasan dan
hisapan yang dilakukan dinding vagina Indah pada batang penisku.
Setelah kurasakan kedutan dan
hisapan dinding vagina Indah melemah pada batang penisku, kembali aku mengayun
pantatku untuk mngocok-ngocok liang vaginanya, sambil mulut dan tanganku
mempermainkan buah dada dan putting susunya yang tak membosankan untuk diremas
dan dihisap.
Kurang dari semenit, Indah
kembali membalas gerakan pantatku dengan menciumku dan menggerakan pinggulnya
sambil kembali mengerang nikmat, namun hanya berselang beberapa menit kemudian,
kembali tubuhnya melenting kaku dan kembali dia menjemput orgasme yang
menghampiri dirinya. Dan aku kembali mendiamkan pantatku sejenak untuk
menikmati remasan dan hisapan dinding vagina Indah pada batang penisku pada
saat dia mengalami fase orgasme. Pantatku kembali mengayun setelah kurasakan
remasan pada penisku melemah, dan pinggul Indah kembali membalas gerakan
pinggulku setelah beberapa detik kemudian hingga akhirnya kembali ia menjemput
orgasme.
Perolehan orgasme bagi Indah,
terjadi berulang-ualng, entah berapa kali, yang jelas tubuhku terus menggenjot
tubuh Indah tanpa mengenal lelah, sementara badanku basah kuyup oleh keringat
yang mengucur deras.
Kuhentikan ayunan pantatku
setelah Indah memperoleh orgasme entah yang ke berapa kali. Kuletakkan ke dua
lututku dibawah kedua pangkal pahanya, kedua tanganku memegang kedua tumit kaki
Indah dan membukanya lebar-lebar, sementara Indah nampak tergoleh kelelahan,
namun tatapan matanya masih menampakkan gairah yang belum surut, apalagi
melihat batang penisku yang masih kokoh menancap di dalam liang vaginanya.
Dalam posisi paha Indah yang
terbuka lebar aku mulai mengayun pantatku agar batang penisku kembali
mengaduk-aduk dan mengocok-ngocok liang vaginanya. Rasa nikmat yang kurasakan
semakin bertambah, karena jepitan dinding vagina Indah serasa semakin sempit
dan menjepit, dan kulihat vagina Indah terkempot-kempot setiap kali aku melesakkan
batang penisku.
Kulihat kepala Indah terbanting
ke kiri dan ke kanan setiap kali aku menghela pantatku diiringi erangan nikmat
yang dia perdengarkan. Kedua tangannya mencengkram erat seprey yang ada di
sekitarnya.
Kurasakan badai orgasme akan menghantamku,
mataku mulai berkunang-kunang, asaku terasa melayang dan gerakan pantatku mulai
kejang-kejang dan menghentak. Indah merasakan bahwa aku akan mencapai orgasme,
karena dia merasakan penisku semakin bengkak menyesakkan liang vaginanya dan
gerakanku terasa semakin keras dan kasar menimbulkan rasa nikmat yang luar
biasa, sehingga diapun merasa orgasme akan kembali menghampiri dirinya.
Dengan terengah-engah menahan
nikmat, sambil menggerakan pinggulnya membalas gerakanku diapun berkata, “Ayo,
Kang… ayo… bareng-bareng…“ dan... “Aaaa… aakkkkkkkh… hhhsss…” seperti
mengeluarkan tenaga yang penghabisan, Indah menjerit keras menjemput orgasme
yang dirasakannya sangat luar biasa, berbeda dengan orgasme-orgasme yang
terdahulu, tubuhnya mengejang sangat kaku.
Secara bersamaan, akupun
menjerit melepas nikmat menjemput badai orgasme yang sangat dahsyat.
“Akkkhhhhhhhssss…” Tubuhku berkelojotan sambil crettt… cretttt… crett… sperma
kental memancar sangat deras membasahi lorong vagina Indah. Beberapa detik
kemudian, kurasakan tubuhku terasa ringan bagaikan layang-layang putus dan aku
ambruk menghempaskan tubuhku disamping tubuh Indah yang terkulai lemas. Napas
kami tersengal-sengal seperti yang baru selesai balap lari.
Tubuh kami terasa sangat lelah,
setiap persendian bagaikan dilolosi dan kami terbaring lemas dengan kesadaran
yang melayang-layang. Cukup lama kami
dalam keadaan seperti itu.
Setelah perlahan-lahan kesadaran kami pulih, Indah menggulirkan tubuhnya
menghadapku dan tangannya mengusap pipiku sambil berkata, “Akang hebat, Indah benar-benar
sangat puas, Indah semakin sayang ke Akang.” lalu wajahnya menghampiri wajahku
dan mengecup bibirku sangat mesra.
Aku tersenyum bangga dan bahagia, kemudian balas mencium bibirnya dengan
penuh kemesraan. Basahnya tubuh oleh keringat yang lengket, membuatku tidak
nyaman, lalu dengan malas aku berusaha bangkit dan berdiri, namun hampir aku
terjatuh. Lututku gemetar dan terasa copot hingga hampir tak sanggup untuk
berdiri, kembali aku duduk dipinggir tempat tidur yang sepreynya acak-acakan
oleh pertempuran hebat yang baru saja selesai.
Indah tersenyum melihat keadaan lututku yang gemetar dan hampir jatuh
lalu berkata. “Ada
apa, Kang? Capek ya?”
“Iya nich. Lutut terasa copot, habis Indah sich… luar biasa!” sahutku
sambil tersenyum.
“Ahhh… Akang!” sahutnya bahagia.
Lama aku terduduk, setelah kurasakan tenagaku benar-benar pulih, aku
berdiri dan menuju kamar mandi, lalu mandi menyegarkan diri, tak lama kemudian
Indah pun mandi dan mengenakan pakaiannya kembali lengkap dengan jilbabnya.
Lalu Indah merapihkan tempat tidur yang acak-acakan.
Waktu telah menunjukkan jam 3 sore, kamipun pulang setelah aku
memberitahu penjaga villa. Sepanjang perjalanan pulang, Indah semakin menempel
mesra padaku, dia hanya menjauhkan tubuhnya setelah kami berada dekat dengan
gang rumahnya.
Setelah mengantarnya pulang, aku memutuskan kembali ke kantorku untuk
mengambil mobilku.
Kesan yang kudapatkan pada hari itu, menjerumuskan aku semakin dalam
terhadap rasa cintaku pada Indah. Aku merasa tidak mampu berpisah dengannya.
***
Gundah… Gelisah… Takut… Itulah yang dirasakan Indah saat ini, sore itu,
setelah diantar pulang hingga ke mulut gang oleh Agus, Indah benar-benar
gundah, gelisah, dan takut.
Persetubuhannya yang kedua kali denganku, benar-benar telah menjeratnya,
Dia telah benar-benar mencintaiku dan tak sanggup untuk melupakannya, padahal
perasaan ini adalah perasaan yang selama ini berusaha dia tolak karena
merupakan sesuatu yang salah. Tadinya dia berencana bahwa Aku hanya sebagai lelaki
yang mengisi kekosongan batinnya, dan tidak sedikitpun terpikirkan olehnya
untuk berselingkuh denganku. Namun dalam usianya yang masih muda, gairahnya
yang menyala-nyala, tak pernah dapat tersalurkan, sehingga membuat dirinya
demikian mudah terangsang dan akhirnya terjadilah persetubuhan yang sangat
memuaskan dirinya, bahkan sangat puas hingga dia mampu memperoleh orgasme
berulang-ulang. Sementara kepuasan seperti itu belum pernah dia alami
sebelumnya.
Sebenarnya Indah adalah istri Dedi berusia 30 tahun, mereka menikah pada
saat Indah berusia 20 tahun dan Dedi berusia 26 tahun. Awalnya rumah tangga
mereka sangat bahagia, Dedi yang seorang karyawan sebuah perusahaan, mampu
membahagiakan Indah baik lahir maupun batin. Namun akibat pola hidup yang
salah, setelah dua tahun menikah dan belum sempat memperoleh buah hati, Dedi
terserang penyakit diabetes yang cukup parah, sehingga membuat dirinya impoten.
Dia sudah berobat kesana-kemari hingga harta bendanya habis terjual
namun penyakitnya tak sembuh juga, bahkan diperparah dengan PHK yang menimpanya
sehingga otomatis Indahlah yang menjadi tulang punggung rumah tangga mereka,
sementara Dedi kerja serabutan bahkan lebih sering berada di rumah.
Dedi masih bisa merasakan rangsangan yang cukup besar melihat kemolekan
tubuh istrinya oleh sebab itu berkali-kali mereka mencoba untuk melakukan
hubungan suami istri, tapi penis Dedi tidak mampu berdiri tegak, berbagai cara
rangsangan telah dilakukan Indah agar batang penis suaminya bisa berdiri tegak,
tangan Indah berusaha meremas dan mengocok memberikan rangsangan pada batang
penis Dedi, tapi tidak juga bisa berdiri, bahkan pernah mulut Indah mengoral
penis Dedi hampir setengah jam sampai Indah merasakan kaku pada tulang
rahangnya, namun penis Dedi tetap tergantung lemah. Jika sudah demikian nampak
sekali kegelisan dan kekecewaan yang mendalam terpancar dari sorot mata Indah,
dan Dedi benar-benar merasa terpukul dengan keadaan dirinya seperti itu. Dedi
merasa malu dan rendah diri di hadapan istrinya.
Namun walaupun demikian, Indah tetap mencintai suaminya, baginya Dedi
adalah hidupnya, dia rela melakukan apa saja demi membahagiakan suaminya. Indah
selalu memberi semangat dengan penuh cinta pada Dedi untuk memperoleh
kesembuhan ataupun memperoleh pekerjaan yang layak dan selalu berkata pada Dedi
bahwa apapun pekerjaan Dedi, dia akan selalu mencintai Dedi.
Rasa cintanya yang besar seolah mengabaikan kebutuhan hidupnya. Dalam
usia yang masih muda, tentu saja gairah biologisnya sering meronta-ronta minta
penyaluran, namun selalu dia tekan dengan mencurahkan rasa cintanya pada Dedi.
Selama 2 tahun, Indah berhasil mengekang kebutuhan biologisnya walaupun
terkadang dia merasa tersiksa dengan keadaan ini.
Namun akhirnya pertahanan Indah bobol, setelah berkenalan denganku. Dia
melihatku sebagai lelaki yang sopan dan enak diajak ngobrol. Jika sedang bersama
denganku, Indah seolah mampu menghilangkan sejenak masalah berat yang sedang
dihadapinya. Dan perasaan suka timbul didalam hatinya, karena aku selalu
berbuat sopan padanya. Dan akhirnya perasaannya menjadi terjerat padaku,
terutama setelah kami melakukan persetubuhan yang sensasional dan mampu
membasahi kekeringan yang melandanya selama 2 tahun terakhir ini.
Indah semakin terjerat akan
pesona seksual yang ada pada diriku, dan dia benar-benar telah jatuh cinta
padaku. Perasaan cintanya padaku sangat menyiksanya, karena diapun sangat
mencintai suaminya dan tak ingin meninggalkan suaminya.
Disisi lain, Dedi sadar benar
akan kebutuhan biologis istrinya, namun apadaya dia tak mampu memberikannya
akibat penyakit yang dideritanya. Cintanya yang besar pada istrinya membuat
dirinya berpikir untuk rela membiarkan istrinya menyalurkan hasrat biologisnya
pada orang lain, namun ia takut, takut istrinya terkena penyakit kalau
menyalurkan sembarangan, atau takut istrinya akan meninggalkannya, karena
istrinya adalah sumber semangat hidupnya.
Perasaan ingin membahagiakan
istrinya dengan merelakan istrinya menyalurkan hasrat biologisnya dengan lelaki
lain dan perasaan takut ditinggalkan istrinya selalu berkecamuk di pikiran
Dedi, sehingga tanpa sepengetahuan istrinya, sebenarnya Dedi sering menguntit
istrinya dari kejauhan tanpa sepengetahuan istrinya.
Selama 2 tahun memata-matai
istrinya, Dedi melihat bahwa Indah adalah istri yang setia, karena dia melihat
istrinya tidak pernah menanggapi godaan lelaki lain. Dedipun melihat perhatian
dan pelayanan istrinya tidak berkurang padanya, walaupun dirinya impoten dan
tidak memiliki pekerjaan tetap setelah diPHK. Oleh sebab itu Dedi semakin
mencintai istrinya dan semakin tidak sanggup ditinggalkan oleh istrinya.
Rasa cinta yang semakin besar,
semakin memperbesar keinginan Dedi untuk merelakan istrinya dapat menyalurkan
hasrat biologisnya pada lelaki lain dengan syarat Indah tidak akan
meninggalkannya. Berkali-kali dia merencanakan untuk membicarakan hal ini pada Indah, namun
ia takut. Apakah Indah akan setuju? Apakah Indah tidak akan tersinggung?
kembali niat itu surut untuk diajukan ke istrinya. Namun kerelaannya agar
istrinya dapat menyalurkan hasrat biologisnya dengan lelaki lain tetap besar.
Itulah sebabnya, sebenarnya Dedi
telah mengetahui, jika aku sering menjemput istrinya. Dedi bisa melihat bahwa
istrinya menyukai diriku, hal itu terlihat dari tatapan mata Indah dan
gerak-gerak Indah bila bersamaku, bahkan Dedi mengetahui jika istrinya telah
dua kali pergi denganku entah kemana pada saat istrinya OFF. Dan Dedi merasa
curiga bahwa Istrinya telah selingkuh denganku, sebab Dia bisa melihat
keceriaan dan rona kebahagiaan terpancar dari wajah Indah setelah bepergian
denganku, namun hal itu tidak pernah dia tanyakan pada istrinya, karena dia
tidak melihat berkurangnya limpahan cinta dari istrinya.
Dedi berusaha menyelidiki
diriku, dan akhirnya dia tahu siapa diriku sebenarnya. Dedi menjadi takut
ditinggalkan istrinya setelah mengetahui statusku, maka dia langsung
mendatangiku.
Pagi itu, aku sedang duduk di
ruang kerjaku sambil merencanakan bahwa sore nanti aku akan menemui Indah di
tempat kerjanya. Aku merasa sangat rindu padanya, karena sudah 10 hari aku tidak
bertemu dengannya disebabkan kepergianku ke luar kota untuk keperluan bisnis.
Tiba-tiba sekretarisku memberitahuku bahwa ada tamu yang ingin menemuiku.
Akupun mempersilahkan tamuku masuk.
“Perkenalkan, nama saya Dedi.”
kata tamuku sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman.
Aku menyambut uluran tangannya
sambil berkata, “Agus, silahkan duduk!” “Ada yang bisa saya bantu, Pak Dedi?”
tanyaku.
“Begini, Pak, bapak kenal dengan
Indah, yang rumahnya di Gang Gwan An?“ tanya Dedi dengan tatapan menyelidik.
DEG! Jantungku serasa mau copot,
mendengarkan pujaan hatiku disebut. “B-benar. Ada apa dengan dia, Pak? Dan
bapak ini siapa?” jawabku gugup.
Terlihat Dedi tersenyum puas
mendengar jawabanku “Dia baik-baik saja. Oh ya, saya suaminya!” katanya tenang,
tak terlihat nada emosi dari ucapannya.
TENGGG…!!! Dunia serasa gelap,
badanku mendadak lemas tertimpa perasaan bersalah karena telah menyintai dan
berselingkuh dengan istri seseorang yang berada di hadapanku.
“Tenang aja, Pak! Tidak perlu
sekaget itu!“ Dedi berusaha menenangkanku dengan tulus. “Apakah bapak tahu
bahwa Indah telah bersuami? Dan apakah bapak mencintai Indah? Tolong Bapak
jawab dengan jujur. Percayalah, Pak! Saya tidak akan marah dan menuntut bapak.“
katanya lagi tersenyum tulus sehingga Aku percaya akan isi kata-katanya.
“Ya, saya mencintai istri Bapak,
maaf saya tidak tahu kalau Indah telah bersuami. Dia hanya berkata bahwa dia
sedang menghadapi masalah yang sangat berat, namun saya tidak boleh tahu apa
masalahnya. Masalah itu pula yang menyebabkan saya tidak boleh mengantarnya
sampai ke rumahnya.” terangku panjang lebar.
“Pak, saya mohon, jangan rebut
Indah dari saya. Saya sangat mencintainya dan saya tak sanggup ditinggalkan
olehnya. Tapi saya juga mengerti akan kebutuhan Indah yang tak mampu saya
penuhi, oleh sebab itu jika Bapak memang mencintai istri saya, bapak boleh
menikmati rasa cinta Bapak, tapi jangan rebut dia dari saya, saya mohon!“
katanya memelas.
“Apa maksudnya, pak?” tanyaku
yang tak mengerti akan maksud ucapannya.
“Begini, Pak! Saya sangat mencintai Indah, namun saya tak sanggup
memberikan nafkah batin padanya karena penyakit yang saya derita. Namun saya kasihan pada
Indah yang menanggung beban akan penyakit saya derita. Padahal dia masih muda,
penuh gairah dan perlu menyalurkan hasrat biologisnya yang masih bergelora.
Itulah sebabnya saya punya usul, bapak boleh menggauli istri saya kapan dan
dimanapun bapak kehendaki dengan syarat saya harus melihatnya atau
mengetahuinya, bahkan bapak boleh melakukannya di rumah kami. Memang usul ini
terdengarnya gila, namun inilah bukti, betapa besar rasa cinta saya pada istri
saya. Tapi usul ini tidak pernah saya kemukakan pada istri saya, takut dia
tersinggung.” jelasnya panjang lebar.
Aku termenung mendengar
penjelasannya.
“Bagaimana, Pak? Bapak setuju
dengan usul saya? Bapak nggak usah ragu, saya tidak akan memeras bapak, saya
melihat bapak orang baik-baik dan tidak akan menyakiti hati istri saya dan
sayapun melihat bahwa istri saya menyukai bapak.” Lalu lanjutnya. “Saya hanya
meminta bapak tidak merebut Indah dari sisi saya, Bagaimana?” kembali dia
mengajukan usulan.
“Baik, saya menerima usul Pak
Dedi, walaupun terdengar aneh. Sayapun sangat mencintai Indah dan jujur saja,
saya juga tak sanggup berpisah dengannya.” jawabku jujur.
“OK dech kalau begitu! Bagaimana
kalau sekarang kita ke rumahku, kebetulan Indah OFF hari ini dan dia ada di
rumah.” dia mengajakku ke rumahnya.
Ajakan ini sangat mendadak, dan
tentu saja kuterima ajakan tersebut dengan senang hati. Kamipun berangkat menuju
rumah Dedi dengan sepeda motor inventaris. Sepanjang jalan Dedi menjelaskan
rencananya, bahwa aku dan Dedi adalah teman lama semasa SMA yang baru ketemu
lagi, sengaja diajak Dedi untuk diperkenalkan pada Indah dan setelah itu Dedi
akan pura-pura meminjam motorku untuk pergi mengambil order pekerjaan sekitar 2
jam, padahal dia akan membawa motorku ke tempat pencucian motor dan kembali
jalan kaki ke rumah untuk mengintip apa yang aku dan Indah lakukan. Aku setuju
dengan rencananya.
Sesampainya di rumah Dedi, Indah
yang saat rambutnya hanya tertutup oleh ‘ciput’ (penutup kepala) sehingga
terlihat lehernya yang putih dan jenjang. Indah tampak kaget melihat kami
berdua berdiri di depan pintu, wajahnya pucat pasi, namun Dedi seolah-olah
tidak memperhatikan perubahan pada wajah istrinya, Dedi hanya berkata, “Ndah,
kenalkan teman lamaku waktu di SMA. Namanya Agus!” katanya memperkenalkanku
pada istrinya.
Aku menjulurkan tanganku
mengajaknya besalaman sambil berkata basa-basi “Agus!” Dengan gemetar Indah
menyambut jabatan tanganku.
Dedi bertindak seolah-olah aku
dan Indah belum saling mengenal, dan dia memainkan perannya begitu meyakinkan,
sehingga aku dan Indah terbawa oleh suasana yang diciptakannya. Tak lama
kemudian Dedi berkata padaku, “Gus, pinjam motornya ya! Aku mau ngambil order. Nggak
lama kok, paling 2 jam-an. Kamu ngobrol aja dulu dengan istriku, kalau mau
istirahat, tidur aja di kamar.” katanya lagi sambil menunjuk kamar yang biasa
diperuntukkan untuk tamu keluarga.
Aku mengerti akan sandiwara yang
dibawakannya, lalu kuberikan kunci motorku berikut STNKnya. Kami mengantar Dedi
ke depan pintu hingga Dedi menjalankan motor. Kerinduan yang begitu mendalam
membuatku tak tahan, begitu pintu depan ditutup dan belum terkunci, aku
langsung memeluk Indah dari belakang penuh kerinduan dan menciuminya dengan
gemas. Kukecup dan kuhisap lehernya yang putih dengan penuh nafsu. Indah hanya
bergelinjang manja, nampaknya dia masih kaget bahwa aku adalah teman lama
suaminya. Dihati Indah terbayang sebuah kesempatan bahwa dia akan sedikit bebas
bisa berduaan denganku. Membayangkan hal itu, gairah Indah dengan cepat
bangkit, apalagi rangsangan dariku semakin gencar maka gairahnyapun semakin
cepat merayap naik. Indah membalikkan badannya dan menyambut ciumanku dengan
gairah yang menyala dengan napas yang memburu.
Kami berciuman dengan penuh gelora sambil berdiri di balik pintu depan
rumahnya, kakinya terjinjit menikmati percumbuan ini. Erangan dan lenguhan
penuh rangsangan sesekali keluar dari mulutnya yang sedang tersumpal oleh
bibirku. Kedua tangannya memeluk erat punggungku. Deru napas kami semakin
memburu. Lalu
kubisikkan, “Kita punya waktu 2 jam, aku kangen banget sama kamu, Ndah!”
“Saya juga, Kang!” jawabnya
mesra, dan pergulatan dua bibir yang didorong oleh nafsupun terjadi dengan
panasnya.
Sambil berpelukan dan tetap melakukan percumbuan yang memompa gairah, Indah
berusaha membawa tubuhku menjauhi pintu depan, menuju kamar tidur yang biasa
digunakan oleh tamu, kamar tidur tersebut tidak memiliki daun pintu, hanya ditutupi
oleh tirai gordyn. Kami melanjutkan percumbuan sambil berdiri, tidak ada rasa
takut dipergoki orang lain dalan diri Indah, karena di rumah ini dia hanya
berdua dengan suaminya yang saat ini sedang keluar.
Kugeser posisi diriku hingga
Indah membelakangiku sehingga kami sama-sama menghadap meja hias yang terdapat
di kamar tersebut. Dari cermin, Ku lihat bayangan tubuh Indah yang sedang
menggeliat menggairahkan, matanya terpejam menikmati cumbuanku, kepalanya
dimiringkan kesamping sehingga lehernya yang jenjang serta putih, mulus
merangsang terhidang tepat di depan bibirku, tak kusia-siakan kesempatan yang
menggairahkan ini. Bibir dan lidahku mengecup, menghisap dan menjilat leher,
pundak hingga bagian belakang telinga Indah, sementara kedua tanganku dengan
gemasnya meremas kedua buahdada yang masih tertutupi oleh baju.
“Uhhhh… Kang… ouhhh…” Indah
mengerang nikmat penuh rangsangan. Matanya semakin terpejam dan kepalanya
semakin terdongak ke belakang, buah dadanya semakin membusung indah
menggairahkan, akupun semakin nafsu meremas-remas buah dada tersebut.
Sementara itu, Setelah tiba di
tempat penyucian motor dan menitipkan motor untuk dicuci, Dedi kembali ke rumah
dengan berjalan kaki. Setiba di rumahnya, Dedi bergerak perlahan agar tidak
bersuara, dia memeriksa pintu depan yang ternyata tidak terkunci, secara
hati-hati Dedi membuka pintu tersebut agar tidak menimbulkan suara. Dedi
tersenyum, karena tidak melihat aku dan istrinya di ruang tamu. Dengan perlahan
dia mencari keberadaan diriku dan istrinya, akhirnya samar-samar dia mendengar
desahan dan erangan penuh rangsangan dari kamar tidur dimana aku dan istrinya
sedang bercumbu.
Dia mencari celah diantara tirai
gordyn, agar bisa mengintip apa yang sedang kami lakukan. Terlihat olehnya
bahwa aku dan Indah dalam keadaan polos sedang bercumbu di depan cermin hias
dengan napas yang tersengal-sengal dipacu oleh nafsu berahi yang menguasai diri
kami. Semua pakaian kami telah terlepas dan berceceran di lantai.
Terlihat olehnya bahwa aku
sedang menciumi leher istrinya dari belakang dan kedua tanganku meremas-remas
buahdada Indah dengan penuh nafsu, terkadang jari-jari tanganku memilin-milin
putting susu Indah yang menonjol tegak dan keras. Selangkanganku menempel rapat
pada bongkahan pantat Indah yang bulat dan montok dan pastinya Indah merasakan
batang penisku yang keras dan tegang mengganjal di belahan pantatnya. Tubuh
Indah menggeliat menahan nikmat, pinggangnya melenting dan kepalanya terdongak
kebelakang dengan mata terpejam menahan rasa nikmat yang diterimanya,
buahdadanya semakin membusung indah menggairahkan.
Tubuh Indah yang
menggeliat-kegeliat menahan nikmat dan disertai lenguhan dan erangan nikmat
yang keluar dari bibir mungil istrinya demikian merangsang. Dan rangsangan itu
juga menjalar di tubuh Dedi walaupun belum sanggup membangunkan batang
penisnya. Timbul rasa cemburu, dari dalam hati Dedi melihat aku yang sedang
mencumbu Indah, tapi betapa dilihatnya bahwa Indah begitu menikmati apa yang
kulakukan yang selama ini tidak pernah dapat dia berikan.
Dedi begitu bahagia melihat
istri tercintanya begitu menikmati dapat menyalurkan hasrat biologisnya.
Akhirnya Dedi benar-benar menikmati apa yang dilihatnya dan menghapus rasa
cemburu yang bergemuruh di dadanya.
Saat itu, tangan kananku telah
merayap ke bawah menuju selangkangan Indah, sementara tangan kiri tetap
mempermainkan buahdada Indah yang semakin membusung. Lidah dan bibirku mengulas
pundak, leher dan tengkuk Indah membuat Indah semakin menggelinjang.
Tangan kananku yang telah berada
di depan vagina Indah, mulai mengorek-ngorek lipatan liang vagina Indah, terasa
basah olehku, tubuh Indah bergetar dan bibirnya mengerang nikmat, “Ouhhh…
ouhhh… auw…” Erangan nikmatnya semakin keras ketika jari tengahku memasuki
liang vaginanya dan mengucek-ngucek dinding vaginanya. “Auh… Owhh… Kang… Kang…
Ouhhhh…”
Kudorongkan semakin dalam jari
tengahku sambil jari tengahku berputar, mengait dan mengorek-ngorek. Tubuh
Indah semakin bergetar menahan nikmat diserta erangan nikmat. “Ouuhhh… Kang…
Ouhh...“ Kugunakan jempolku menekan dan memutar-mutar klitorisnya yang menonjol
keras, Tubuh Indah semakin bergetar keras dan, “Aaaauhhh… Aaauhhh… K-kang…” ia
makin mengeliat-geliat dengan kepala semakin terdongak ke belakang.
Klitoris Indah terus kuputar dan kutekan oleh jempolku, sementara jari tengahku mengucek-ngucek semakin cepat. Tubuh Indah melonjak-lonjak dengan keras menahan nikmat yang semakin melambungkannya, hingga akhirnya Indah merengek dengan tersengal-sengal, “Masukkan, Kang! Sekarang! Ouhh… Nggak tahan… Nggak tahan… Ouhhhh… ouuhhhh…!!”
Akupun sebenarnya sudah tak
tahan, kudorong punggungnya agar membungkuk, kedua tangannya diletakkan agar
bertumpu di pinggir meja rias, pantatnya diangkat dan kutekan pinggangnya agar
agak kebawah, sehingga Indah berada dalam posisi tubuh melenting sambil
membungkuk, kedua kakinya kurenggangkan, lalu kupegang batang penisku dan
kuarahkan penisku kepala penisku kearah mulut liang vagina Indah yang sudah
basah dan licin dari belakang melalui belahan pantatnya. Lalu…
Bleshh…!!! Batang penisku terasa
hangat dan basah menguak liang vagina Indah yang sempit dan nikmat. ”Ouhhhh…”
Erang nikmat Indah keluar dari bibirnya sambil mendongakkan kepala. Posisi
Indah yang sedang mengerang dan menggeliat ketika vaginanya diterobos batang
penisku, begitu menggairahkan Dedi yang sedang mengintip perbuatan kami.
Dedipun merasakan ada getaran-getaran nikmat yang terjadi pada batang penisnya,
padahal selama ini, walaupun sudah dirangsang sedemikian rupa oleh Indah hingga
membuat Indah kepayahan, Penisnya tidak juga merasakan getaran-getaran nikmat
yang dapat membuatnya mengeras.
Namun saat ini, Dedi merasa aneh
sekaligus gembira, karena dia merasakan ada getaran-getaran nikmat yang
diakibatkan oleh aliran darah yang mengalir cukup cepat pada batang penisnya.
Dedipun merasakan batang penisnya agak mengeras tidak seperti biasanya,
walaupun belum bisa dikatakan batang penisnya telah tegang dengan sempurna,
namun perubahan ini membuatnya sangat gembira dan menimbulkan harapan bahwa
suatu saat nanti Dia akan mampu berfungsi sebagai lelaki normal kembali. Oleh
sebab itu Dedi semakin asyik menikmati persetubuhan yang sedang dilakukan oleh
istrinya.
Sementara saat itu, aku dengan
penuh gairah memompa pantatku agar batang penisku mengaduk-ngaduk liang vagina
Indah. Kepala Indah terangguk-angguk menerima helaan dan sodokan dariku sambil
tak henti-hentinya mengerang nikmat. “Ouh…
ouhh… Kang… Kanggg…”
Buah dadanya yang montok terayun-ayun dengan indahnya. Indahpun
menggerakan pinggulnya menyambut setiap sodokan batang penisku membuat rasa
nikmat semakin melambungkan kami berdua. Terkadang pinggul Indah berputar-putar sehingga
batang penisku serasa dipelintir dengan sangat nikmat.
Hentakan tubuhku dan gerakan
pinggul Indah semakin lama semakin cepat dan telah berubah menjadi
lonjakan-lonjakan yang keras diiringi dengan erangan nikmat yang semakin
nyaring. Hingga akhirnya lonjakan tubuh Indah menjadi tak terkendali dan mulai
kejang-kejang dan akhirnya tubuh Indah melenting kaku terdiam dengan kaki
terjinjit disertai teriakan, “Aaaaakkkkkkhhhs…!!!”
Selama beberapa detik batang
penisku seperti diremas-remas dan dijepit oleh dinding vagina Indah dengan
sangat kuat membuat napasku berhenti dihimpit oleh rasa nikmat yang luar biasa.
Sesaat kemudian tubuh Indah melemas, lututnya dan sikunya goyah dan akhirnya
ambruk terduduk di lantai sehingga Batang penisku yang sedang menancap pada
liang vaginanya terlepas.
Indah baru saja memperoleh
puncak kenikmatan orgasme yang sungguh luar biasa, meninggalkan diriku yang
masih sedang berada di awang-awang kenikmatan dan belum mencapai puncak.
Napasku terengah-engah dengan perasaan sedikit kecewa karena kenikmatan yang
kurasakan seolah terputus.
Disisi lain, Dedi juga merasakan
kenikmatan rangsangan yang sangat tinggi melihat ekspresi wajah istrinya saat
meraih puncak orgasme. Lututnya terasa lemas dan goyah menikmati apa yang
dilakukan istrinya.
Dengan perasaan tak menentu, aku
menunggu sejenak Indah merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme dengan napas yang
terengah-engah. Beberapa detik kemudian, aku membangkitkan Indah dan
menuntunnya menuju tempat tidur, Indah naik ke tempat tidur dan berbaring
telentang, napasnya perlahan-lahan normal dan pancaran matanya masih
menampakkan gairah yang masih menyala. Aku merangkak mendekatinya, gairah Indah
semakin berkobar ketika dia melirik batang penisku yang berdiri dengan
kokohnya.
Sementara itu, dada Dedi kembali
berdegup menantikan detik-detik dimana tubuh Istrinya akan kembali digenjot
olehku di tempat tidur. Dalam hatinya Dedi memuji akan kemampuan sex diriku
yang belum juga ejakulasi padahal telah mampu membuat istrinya melonjak-lonjak
meraih orgasme.
Kuciumi bibir Indah dengan
lembut, Indah membalas dengan tak kalah lembutnya. Kemudian kuhisap-hisap
bibirnya dan dibalas dengan hisapan dan kecupan, lalu kutindih tubuhnya, kaki
Indah terkangkang mempermudah, tangan Indah meraih batang penisku dan
mengarahkan kepala penis agar berada tepat di mulut liang vaginanya dan…
Bleshhhh…!! Kepala penisku
kembali menyeruak liang vagina Indah yang semakin basah dan licin, “Aaahhhh…”
Indahpun kembali mengerang nikmat.
Bibirku mengecup dan menyosor
bibir dan leher Indah secara acak dan penuh nafsu, sementara pantatku mulai
mengayuh mengaduk-ngaduk dan mengocok-ngocok liang vagina Indah yang semakin
basah dan licin, namun tetap sempit dan menjepit. Rasa nikmatpun kembali
menjalar keseluruh penjuru nadiku.
Genjotan tubuh demikian cepat
dan bertenaga membuat buahdada Indah terguncang-guncang menggemaskan. Kuhisap
dan kujilati buahdadanya yang kiri dan kanan secara bergantian. Erangan
nikmatpun kembali merasuki disekujur tubuh Indah. “Ouhh... Kang… Ouhhh… ouh…”
Pinggul Indah berputar dan
bergoyang menyambut setiap helaan dan sodokan batang penisku menimbulkan suara
deritan tempat tidur yang cukup keras. Selama beberapa menit aku mengayuh dan
memompa disambut dengan goyangan pinggul Indah yang erotis dan kadang
menghentak-hentak disertai erangan-erangan nikmat. “Aouh… aouhhh... Kang… Kang…”
Dedi yang mengintip dari balik
tirai juga merasakan nikmatnya rangsangan yang cukup tinggi, batang penisnyapun
semakin mengeras tegang, dan hal ini semakin menggembirakannya. Disamping itu, dia
semakin kagum akan stamina sex yang dimiliki olehku.
Goyang pinggul Indah telah
berubah menjadi lonjakan-lonjakan keras dan menghentak, sementara aku tetap
mengayuh pantatku untuk mengocok liang vagina Indah dengan kecepatan yang
tetap. Indah menginginkan kenikmatan yang lebih, dia menggulingkan tubuhku
sehingga tubuhnya menindih tubuhku dan langsung menghentak-hentakkan pinggulnya
dengan cepat dan keras dengan tubuh yang mulai melenting dan kepala terdongak
ke belakang. Dan beberapa menit kemudian…
”Aaakkkaaangggg… kkhhhss…” Tubuh
Indah melenting kaku, kembali Indah memperolah orgasme yang luar biasa. Kemudian
tubuhnya melemas “Ouhhhhhhh…” Kepalanya terkulai di samping kepalaku. Namun
batang penisku masih tertancap kokoh di dalam liang vaginanya.
Ya, Indah baru saja memperoleh
orgasme yang nikmat luar biasa, suatu puncak orgasme yang selalu dia dambakan
selama ini, dan tak pernah dia peroleh dari suaminya. Akhirnya saat ini dia
dapatkan, sungguh Indah merasakan puas yang tak terhingga dan diapun terhempas
dengan penuh kepuasan yang tak bisa dilukiskan.
Sementara itu, Dedi kembali
merasakan puncak kenikmatan rangsangan, ketika dia menyaksikan istrinya
memperoleh puncak orgasme dan dia semakin asyik menikmati apa yang istrinya
lakukan.
Dengan napas yang terengah-engah
dan mata terpejam, Indah terkulai lemah diatas tubuhku sambil merasakan
desiran-desiran nikmat yang masih menghampirinya. Dengan gairah yang
menggebu-gebu, bibirku menjilati dan menciumi leher jenjangnya yang basah oleh
keringat yang berada tepat di depan mulutku, tanganku meremas-remas pantat
montoknya, dan pantatku kudorongkan ke atas-kebawah agar batang penisku kembali
mengocok-ngocok dinding vaginanya yang sangat basah namun tetap sempit dan
berdenyut. Kenikmatan kembali menjalar disekujur tubuhku.
Aku terus menggerakan pantatku,
walaupun tidak mendapat respon dari Indah, karena dia benar-benar merasa lelah
karena telah memperoleh orgasme yang luar biasa melelahkan. Namun walaupun
Indah tidak membalas gerakanku, tetap saja aku mendapatkan kenikmatan dari
liang vaginanya yang sempit dan meremas-remas.
Lambat laun gairah nafsunya
kembali datang, Indah membalas gerakanku dengan menggoyang-goyang pantatnya
mengakibatkan kenikmatan yang kuterima semakin bertambah, dan rasa nikmatpun
kembali menghampiri dirinya sehingga kembali dia memperdengarkan lenguhan
nikmatnya merangsang. “Auhh, Kangg... aouhh… ouhhhhh… Kangghh…” seirama dengan
gerakan pantatnya yang bergoyang erotis.
Namun goyangan erotis itu hanya
dalam beberapa menit kemudian telah berubah menjadi gerakan pinggul yang
kejang-kejang tak terkendali, rupanya badai orgasme kembali datang
menghantamnya, napasnya mulai terasa sesak dan akhirnya, “Aaaaakkkhhss…”
Tubuhnya kembali melenting kaku
dan kontraksi dari dinding vaginanya kembali kurasakan menjepit-jepit dan
meremas-meremas batang penisku membuat mataku terbeliak-beliak menahan nikmat
yang luar biasa. Beberapa detik kemudian tubuhnya terhempas lemas dan terkulai diatas
tubuhku. Indah kembali memperoleh puncak kenikmatan orgasme yang sensasional
untuk ketiga kalinya.
Sementara Indah terkulai lemah
sambil merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya, pantatku terus mengaduk-ngaduk
vaginanya dari bawah. Hanya satu menit, gairah Indah telah pulih kembali dan
diapun membalas goyanganku. Goyangannya begitu cepat dan menghentak-hentak
hingga hanya dalam beberapa menit berselang kembali Indah mencapai orgasme.
Dedi semakin kagum akan
staminaku, karena sudah berjalan hampir 1 jam dia mengintip apa yang kulakukan,
Aku belum juga ejakulasi. Sementara itu Dedipun merasa bahagia karena
dilihatnya Indah bermain dengan gairah yang terus berkobar-kobar tanpa mengenal
lelah.
Indah merasa tubuhnya sangat lelah namun gairahnya masih berkobar-kobar
mengalahkan rasa lelah yang merasuki dirinya, tubuhku digulingkannya hingga aku
berada diatasnya. Aku mengambil inisiatif dengan memompanya lebih aktif dan
Indah menyambutnya dengan goyangan dan lonjakan dari bawah sambil mengerang dan
menjerit seperti sedang mengejar sesuatu yang sangat didambakan. “Ouh… ouhh… Kang…
Kang… hekss… ouhhh…”
Hingga akhirnya kembali Indah menggapai apa yang didambakannya, Indah
melentingkan tubuhnya dengan kaku dan berteriak melepas nikmat dan terkulai
lemah selama beberapa saat, namun hanya sesaat dia terkulai, karena gairahnya
kembali meronta-ronta ketika vaginanya diaduk-aduk dan dikocok-kocok oleh
diriku tiada henti dan tak lama kemudian, diapun aktif kembali bergoyang tanpa
mengenal lelah untuk menjemput puncak orgasme selanjutnya.
Aku menggulingkan tubuhku hingga dia kembali berada diatas, hingga
kembali dia yang mengatur ritme goyangan. Demikian seterusnya, tubuh kami
saling bergulingan untuk meraih kenikmatan yang lebih dan lebih bagaikan tak
bertepi. Tubuh kami sudah sedemikian basah oleh keringat yang mengucur deras
dari setiap lubang pori-pori, bantal dan seprei demikian porak poranda menahan
pergulatan aku dan Indah yang terus melenguh dan mengerang nikmat.
Pada saat aku berada diatas tubuhnya yang entah ke berapa kali, aku
merasakan gelombang orgasme akan menghantamku, hal ini ditandai dengan gerakan
pantatku yang sudah tak terkendali dan kejang. Dan Indahpun merasakan itu dan
dia pun berusaha meraih kembali orgasmenya yang terakhir agar bersamaan
denganku dan, “Aaakkkkkksssss…!” secara berbarengan kami meraih orgasme.
Cret… cret…. Cret… sperma kental terpancar dari penisku membasahi
seluruh rongga liang vagina Indah. Tubuh kami sama-sama terhempas sangat lemah
dan lunglai, keringat membasahi seluruh permukaan tubuh kami dengan persendian
yang serasa seperti dilolosi. Aku berusaha menggulingkan tubuhku agar tidak menindihnya
dan tidur berdampingan. Kamipun
terbaring kelelahan selama beberapa menit.
Saat kami mencapai puncak orgasme secara bersamaan, Dedipun merasakan
puncak rangsangan yang sama, tubuhnya terasa lemas dan oleng, matanya
berkunang-kunang menikmati sensasi puncak rangsangan yang diperolehnya.
Disaat aku dan Indah masih tergolek lemah, dengan mengendap-ngendap Dedi
keluar dari rumah menuju tempat pencucian motor dan ternyata motorku sudah lama
selesai dicuci. Dedipun membawa pulang motorku.
Hanya beberapa menit kami tergolek lemah, lalu dengan tergesa-gesa
bangkit dan memunguti pakaian yang berserakan dan mengenakannya. Indah ke kamar mandi
untuk menyegarkan diri, sementara aku menunggunya di ruang tamu.
Tak lama kemudian, kulihat Dedi
pulang dari tempat pencucian motor. “Gus, kamu hebat bisa membuat istriku
terlonjak-lonjak kenikmatan!” katanya sambil mengedipkan mata padaku, “Istriku
mana?” lanjutnya lagi.
“Sedang di kamar mandi.” jawabku
tersipu. Aku
heran bagaimana ia bisa tahu, padahal aku tidak merasa diintip olehnya. Mungkin
aku terlalu terlena oleh kenikmatan yang diberikan oleh Indah, sehingga
tidak sadar bahwa aku telah diintip olehnya.
“Gus, kamu harus menepati janji
untuk tidak merebut Indah dariku!” kembali dia mengingatkanku sambil berbisik
takut didengar oleh istrinya.
“Aku janji.” jawabku
meyakinkannya.
***
Sejak itu aku sering mengunjungi
rumah Indah untuk menumpahkan segala kerinduan sekaligus meraih nikmat bersama
Indah dan ada saja alasan Dedi untuk meninggalkanku agar aku dan istrinya
merasa bebas bercinta. Bahkan seringkali Dedi pura-pura pergi dari rumah
sebelum aku datang.
Aku semakin akrab dengan Dedi,
bahkan Dedi kupekerjakan pada perusahaanku sehingga kami bisa mengatur rencana
pertemuanku dengan istrinya secara lancar.
Penyakit impoten yang diderita
oleh Dedipun secara perlahan-lahan mulai membaik, penisnya bisa tegang hampir
sempurna jika melihat aku menggauli istrinya dan ketegangan penisnya semakin
keras ketika menyaksikan istrinya meraih orgasme. Namun apabila dia bermesraan
dengan istrinya saat berduaan, penisnya susah sekali bangun, dan seperti biasa
Indah selalu berusaha keras merangsangnya dengan berbagai cara.
Akhirnya Dedi mengusulkan
padaku, untuk menggantikan posisiku menggenjot istrinya pada saat istrinya
mencapai puncak orgasme yang pertama dan aku boleh menggenjot istrinya kembali
setelah dia mencapai ejakulasi. Aku menerima usulnya, namun rencana ini tidak
dibicarakan ke istrinya.
Ketika rencana ini dilaksanakan,
Indah sangat kaget begitu melihat suaminya masuk dalam keadaan telanjang saat
dia sedang terengah-engah karena baru mencapai puncak orgasme. Namun Indah
sangat heran karena suaminya tidak marah melihat perselingkuhannya dengan
temannya, dan yang lebih aneh sekaligus menggembirakan hatinya adalah Indah
melihat penis suaminya mampu tegang dengan sempurna.
Dedi langsung menghampiriku yang
terdiam melihat Dedi masuk kamar ketika aku sedang menikmati remasan dan jepitan
vagina istrinya, Dedi berkata: “Gus, gantian dong, mumpung penisku sedang
tegang nich!”
Dengan berat hati aku mencabut
batang penisku yang sedang menancap kokoh dari liang vagina Indah, dan beranjak
ke meja rias kemudian duduk dikursi yang terdapat di sana menyaksikan apa yang
akan dilakukan Dedi pada istrinya.
Mulanya Indah malu dan ragu
melihat situasi seperti ini, namun kebahagiaannya melihat batang penis suaminya
yang dapat tegang sempurna setelah 2 tahun tertidur lemas, menggantikan
keraguannya dengan gairah yang menyala-nyala. Indah berusaha bangkit dengan
tangan terbuka menjemput tubuh bugil suaminya dengan cinta yang membara. Dedi
langsung memposisikan batang penisnya tepat di liang vagina Indah, dan langsung
menyodokkan batang penisnya ke liang vagina Indah dan disambut dengan erangan
nikmat penuh kebahagiaan dari Indah. “Ohhhhh... Kang Dedi… Ouhhh…”
Dedi mengayun pantatnya dengan
sangat cepat, seolah takut ketegangan penisnya akan surut kembali, tangannya
meremas-remas buahdada istrinya dengan penuh semangat, sementara itu Indah
membalas setiap perlakuan suaminya dengan lonjakan-lonjakan yang luar biasa
bergairah, bahkan gairah seperti ini belum pernah dia pertunjukkan padaku,
mereka saling mengerang penuh kenikmatan, disertai hentakan-hentakan tubuh
cepat dan keras serta kaku.
Sungguh pemandangan yang sangat
membangkitkan gairah bagi siapa saja yang menyaksikannya. Batang penisku yang
belum terpuaskan semakin tegang dan keras menyaksikan persetubuhan mereka yang
sangat erotis dan merangsang.
Beberapa menit kemudian,
terlihat kedua tubuh mereka melenting kaku dan menjerit nikmat bersamaan meraih
orgasme, sebelum akhir berkelojotan dan akhirnya terhempas lemas.
Dedi menggulirkan tubuhnya
menjauh dari tubuh istrinya, dada mereka turun-naik menghirup napas dengan
cepat dan tersengal-sengal. Terpancar di
wajah mereka kepuasan dan kebahagiaan yang sukar tuk dibayangkan.
Setelah kulihat napas mereka berangsur-angsur normal, kuhampiri mereka
yang tergolek lemah dan berkata pada Dedi. “Ded, bagaimana dengan ini?“ kataku
sambil menujuk batang penisku yang mengacung-ngacung minta dipuaskan.
“Terserah Indah…” jawab Dedi
sambil melirik ke Indah.
Indah balas menatap mata Dedi,
minta persetujuan. Dedi hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu Indah menatapku
dengan tatapan mengundang. Kuhampiri tubuh Indah, dan kutuntaskan permainanku
yang tertunda. Terasa agak becek, liang vagina Indah, namun tidak mengurangi
rasa nikmat yang kuterima. Dan Permainan kali ini sungguh luar biasa. Indah
bergoyang dan menggeliat tiada henti, walaupun telah berkali-kali mencapai
orgasme, Indah terus meladeni dengan semangat yang tak pernah padam. Sampai
akhirnya aku benar-benar terkulai lemas diatas tubuhnya.
Hubunganku yang ganjil ini terus
berlangsung, hingga Indah memperoleh 2 orang anak yang kini telah berusia SD.
Aku tidak tahu, apakah itu anakku atau anak Dedi, Aku sangat menyayangi
anak-anak tersebut bagaikan anakku sendiri, demikian juga Dedi, dia sangat
menyayangi anak-anak tersebut bagaikan anaknya sendiri.
Walaupun sekarang aku telah
beristri dan memiliki anak dari istriku, hubungan cintaku dengan Indah masih
berlangsung, sebab hingga kini Dedi belum sanggup melakukan persetubuhan dengan
istrinya tanpa didahului menyaksikan istrinya dirangsang dan digauli olehku.
Entah kapan hubungan ini akan
berakhir, akupun tak tahu…
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar