Jumat, 08 Maret 2013

Balada Rif'ah



Pagi itu wajah Rif'ah, seorang akhwat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terlihat tegang mendengar penuturan beberapa akhwat juniornya mengenai maraknya website dan blog cabul di internet yang mengeksploitasi akhwat, terutama akhwat PKS. Sebagai akhwat yang cukup senior di kalangan PKS, Rif'ah sudah lama mendengar mengenai hal ini, namun saat itu dia diberitahu bahwa semua foto dalam website tersebut merupakan foto-foto rekayasa kasar, Rif'ah tidak tertarik untuk melihatnya.
Berbeda dengan berita yang disampaikan para akhwat juniornya yang mengatakan bahwa website-website cabul itu sekarang berisi foto-foto asli dan bukan rekayasa, bahkan yang membuat Rif'ah sangat terkejut ketika mereka menyebutkan bahwa di antara foto-foto cabul akhwat dalam website itu terdapat beberapa foto cabul akhwat yang berwajah mirip dirinya. Tentu saja akhwat PKS ini menyanggah keras foto-foto cabul tersebut sebagai foto-foto dirinya, hanya saja berita tersebut membuat Rif'ah penasaran dengan website-website cabul tersebut. Terdorong ingin meng-cross check kebenaran berita tersebut, Rif'ah kemudian meminta alamat website-website cabul yang disebutkan akhwat juniornya.

Jam di HP milik Rif'ah menunjukkan pukul 13.00 lewat ketika akhwat PKS ini berjalan keluar dari gerbang kampusnya. Sebagaimana niatnya tadi pagi, gadis yang masih tercatat sebagai mahasiswi tingkat akhir di sebuah PTN di sebuah kota di Jawa ini bermaksud singgah ke sebuah warnet. Gadis berwajah ayu dan lembut ini memang bermaksud membuktikan berita yang dibawa akhwat juniornya tadi pagi. Rif'ah sengaja memilih warnet yang mempunyai box tertutup untuk menghindari prasangka buruk orang lain terhadapnya. Sebagai seorang akhwat PKS tentunya Rif'ah berusaha menjaga citra dirinya saat dia membuka website dan blog cabul yang dikatakan akhwat juniornya tersebut. Boleh jadi orang lain akan mencemooh jika seorang akhwat seperti dirinya terlihat membuka website cabul dan porno.

"Ada yang kosong, mas?" tanya Rif'ah kepada operator warnet.

"Mmm, nomor 10, mbak." jawab operator warnet tersebut yang kebetulan cowok keturunan chinesse, dia sedikit terkejut melihat kedatangan akhwat PKS ini.
 
Keberadaan Rif'ah di warnet tersebut memang cukup menarik perhatian. Bukan saja karena kecantikan yang dimiliki Rif'ah, namun juga karena penampilan Rif'ah dengan jilbab putih lebar dan jubah panjang warna coklat susu yang membungkus sekujur tubuhnya serta kaus kaki krem yang menutup kedua kakinya. Jarang sekali ada wanita berpakaian seperti Rif'ah masuk ke warnet seperti ini, biasanya wanita-wanita alim seperti Rif'ah lebih memilih warnet yang mempunyai box terbuka seperti warnet-warnet di kampus.
Cowok chinesse operator warnet sempat terpesona melihat kecantikan Rif'ah namun penampilan akhwat PKS yang alim ini membuatnya segan untuk berbuat lebih jauh. Walaupun ada rasa segan pada diri cowok operator warnet kepada Rif'ah, namun mata cowok itu nyaris tak berkedip melihat goyangan pantat Rif'ah ketika berjalan menuju box warnet nomor 10. Jubah panjang longgar yang dikenakan Rif'ah ternyata tak mampu secara sempurna menyembunyikan pantatnya yang besar sehingga membuat cowok chinesse itu menelan ludah membayangkan tubuh di balik jubah yang dipakai akhwat PKS ini.

Dalam box warnet nomor 10 yang tertutup itu, Rif'ah mulai membuka beberapa alamat wabsite cabul yang diberikan akhwat juniornya tadi pagi. Tak sampai lima menit kemudian, mata Rif'ah yang lebar membelalak melihat website-website cabul tersebut. Wajahnya yang putih juga berubah merah padam menahan kemarahan dan rasa jijik melihat website serta weblog yang melecehkan akhwat secara seksual terutama akhwat PKS. Beberapa cerita porno tentang akhwat serta foto-foto yang mempertontonkan kemulusan tubuh akhwat seperti dirinya membuat Rif'ah merasa terhina dan terlecehkan.
Dia juga merasa geram dan nyaris tidak percaya ketika kemudian mendapati beberapa foto cabul seorang wanita memakai jilbab putih lebar dengan wajah mirip dirinya sebagaimana laporan akhwat juniornya. Tubuh akhwat PKS ini gemetar menahan kemarahan dan rasa tak percaya melihat pose-pose wanita berjilbab putih yang berwajah mirip dirinya. Tanpa sadar Rif’ah yang dalam kesehariannya bertabiat lembut ini, mengumpat karena kemarahannya melihat foto-foto tersebut.
 
Melihat betapa akhwat seperti dirinya dilecehkan dalam website tersebut, Rif'ah terdorong untuk membuat laporan khusus mengenai hal ini. Dia berniat mengajukan semuanya ke Bagian Kewanitaan DPP PKS di Jakarta untuk dibahas, kebetulan dia mengenal baik beberapa akhwat senior yang duduk dalam struktur kepengurusan DPP PKS Bagian Kewanitaan. Tak cukup sampai di situ, akhwat PKS ini juga berniat untuk melaporkan keberadaan website ini kepada pihak kepolisian agar pembuat situs ini ditangkap polisi.
Dengan flashdisk miliknya, Rif'ah kemudian menyimpan puluhan cerita porno mengenai akhwat serta gambar-gambar cabul yang terpampang, terutama foto-foto wanita berjilbab yang mirip dengan dirinya. Satu persatu beberapa foto cabul dan cerita-cerita erotis mengenai akhwat berpindah ke flashdisknya yang berkapasitas 1 GB tersebut.

Rif'ah adalah seorang akhwat berusia 23 tahun yang alim serta tumbuh dalam lingkungan keluarga yang alim pula. Gadis alim yang berasal dari Solo ini mulai memakai jilbab ketika dia duduk di kelas 2 SMP dan jilbab tersebut melekat pada dirinya hingga dia hampir menyelesaikan kuliahnya saat ini. Selama kuliah di sebuah PTN tersebut, Rif'ah aktif sebagai kader PKS bahkan akhwat ini juga duduk dalam kepengurusan DPD PKS setempat.
Berkecimpung dalam partai berlambang bulan sabit kembar itu membuat Rif'ah terlihat semakin alim. Dalam hal pergaulannya dengan laki-laki, Rif'ah juga selalu menjaga jarak. Selama ini, Rif'ah memang didoktrin untuk menjaga jarak dengan lawan jenisnya, sehingga tidak pernah sekalipun terlihat gadis alim berwajah cantik ini berakrab-akrab dengan teman laki-laki.
Sebagai seorang akhwat, boleh dikatakan Rif'ah nyaris sempurna. Selain memiliki wajah cantik dan tabiat yang lembut, Rif'ah juga jauh dari hal-hal porno atau cabul sejak kecil bahkan bagi dirinya hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang tabu.

Namun siang ini, akhwat PKS yang alim ini terpaksa melihat hal-hal tabu tersebut untuk pertama kalinya sepanjang hidupnya. Awal mula, Rif'ah memang sempat shock, bukan saja karena kemarahan yang dirasakannya namun juga karena dia tidak pernah melihat gambar-gambar cabul dan porno sebelumnya.
Pada mulanya memang Rif'ah merasa jijik dan marah melihat website tersebut, namun semakin lama akhwat PKS itu menjelajahi berbagai website dan blog cabul itu, rasa marah dan jijik yang dirasakan akhwat ini di menit-menit pertama berubah menjadi rasa malu. Wajah Rif'ah yang ayu dan lembut ini bersemu merah melihat foto-foto dalam website dan blog cabul tersebut, apalagi ketika dia melihat foto-foto wanita berjilbab putih lebar yang berwajah mirip dirinya tengah mengulum batang kontol laki-laki yang tegang. 

Mata Rif'ah yang lebar ini membelalak nyaris tak berkedip melihat foto-foto wanita berjilbab yang tengah mengulum batang kontol laki-laki. Mata Rif'ah tak lagi memperhatikan wanita berjilbab putih yang berwajah mirip dirinya namun matanya kini lekat melihat batang kontol laki-laki yang tengah dikulum dan ada juga yang diremas oleh wanita berjilbab itu.
Rif'ah menggigit bibirnya kuat-kuat menahan debaran jantungnya yang berdegup kian kencang melihat urat-urat kontol laki-laki yang menonjol dalam foto tersebut. Tubuh akhwat PKS ini gemetar ketika tanpa disadarinya dia mengkhayalkan dirinya yang mengulum kontol laki-laki yang menggiurkan itu. Seumur hidupnya, baru kali ini Rif'ah melihat batang kontol laki-laki walaupun hanya dalam foto, terlebih kontol berukuran istimewa itu dalam keadaan tegang. Nafas akhwat PKS yang alim ini mulai memburu dan dia mulai merasakan denyutan-denyutan di bagian dalam kemaluannya yang terasa gatal sebagaimana layaknya wanita yang mulai terangsang birahi.
 
Rif'ah memang seorang akhwat PKS yang alim dan selama ini jauh dari berbagai hal yang porno dan mesum bahkan dia selalu menjaga jarak dalam hubungan dengan laki-laki, namun Rif'ah tetap seorang wanita normal yang mempunyai gairah terhadap lawan jenisnya. Rif'ah yang telah berusia 23 tahun seringkali timbul gairah birahinya kepada lawan jenisnya, secara alamiah Rif'ah sering terangsang terhadap lawan jenisnya, namun apabila birahinya mulai terangsang, akhwat PKS ini segera menekannya dengan berbagai aktivitas.
Wajah Rif'ah yang cantik seringkali menjadi masalah tersendiri karena membuatnya sering digoda oleh laki-laki, walaupun dia telah memakai pakaian tertutup rapat. Godaan-godaan para laki-laki yang berbentuk ucapan-ucapan mesum, sentuhan atau kadang menempelkan tubuh mereka ke tubuhnya saat di biskota juga dapat membuatnya terangsang namun semua rangsangan birahi yang dirasakannya dapat diredamnya dengan baik.
Rif'ah merasa dirinya mampu menjaga diri dan mengendalikan birahinya, tidak seperti beberapa akhwat PKS yang diketahuinya melampiaskan birahinya dengan bermasturbasi. Saat Rif'ah menanyakan alasan mereka melakukan masturbasi, beberapa akhwat PKS yang beberapa di antaranya adalah teman kostnya itu menjawab bahwa masturbasi lebih baik daripada berzina sementara mereka masih belum mau menikah dengan berbagi sebab. Rif'ah merasa maklum dengan alasan akhwat tersebut karena keadaan kampus-kampus sekarang yang penuh dengan godaan zina dimana-mana, akan tetapi akhwat PKS ini tidak mau mengikuti jejak mereka dengan ikut bermasturbasi.

Kali ini birahi Rif'ah juga merasa terangsang namun rangsangan itu bukan datang secara alamiah atau gangguan dari orang lain. Birahi akhwat PKS ini terusik karena perbuatan dirinya sendiri sehingga kali ini Rif'ah merasa kesulitan untuk mengendalikannya seperti biasanya. Kian lama birahi gadis cantik ini semakin kuat, membuat Rif'ah melupakan doktrin moral yang selama ini dipegangnya dan keberadaannya sebagai salah seorang akhwat PKS.
Box warnet yang tertutup membuat Rif'ah leluasa menjelajahi berbagai website erotis dan porno yang didapatinya dengan search engine Google, terutama yang menampilkan foto-foto laki-laki telanjang bulat dan mempertontonkan kontol mereka yang tegang. Nafsu birahi Rif'ah yang mendorong akhwat PKS ini tak lupa untuk menyimpan foto-foto tersebut ke dalam flash disk miliknya.
Hampir satu jam kemudian wajah Rif'ah yang tengah dilanda birahi sudah sangat memerah dan terlihat kontras dengan jilbab putih lebar yang dipakainya. Jubah coklat susu yang dipakai Rif'ah juga terlihat kusut pada bagian selangkangannya, karena sebelumnya akhwat PKS ini tak mampu menahan tangannya untuk menggosok-gosok bagian selangkangannya setelah rasa gatal dalam kemaluannya tak tertahankan lagi. Nafas Rif'ah juga memburu dengan jantung yang berdegup kencang, akhwat PKS ini merasakan buah dada dalam jubahnya yang terbungkus BH berukuran 34C itu menjadi sangat kencang dan mengeras.
 
Satu jam lebih lamanya Rif'ah dilanda birahi dalam box warnet bernomor 10 yang tertutup itu. Dalam keasyikan menjelajahi website-website porno, tiba-tiba Rif'ah dikejutkan bunyi pertanda SMS masuk di HP nya.
 
"Hmm… dari Faizah," gumam Rif'ah ketika melihat sms yang dikirim oleh salah seorang akhwat di tempat kostnya yang seluruh penghuninya adalah akhwat PKS. Isi sms itu mengabarkan bahwa salah seorang akhwat di tempat kost mereka terpergok menyimpan berbagai bacaan dan gambar porno di kamarnya. Rif'ah sebagai akhwat yang dituakan di tempat kost tersebut diharapkan bisa menyelesaikan kasus ini, apalagi ini adalah kasus yang keenam yang terjadi di tempat kost mereka.

Mendapat sms dari Faizah seperti itu, tubuh Rif'ah gemetar. Akhwat PKS yang alim ini segera tersadar dari apa yang sedang dilakukannya di box warnet ini. Akhirnya dengan perasaan kalut, Rif'ah menutup seluruh website porno yang telah dikunjunginya dalam waktu satu jam lebih ini dan bermaksud segera angkat kaki dari warnet ini.
Ketika seluruh windows website-website porno itu telah tertutup hingga tinggal tampilan dekstop yang terlihat di layar monitor, mata Rif'ah melihat sebuah icon yang berjudul Koleksi Movie di layar desktop. Tiba-tiba timbul keinginan Rif'ah untuk mengkliknya sehingga dia menunda untuk segera keluar dari box warnet. Dia segera mengklik dua kali icon tersebut, terpampanglah puluhan folder judul film yang tengah menjadi box office di layar monitor. Namun mata akhwat PKS berwajah cantik ini melihat salah satu folder berjudul Surga yang membuat dahinya berkerenyit heran.
Dengan diliputi rasa heran, Rif'ah mengklik folder berjudul Surga itu yang sekejap kemudian terpampang 2 file film berukuran besar yang membuat akhwat PKS ini semakin penasaran. Niatnya untuk keluar dari box warnet tertunda ketika rasa penasaran itu mendorongnya mengklik file film berjudul Surga yang berukuran lumayan besar itu.
 
"Ahh!" Rif'ah terpekik kaget ketika file film itu terbuka, yang ternyata merupakan file film porno. Tubuh Rif'ah seketika menjadi gemetar dan dadanya berdegup kencang. Setelah satu jam yang lalu akhwat PKS ini browsing menjelajahi website-website porno yang menampilkan gambar-gambar porno yang tak bergerak, ternyata kini dia menemukan film yang menyuguhkan gambar cabul yang bergerak.
Kembali Rif'ah terombang-ambing antara keinginan melihat dan rasa bersalah, akan tetapi nafsu birahi ternyata masih menguasai akhwat PKS ini, membuat Rif'ah kembali duduk dalam box warnet seperti semula. Matanya berbinar lebar menyaksikan film yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan dilihatnya. Film yang agaknya berasal dari Jepang itu diawali dengan adegan sebuah keluarga muda dengan dua orang anak yang masih kecil namun adegan itu cuman sebentar dan cerita itu dimulai ketika adik kandung sang suami yang berwajah tampan ikut menumpang di rumah mereka.

Rif'ah kian tenggelam mengikuti jalan cerita film tersebut yang kemudian sang istri dalam film tersebut tertarik dengan adik suaminya yang masih belia itu. Sang istri dalam film tersebut digambarkan sebagai ibu rumah tangga yang selalu berkimono tertutup.
Akhirnya terjadilah perselingkuhan antara adik sang suami dengan sang istri. Birahi Rif'ah kian menguat ketika adegan percintaan pasangan selingkuh ini dieksplor dengan detail. Akhwat PKS yang tengah dilanda birahi ini hanya terengah-engah menyaksikan adegan-adegan persetubuhan yang dimulai hanya 10 menit setelah film dimulai. Puluhan menit berikutnya boleh dikatakan film itu dipenuhi adegan-adegan persetubuhan pria dan wanita degan detail dan close up, membuat Rif'ah yang menonton film tersebut hanya terengah-engah dalam birahi yang kian menggelegak.

Akhwat PKS ini kembali tenggelam dalam libidonya di depan monitor yang menayangkan film porno. Kali ini Rif'ah tidak hanya sekedar menggosok-gosok bagian selangkangannya namun dia juga mengangkat jubah panjang warna coklat susu yang dikenakan hingga ke pinggangnya hingga terlihat sepasang pahanya yang bulat padat dan mulus. Tak sekedar menyingkap jubah yang dipakainya, namun gadis cantik ini juga menelusupkan tangannya ke balik celana dalam krem yang dipakainya lantas dengan bernafsu jemari tangan akhwat ini menggosok belahan kemaluannya yang kemerahan. Akhwat PKS berwajah menawan ini ternyata mempunyai kemaluan yang indah, membukit putih mulus tanpa sehelai rambut kemaluan yang menghiasinya karen rajin dibersihkan. Bibir kemaluan Rif'ah yang kemerahan kian terlihat memerah ketika tangan akhwat PKS ini menggosok-gosokkannya penuh nafsu birahi.

Di saat tangan kiri Rif'ah menggosok-gosok belahan kemaluannya, tangan kanan akhwat PKS ini menyusup ke balik jilbab putihnya yang lebar, lantas dibukanya 3 kancing yang ada di muka jubah tersebut dan tangannya segera menyusup ke balik BH berukuran 34C yang dipakainya. Rif'ah mempunyai sepasang payudara montok membukit indah yang kini terasa kian mengeras. Birahi akhwat PKS ini telah demikian menggelegak ketika tangannya meremas-remas payudaranya sendiri sambil memmelintir putting susunya. Entah darimana Rif'ah belajar bermasturbasi padahal sebelumnya tidak pernah satu detikpun dia melakukan perbuatan masturbasi sebagaimana beberapa akhwat PKS lainnya. Mata Rif'ah melotot adegan-adegan syahwat yang terpampang di layar monitor sementara kedua tangannya merangsang kemaluan dan payudaranya sendiri.

Puluhan menit berlalu ketika tiba-tiba HP Rif'ah berbunyi nyaring membuat Rif'ah yang tengah asyik dalam birahinya terlonjak kaget, kali ini nada HP-nya adalah nada panggil bukan nada SMS. Ketika melihat nama Faizah yang terpampang di layar HP, Rif'ah segera menghentikan meremas payudaranya lalu dengan wajah yang kesal akhwat PKS ini mengangkat telepon.
 
"Ada apa, Faizah?" tanya Rif'ah dengan sedikit kesal.
 
"Maaf, mbak... gimana sms saya tadi, apa Rikhanah perlu dikeluarkan juga dari tempat kost kita sebagaimana beberapa akhwat yang lain?" tanya Faizah.
 
Rif'ah terdiam. Rikhanah adalah akhwat yang dimaksud dalam sms dari Faizah sebagai akhwat yang mengkoleksi gambar dan cerita porno di tempat kost mereka yang seluruhnya dihuni akhwat aktvis PKS..
 
"Tunggu dulu, biar saya datang dulu.
Rikhanah-nya kemana?"
 
"Sudah pergi, Mbak.
Mungkin malu dia, tapi barang-barangnya masih di kamar dan barang-barang cabul itu sudah saya amankan."
 
Rif'ah kembali terdiam. "Ya nanti kita bicarakan, tunggu aku datang aja."
 
Ketika kembali pandangan Rif'ah ke layar monitor, film tersebut sudah mendekati akhir, berarti satu jam lebih akhwat PKS ini tenggelam dalam birahi ketika menonton film tersebut. Telepon dari Faizah tersebut ternyata mampu membangkitkan kembali kesadarannya akan perbuatan yang sedang dilakukannya. Dengan gontai Rif'ah membenahi jubah dan jilbabnya yang awut-awutan dan membuatnya setengah telanjang. Untunglah box warnet itu tertutup rapat, tak seoarangpun melihat keadaan akhwat PKS dengan aurat yang tersingkap lebar kemana-mana.
 
Rif'ah keluar dari box warnet nomor 10 setelah hampir 4 jam dia berada di dalamnya. Jubah coklat susu yang dipakainya terlihat kusut masai, terutama pada bagian selangkangannya, sementara jilbab putih yang lebar yang dipakainya juga terlihat kusut di bagian dada. Rif'ah berjalan gontai dengan pikiran yang kalut berniat menuju kasir warnet, namun akhwat PKS ini merasakan celana dalam yang dipakainya terasa basah, membuatnya risih.
Rif'ah menghentikan langkahnya ke meja kasir, akhwat cantik ini segera menuju toilet warnet. Dalam toilet yang cukup bersih itu, Rif'ah melepas celana dalam krem yang dipakainya di balik jubah. Rif'ah memperhatikan celana dalam yang terasa basah oleh lendir cukup banyak. Sekian jam Rif'ah tenggelam dalam birahi membuatnya berulangkali menyemprotkan cairan kenikmatan yang membuat celana dalamnya basah. Rif'ah segera membungkus celana dalam yang tadi membungkus bagian vitalnya itu dengan tissu kemudian disimpan dalam tas miliknya.
Sebelum keluar toilet, Rif'ah sempat mencuci kemaluannya yang terlihat putih kemerah-merahan tanpa sehelai rambutpun yang terbiarkan tumbuh. Bukit montok kemaluannya yang mulus dengan bibir kemaluan yang merekah merah itu dicucinya berulangkali sebelum dilap dengan tisuue. Akhwat PKS yang cantik ini merasa yakin tak seorangpun mengetahui kalau dirinya saat ini tidak memakai celana dalam. Jilbab putih lebar serta jubah panjang yang dipakainya terasa cukup untuk menyembunyikannya. Rif'ah membuka pintu toilet lantas dengan sedikit canggung, akhwat PKS ini berjalan menuju ke kasir warnet yang masih dijaga oleh cowok chinesse.
Cowok itu memandang Rif'ah dengan pandangan penuh arti sembari tersenyum. "Sudah, mbak?" tanyanya sembari tetap memandang akhwat PKS yang cantik ini.
"Ya," jawab Rif'ah pendek sambil menyodorkan lembaran uang pecahan 20 ribu. Akhwat PKS ini menyadari pandangan cowok chinesse yang seakan ingin menelanjanginya sehingga membuatnya tidak menyukai pandangan cowok chinesse tersebut.

"Mbak jadi member aja, koleksi film kita nambah terus lho. Makin asyik." ujar cowok itu sambil menghitung uang kembalian.
 
Rif'ah terperanjat kaget mendengarnya, wajah ayu akhwat PKS berkulit putih ini seketika menjadi merah padam. Rif'ah tidak menyangka kalau operator warnet bisa mengetahui dia melihat film porno dalam box warnet.

"Mmm, m-makasih." ujar Rif'ah tergagap lantas tiba-tiba saja akhwat ini setengah berlari menuju pintu keluar warnet. Wajahnya yang merah padam tertunduk dalam-dalam menahan rasa malu yang dirasakannya.
"Kembaliannya, mbak!!" teriak cowok operator warnet, namun Rif'ah tidak lagi mendengarnya.
Begitu keluar dari warnet, akhwat PKS ini juga tidak menunggu bus kota seperti biasanya, namun tangannya segera melambai menghentikan taksi yang lewat.

***
Membayangkan film-film porno yang kemarin ditonton di warnet, membuat rif'ah tidak bisa tidur nyenyak. Tanpa sadar dia masturbasi sambil berfantasi dengan gambar-gambar porno milik Rikhanah yang kemarin dia sita.

Tanpa sepengetahuan Rif'ah, sedari tadi Faizah, teman dekatnya, mengintip dari balik jendela. Faizah menyeringai melihat perbuatan Rif'ah dan diam-diam dia menghampiri Rif'ah yang tengah tenggelam dalam amuk birahi. Dari belakang, kedua tangan Faizah memeluk Rif'ah erat.
 
"Lagi ngapain, mbak?" tegurnya di dekat telinga Rif'ah yang masih tertutup jilbab.

”Aww!!" pekik Rif'ah kaget dengan tubuh terlonjak. Secara refleks dia  menghentikan aktivitas masturbasinya dan segera membenahi jubahnya yang tersingkap lebar hingga ke pinggang. Wajah cantik akhwat PKS ini merah padam dan beberapa saat dia hanya terpaku oleh rasa kaget luar biasa karena dipeluk oleh Faizah dari belakang.

"Nggak papa kok, mbak. Aku nggak akan lapor sama Ummu Nida atau mbak Mufidah kok. Aku paham kok, aku juga suka dengan gambar-gambar punya mbak Rikhanah ini. Ayo terusin lagi!" desis Faizah di dekat telinganya yang membuat Rif'ah merinding.
 
Rif'ah masih terdiam ketika tanpa diduganya tangan Faizah yang memeluknya tiba-tiba meremas kedua buah dadanya, membuat Rif'ah terkejut luar biasa.
 
"Mbak Rif'ah masih terangsang yah, buah dada mbak masih kenceng gini?"
 
"Eh, Faizah. Apa-apaan ini?!" protes Rif'ah pelan sambil berusaha menepis tangan Faizah.
 
"Jangan protes, mbak. Aku tahu mbak Rif'ah punya kumpulan gambar porno dan cerita-cerita erotis dalam flash disk punya mbak yang semalam aku pinjem. Aku janji nggak akan melaporkannya kepada Ummu Nida dan mbak Mufidah kok. Tenang aja, nasib mbak Rif'ah nggak akan kayak mbak Rikhanah."
 
Rif'ah terdiam dan dirinya merasa aneh dengan tingkah Faizah yang tidak diduganya ini. Dia merasa merinding ketika tangan Faizah yang memeluknya kembali meremas-remas buah dadanya dan Rif'ah mulai merasakan nafas Faizah tersengal memburu menerpa jilbabnya seperti tengah dilanda birahi.
 
"Mbak Rif'ah masih birahi khan? Ayolah, nikmati saja, mbak!" desis Faizah dengan suara gemetar, sementara kedua tangannya terus meremas-remas buah dada montok di dada Rif'ah yang masih tertutup jilbab putih yang lebar.

"Faizah, jangan!" desis Rif'ah dengan tegang ketika tangan Faizah kini menyusup ke balik jilbab putih lebar yang dipakainya.

"Sudahlah, mbak. Flashdisk punya mbak Rif'ah masih di tanganku, aku janji nggak akan melaporkan ke atas!" desis Faizah dalam.
 
Rif'ah yang tidak mau nasibnya seperti Rikhanah, ditambah dengan gelegak birahi yang masih menguasainya, akhirnya pasrah ketika tangan Faizah membuka kancing jubahnya di balik jilbab lebar yang dipakainya. Beberapa saat kemudian tangan Faizah segera menyusup meremas buah dada miliknya yang montok dan kencang tersebut, membuat Rif'ah merasakan sebuah sensasi yang aneh dan membuatnya bingung.
 
"Mmm, montok dan kenyal. Aku sudah lama merindukan bisa beginian dengan mbak Rif'ah. Mbak Rif'ah cantik dan sintal, selama ini selalu membuatku bergairah."
 
Mata Rif'ah membelalak lebar mendengar ucapan Faizah, akhwat PKS ini tidak menyangka bahwa akhwat berperawakan atletis dan anggota Santika adalah seorang akhwat yang menyukai sesama jenis. Belum hilang keterkejutannya, Rif'ah merasakan tangan Faizah kemudian tidak hanya sekedar meremas-remas buah dada miliknya, namun juga memilin-milin puting susunya yang tegang tersebut, membuat tubuh akhwat PKS yang cantik ini menggeliat dan desahnya tak mampu ditahannya meloncat dari mulutnya.

"Ahhhh... Faizah, jangaaan!" desah Rif'ah spontan. Seumur hidupnya, baru pertama kali ini puting susunya dipilin sedemikian rupa yang sangat membangkitkan nafsu birahinya. Namun di satu sisi dia merasa merinding karena yang memilin puting susunya dengan lihainya adalah seorang akhwat seperti dirinya.
 
"Kita ke kamar aja, mbak." bisik Faizah begitu mesra kepada Rif'ah.

Entah kenapa Rif'ah terlihat pasrah ketika Faizah menariknya ke dalam kamar yang terletak di sebelah ruang Arsip. Kamar tersebut adalah salah satu kamar dari tiga kamar di kantor DPD PKS sebagai tempat istrirahat personil atau transit tamu-tamu dari luar kota.
Fasilitas dalam kamar tersebut sangat sederhana, sekedar sebuah pembaringan lengkap dengan bantal guling serta satu set meja dan kursi.

Dalam kamar tersebut, Faizah tidak serta merta merebahkan Rif'ah di pembaringan, namun akhwat PKS yang cantik sekaligus seniornya ini ia sandarkan di dinding kamar. Tubuh Faizah memang lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan tubuh Rif'ah sehingga Faizah terpaksa menundukkan wajahnya memandang wajah cantik yang berbalut jilbab putih yang lebar yang kini tengah dipeluknya mesra.
 
"Mbak Rif'ah cantik, aku udah lama nungguin yang kayak gini. Mbak begitu cantik, tubuh mbak sintal." ungkap Faizah sembari membelai wajah Rif'ah, sementara akhwat PKS yang cantik ini hanya membelalakkan kedua matanya menatap Faizah dengan tatapan yang sulit dimengerti. Deru nafas Faizah yang memburu terasa hangat menampar-nampar wajahnya.
 
Faizah kian mendekatkan wajahnya ke wajah Rif'ah hingga bibirnya menyentuh bibir akhwat yang cantik ini, membuat tubuh Rif'ah kejang. Rif'ah sempat melengos ketika bibir Faizah hendak melumat bibirnya, namun dengan cepat Faizah memburunya sehingga sesaat kemudian bibir Rif'ah yang ranum tersebut dapat dilumatnya dengan penuh nafsu. Tubuh Rif'ah semakin kejang dan sesaat kemudian akhwat PKS ini menggelinjang ketika lidah Faizah menyapu dan membelit lidahnya dengan lihainya. Seumur hidupnya baru kali ini bibirnya dilumat dengan bernafsu oleh orang lain dan yang membuatnya terlihat bingung karena yang melumat bibirnya adalah seorang akhwat seperti dirinya.
 
Faizah tidak memperdulikan kebingungan Rif'ah karena dia mengetahui kalau akhwat seniornya yang cantik ini masih dalam keadaan birahi, ketika tangannya yang kembali menyusup ke balik jilbab menemukan buah dada montok Rif'ah masih mengeras kencang. Bahkan ketika tangannya menyentuh puting susu akhwat yang cantik ini, Faizah masih merasakan puting susu tersebut terasa sangat kencang sehingga membuat Faizah dengan gemas memilinnya. Tubuh Rif'ah menggelinjang ketika kembali puting susunya dipilin-pilin Faizah sementara bibirnya terus melumat bibir akhwat berwajah cantik ini dengan penuh birahi.
 
Tanpa melepaskan pagutannya serta dengan tangan masih bermain-main di dada Rif'ah, Faizah mendorong akhwat PKS yang cantik ini ke arah pembaringan dan merebahkannya di atas pembaringan tersebut. Rif'ah terengah-engah antara rasa nikmat dan kebingungan yang mencekamnya, sementara tatapan matanya nanar menatap Faizah yang berdiri di sisi pembaringan.

"Ayo, mbak, kita bermain-main. Aku sudah lama pengen ginian sama mbak." ujar Faizah sambil duduk di pembaringan.

Kedua tangan Faizah terulur ke tubuh Rif'ah lantas menyusup masuk ke balik jubah panjang yang dipakai akhwat PKS berparas cantik ini. Rif'ah tersentak dan secara refleks tangannya mencegah tangan Faizah namun akhwat PKS juniornya ini hanya tersenyum penuh arti kepadanya. Tatapan dan senyuman Faizah itu membuat Rif'ah memahami bahwa gadis ini mempunyai kartu truf yang akan menghancurkan kariernya di PKS sebagaimana Rikhanah. Akhirnya Rif'ah membiarkan tangan Faizah menggerayangi tubuhnya di balik jubah panjang yang dipakainya.

"Tenang, mbak. Mbak tidak akan ternodai. Keperawanan mbak Rif'ah tetap akan utuh." bisik Faizah ketika tangan gadis PKS ini telah sampai di selangkangan Rif'ah.
 
"Faizah..." desis Rif'ah tegang ketika dia merasakan jemari Faizah menyusup ke balik celana dalam yang dipakainya. Lantas jemari gadis PKS asal Jakarta ini menyusuri belahan bibir kemaluan Rif'ah ke atas dan ketika telah menyentuh kelentitnya, jemari Faizah seketika memilin bagian tubuh Rif'ah yang paling sensitif tersebut.
 
"Ahhhh..." desah Rif'ah menggelinjang ketika jemari Faizah memilin dan merangsang kelentitnya dengan luar biasa.
Faizah tersenyum melihat reaksi Rif'ah dan reaksi tersebut membuatnya semakin bernafsu merangsang akhwat PKS yang cantik ini. Faizah melepaskan kaus kaki krem yang membungkus kedua kaki Rif'ah dan diletakkannya di bawah pembaringan. Satu tangan Faizah masih mempermainkan kelentit Rif'ah sementara tangan lainnya mengelus-elus kaki akhwat PKS yang putih mulus itu. Bahkan kemudian Faizah membungkuk dan menciumi kaki Rif'ah dari jemarinya yang halus kemerahan terus merayap ke atas sembari menyingkap jubah panjang yang dipakai Rif'ah.

Rif'ah menggelinjang dan mendesah di tengah keterombang-ambingannya antara rasa nikmat oleh rangsangan Faizah dan nalurinya yang menolak dicabuli oleh sesama jenis. Faizah yang mempunyai kartu truf tentang kejelekan Rif'ah membuat Rif'ah tak kuasa melawan keinginan Faizah sehingga rasa birahilah yang akhirnya dominan terhadap diri akhwat PKS yang cantik ini walaupun dia menyadari yang merangsangnya adalah seorang akhwat seperti dirinya.
Rif’ah membiarkan Faizah menyingkap jubah panjang yang dipakainya hingga ke pinggangnya. Akhwat PKS berwajah cantik ini juga hanya pasrah ketika setelah itu Faizah kemudian menciumi dan menjilati sekujur kakinya dari jemari kakinya lantas kedua betisnya hingga sepasang paha Rif’ah yang padat dan kencang membuat sekujur tubuh Rif’ah dari ujung kaki hingga pangkal pahanya basah kuyup oleh jilatan dan ciuman Faizah. Rif’ah pasrah terhadap segala yang Faizah lakukan terhadap dirinya.

Faizah tersenyum melihat Rif’ah yang kini dalam keadaan setengah telanjang di depannya. Mata akhwat PKS asal Bekasi ini membulat menatap kemaluan Rif’ah yang terlihat membukit terbungkus ketat oleh celana dalam warna krem.

“Faizah, jangan!!!” desis Rif’ah tertahan ketika tangan Faizah menarik turun celana dalam krem yang dipakainya.
 
Tapi Faizah tidak lagi menanggapi Rif’ah, apalagi ketika matanya telah melihat gundukan kemaluan Rif’ah telanjang di depannya. Tubuh Rif’ah tersentak ketika dengan buas Faizah membenamkan wajahnya diantara kedua pahanya dan dalam hitungan detik, Rif’ah merasakan kemaluanya dikunyah oleh akhwat PKS juniornya ini. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Rif’ah namun akhirnya nafsu birahilah yang kemudian menguasai akhwat cantik ini. Rif’ah menggelinjang jalang dengan mulut yang mendesah dan merintih merasakan kelihaian jilatan dan sedotan Faizah pada bagian tubuhnya yang paling rahasia tersebut. Begitu mahirnya jilatan dan sedotan Faizah di kemaluan Rif’ah hingga membuat pantat akhwat PKS yang cantik ini terangkat ke atas setiap kali.

Dengan mulut masih mencumbu kemaluan Rif’ah, tangan Faizah menggerayangi bagian dada akhwat cantik ini. Tangan akhwat hitam manis ini kembali menyusup ke balik jubah panjang yang dipakai Rif’ah melalui bagian atas jubahnya yang telah terbuka kancingnya sejak di ruang arsip, lantas menelusup ke balik BH yang dipakai Rif’ah. Beberapa saat kemudian tangan Faizah pun telah meremas-remas kedua payudara montok di dada Rif’ah yang telah mengeras dan memilin-milin puting susu payudara tersebut dengan gemas.

“Ahhh… ahhhhh...” rintih Rif’ah ketika dirangsang sedemikian rupa oleh Faizah. Tubuhnya menggelinjang jalang dan kedua tangannya meremas-remas kepala Faizah di selangkangannya yang masih berjilbab sehingga membuat kusut jilbab yang dipakai akhwat anggota Santika ini.
 
Puas mengunyah daging kemaluan Rif’ah, Faizah beralih ke dada akhwat PKS yang cantik ini. Jilbab lebar yang dipakai Rif’ah disingkapnya hingga ke pundak lalu dikeluarkannya sepasang bukit montok di dada Rif’ah dari BH yang membungkusnya hingga terpampang di depan matanya. Faizah terpesona melihat sepasang payudara Rif’ah yang telanjang di depan matanya. Sebelumnya dia pernah sekali tak sengaja melihat payudara telanjang Rif’ah ketika akhwat ini berganti pakaian tapi itu hanya sesaat karena waktu itu Rif’ah segera menutupinya. Sekarang kedua payudara akhwat cantik ini terpampang di depannya dalam keadaan terangsang, sungguh sebuah pemandangan yang sangat menggiurkan.

Faizah segera menerkam menciumi dan menjilati kedua payudara Rif’ah secara bergantian. Dikunyah-kunyahnya payudara yang putih mulus itu hingga berbekas bilur-bilur kemerahan, lantas disedotnya dan dipelintir puting susu yang tegak kemerahan tersebut dengan gemas, membuat Rif’ah semakin jalang merintih oleh birahi yang melandanya. Tubuhnya menggelinjang liar dan mulutnya mendesah dan merintih menahan kenikmatan yang dirasakannya. Rif’ah tidak lagi terpikir bahwa yang merangsangnya adalah akhwat seperti dirinya, yang ada dalam benaknya hanya kenikmatan yang baru pertama kali dirasakannya.

“Buka semua bajunya ya, mbak?!” desis Faizah puas menikmati payudara Rif’ah. Dia lantas turun dari pembaringan tersebut dan tanpa menunggu jawaban Rif’ah, tangannya segera melepas jilbab putih lebar yang dipakai Rif’ah, kemudian jubah panjangnya, juga bh dan cd warna krem yang dikenakan Rif’ah hingga akhirnya Rif’ah telanjang bulat.
Faizah benar-benar terpesona melihat Rif’ah yang kini tergolek di pembaringan tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Tubuh bugil Rif’ah terlihat begitu indah sehingga beberapa saat Faizah terpesona memandangi sekujur tubuh bugil Rif’ah dari ujung rambut hingga ke ujung kakinya.

Rif’ah membiarkan Faizah memandangi sekujur tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Akhwat cantik ini balas memandang Faizah ketika dia melihat Faizah kemudian juga mulai membuka pakaiannya. Pertama kali Faizah melepas sepasang kaus kakinya, disusul jilbab lebar warna hijau yang dipakainya hingga terlihat rambutnya yang dipotong pendek seperti polwan. Setelah itu barulah Faizah melepas jubah panjang warna coklat yang dipakainya sehingga Faizah kini hanya terlihat memakai bh, sementara bagian bawahnya memakai celana panjang warna coklat gelap. Rif’ah memang melihat Faizah adalah seoarang akhwat yang berotot bahkan payudaranya pun tergolong kecil.

Tanpa memperdulikan pandangan Rif’ah, Faizah melepas BH yang membungkus buah dadanya lalu celana panjang yang menutup bagian tubuhnya juga dilepas. Faizah ternyata tidak memakai celana dalam sehingga ketika celana panjang itu terlepas dari tubuhnya, Faizahpun bugil seperti Rif’ah. Rif’ah ternganga melihat tubuh Faizah bugil di depannya saat ini karena baru pertama kali ini dia melihat Faizah dalam keadaan bugil tanpa selembar benang pun di tubuhnya. Tubuh akhwat PKS yang satu ini memang terlihat perkasa walaupun di dadanya tumbuh sepasang payudara berukuran 32 dengan puting susu coklat gelap serta kemaluannya adalah kemaluan wanita, apalagi kulitnya yang coklat mengesankan keperkasaannya. Satu hal yang tak diduga Rif’ah sebelumnya, ternyata Faizah mempunyai kemaluan dengan rambut yang lebat sehingga sebagian kemaluan Faizah yang cukup montok membukit itu tertutupi oleh lebatnya rambut kemaluannya.

Rif’ah tak sempat memikirkan lebatnya rambut kemaluan Faizah yang lebat tersebut lebih lama, karena Faizah segera naik ke pembaringan dan segera menindihnya. Sesaat Rif’ah sempat tersadar kalau yang mencumbunya adalah seorang wanita seperti dirinya, namun kesadaran itu tak sempat menguasainya. Faizah segera merangsangnya kembali, membuat Rif’ah kembali tenggelam dalam birahi. Dengan liar Faizah mencumbu Rif’ah, melumat bibir sensual Rif’ah, mengesekkan payudaranya dengan payudara Rif’ah, menempelkan bibir kemaluanya dengan bibir kemaluan Rif’ah lantas menggesek-gesekkannya.
Deru nafas, desahan dan rintihan kenikmatan kedua gadis yang tenggelam birahi itu seakan tak putus terdengar disela-sela suara beradunya dua tubuh yang saling membelit. Rif’ah yang semula adalah akhwat PKS alim dan jauh dari perbuatan-perbuatan mesum larut dalam kenikmatan dan sensasi birahi yang dibawa oleh Faizah.

Persetubuhan kedua gadis ini berakhir lewat dini hari. Rif’ah dan Faizah terkapar lemas di pembaringan. Tubuh bugil kedua gadis ini penuh dengan bilur-bilur warna merah bekas gigitan mereka masing-masing, terutama tubuh Rif’ah yang berkulit putih mulus seperti pualam.

“Pulang sekarang atau besok pagi, mbak?” tanya Faizah dengan nafas yang masih memburu satu-satu.

“Terserah Faizah aja, khan Faizah yang bawa motornya.” jawab Rif’ah.

“Ya udah, besok pagi aja.
Kita tidur aja, mbak, capek. Berpelukan, mbak, dingin!” ujar Faizah sambil memeluk tubuh Rif’ah yang masih bugil dengan mesra, kemudian dengan kakinya Faizah menarik selimut yang ada di ujung pembaringan untuk menutupi tubuh bugil mereka berdua.
***

Keesokan paginya ketika matahari telah terbit, sebuah sepeda motor yang dinaiki dua gadis berjilbab lebar yang tak lain Faizah dan Rif’ah terlihat keluar meninggalkan rumah yang dijadikan kantor DPD PKS.

“Mbak Rif’ah mau ke kampus atau ke kost dulu?” tanya Faizah.
 
“Ke kost dulu aja,” jawab Rif’ah datar seakan tak bergairah, membuat Faizah mengerutkan keningnya.

Pikiran Rif’ah masih terbayang kejadian semalam.
Dia serasa masih belum percaya kalau semalam dia telah melakukan persetubuhan dengan Faizah. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya, antara perasaan merasa bersalah namun ternyata semalam dia sangat menikmati persetubuhan dengan Faizah.

Faizah dapat merasakan kalau Rif’ah masih terguncang dengan kejadian semalam. Faizah bisa mengerti karena ketika pertama kali dia mengenal dunia lesbian juga terguncang sebelum akhirnya kecanduan. Faizah menyadari perbuatannya adalah perbuatan terlarang ketika dia ikut PKS dan dia berusah menghilangkannya, namun hasratnya ternyata sulit untuk dibendung ketika melihat kecantikan dan kemolekan tubuh Rif’ah, akhwat seniornya di PKS yang di matanya mungkin bernilai 8. Tanpa diduganya, Rif’ah ternyata mudah sekali untuk dibawa bercinta seperti tadi malam. Betul-betul akhwat yang polos dalam masalah seks.
***

Hampir satu bulan sudah sejak peristiwa di DPD, Rif’ah masih terombang-ambing, namun akhwat cantik ini tidak dapat menolak ketika Faizah tidur di kamarnya kemudian mengajaknya bercinta semalam suntuk. Seluruh akhwat penghuni kost itu tidak menaruh curiga apapun walaupun hampir tiap malam Faizah tidur di kamar Rif’ah karena mereka memang sama-sama perempuan. Mereka hanya melihat kedua akhwat itu kini semakin akrab sampai kemudian kedua akhwat itu datang pada sebuah kajian yang membahas mengenai fenomena lesbian. Saat itu Rif’ah tersadar dengan kekeliruannya selama ini. Wajah akahwat cantik ini merah padam mendengar isi kajian yang mengutuk perilaku lesbian sementara Faizah cenderung untuk tidak mendengarkannya.

Sepulangnya dari kajian itu, Rif’ah mulai menjaga jarak dengan Faizah. Faizah yang merasa Rif’ah mulai berubah, berusaha menekan Rif’ah agar tidak meninggalkannya. Faizah sangat bernafsu kepada Rif’ah, akhwat cantik dengan bau kemaluan yang segar dan wangi. Dia tidak rela harus putus hubungan dnegan Rif’ah. Akhirnya Faizah harus melakukan ancaman fisik terlebih dahulu sebelum melampiaskan nafsunya kepada Rif’ah. Rif’ah sebagai seorang akhwat yang lembut dan lemah tak mampu melawan ancaman Faizah sehingga dengan terpaksa dia melayani nafsu Faizah yang menyimpang dari kodratnya.

Tak sampai setengah bulan kemudian, Rif’ah merasa tidak tahan terhadap paksaan Faizah untuk melayani nafsu seksualnya, sehingga akhwat ini berencana pindah kost. Rupanya Faizah mencium rencana Rif’ah pindah kost sehingga akhwat hitam manis ini menekannya agar tidak meninggalkan kost. Rif’ah yang ketakutan dengan ancaman Faizah akhirnya meminta perlindungan kepada Ummu Nida, mantan Kabid Kewanitaan DPD PKS yang kini duduk di DPW tingkat propinsi. Di matanya Ummu Nida adalah seorang ummahat yang keras, tegas dan berani. Ummahat berusia 30an dan telah mempunyai tiga anak itu memang pantas menjadi pemimpin akhwat PKS. Secara fisik Ummu Nida adalah seorang ummahat yang bertubuh besar padahal suaminya bertubuh kurus.

Sore itu sepulangnya dari kampus, Rif’ah tidak pulang ke kostnya, namun pergi ke tempat Ummu Nida di sebuah perumahan di pinggiran kota. Akhwat ini bertekad untuk menceritakan semua yang telah dilakukannya bersama Faizah sekaligus minta perlindungan dari paksaan Faizah kepadanya. Sesampainya di rumah Ummu Nida, Rif’ah heran ketika melihat beberapa sepeda motor yang terparkir di rumah tersebut. Dilihatnya Abu Nida, suami Ummu Nida sedang duduk di teras bersama anak mereka yang terkecil yang baru berusia 2 tahun.

Setelah salam, Rif’ah menanyakan keberadaan Ummu Nida kepada Abu Nida.
 
“Masuk aja, lagi pada senam di halaman belakang.” jawab Abu Nida.

Senam? Kening Rif’ah berkerenyit heran, namun tak bertanya-tanya lagi. Dia segera masuk ke rumah dan langsung ke halaman belakang. Sesampainya di halaman belakang, Rif’ah tertegun. Rupanya senam itu telah selesai ketika dia melihat Ummu Nida dan kurang lebih 15 wanita berpakaian senam yang sexy terlihat duduk kelelahan. Rif’ah terlihat kaget melihat Ummu Nida dan lainnya memakai baju senam yang sexy itu. Rif’ah hampir tidak mengenali para ummahat yang ada disana karena sebelumnya Rif’ah melihat mereka dengan jilbab lebar dan jubah panjang. Kemunculan Rif’ah langsung disambut hangat oleh Ummu Nida dan beberapa ummahat lain yang mengenalnya.

“Oh, dik Rif’ah. Bunga tercantik di PKS datang berkunjung!” seloroh Ummu Nida, membuat Rif’ah tersipu-sipu malu.
 
Rif’ah kemudian bersalaman dengan seluruh ummahat sambil saling menempelkan pipi. “Senam apaan, mbak?” tanya Rif’ah.

“Senam Ummahat. Kalau anti sih nggak perlu, tubuh anti khan masih sexy dan sintal. Nah kalo kami-kami yang sudah punya anak ini ya harus berupaya agar tubuh kami tetap sintal dan menggiurkan bagi suami,” jawab Ummu Nida.

“Ah, mbak bisa aja. Tubuh mbak juga masih sintal dan montok kok.” balas Rif’ah sambil memandang sekujur tubuh Ummu Nida yang masih berbalut pakaian senam yang ketat.

Ummu Nida memang mempunyai tubuh yang sintal dan montok. Walaupun sudah mempunyai tiga anak, perutnya terlihat rata. Buah dadanya besar dan bulat, mungkin berukuran sekitar 36 dengan pantat yang bahenol. Wanita berkulit kuning langsat yang masih terlihat kencang ini mempunyai wajah yang cukup cantik walaupun sudah tidak terlihat muda lagi. Rif’ah perkirakan usia Ummu Nida sekitar 33 tahun.

Melihat Ummu Nida, Rif’ah teringat Faizah. Rif’ah bisa membayangkan reaksi Faizah bila melihat Ummu Nida dalam balutan pakaian senam seperti sore ini.

“Nunggu dulu yah, pada mau kemas-kemas ini.” ujar Ummu Nida yang dijawab anggukan oleh Rif’ah.

Rif’ah melihat kesibukan Ummu Nida dan ummahat lainnya yang berkemas-kemas. Rif’ah memang baru tahu kalo ada senam Ummahat seperti ini, jadi memang bukan isapan jempol kalau ada berita bahwa kebanyakan ummahat PKS mempunyai tubuh yang sintal dan bahenol. Dalam waktu beberapa menit kemudian para ummhat PKS yang semula masih berbalut pakaian senam kini kembali terlihat dengan jubah panjang dan jilbab lebar. Melihat ummahat tersebut kembali memakai pakaian tersebut, Rif’ah baru mengenali dengan jelas satu persatu ummahat yang datang dan rupanya banyak ummahat yang dikenalnya.

“Itu guru senamnya?” tanya Rif’ah kepada Ummu Nida ketika melihat seorang wanita yang tidak berjilbab terlihat sexy dengan jeans dan kaos ketat.

“Iya, namanya Venny, guru senam di sanggar senam dekat kantor DPW. Kita sewa untuk melatih kita.” jawab Ummu Nida.

Tak lama kemudian rumah Ummu Nida pun kembali sepi, setelah satu persatu ummahat itu pulang ke rumah masing-masing.

“Ada apa, dik, kelihatan banyak masalah? Jadi nginep khan seperti dalam sms tadi?” tanya Ummu Nida kemudian.

Rif’ah mengangguk. “Nanti malam ya, mbak, ceritanya.
Rif’ah capek banget.” dia berkata.
 
Ummu Nida mengangguk mengerti, lalu diantarkannya gadis ini ke kamar yang telah disiapkannya. “Nida dan Yasmin lagi liburan di rumah neneknya, jadi dik Rif’ah bisa tidur di kamar ini.” kata Ummu Nida sambil mengantarkan Rif’ah ke kamar kedua anaknya.
Rif’ah mengangguk dan baru mengerti kenapa sejak tadi tidak melihat Nida dan Yasmin, dan hanya melihat anak terkecil Ummu Nida yang digendong Abu Nida di teras. “Makasih, mbak.” kata Rif’ah.
***

Malam harinya, Ummu Nida terkejut luar biasa mendengar penuturan Rif’ah mengenai hubungannya dengan Faizah, namun Rif’ah tidak menceritakan kalau dia juga menikmati hubungan sesama jenis tersebut. Wajah Ummu Nida merah padam mendengar penuturan Rif’ah yang menuturkan sambil terisak.

“Rif’ah menyesal, mbak. Tapi Faizah terus mengancam dan menekan. Rif’ah tidak berani melawan.”
 
“Kalau begitu Faizah harus keluar dari kost akhwat tersebut, dia berbahaya buat akhwat PKS lainnya. Baru sabuk hijau saja sudah banyak tingkah.” ujar Ummu Nida tampak geram. Rif’ah memang mendengar kalau Ummu Nida sebelum menjadi akhwat adalah mantan atlit karateka propinsi dan sudah sampai sabuk hitam, tapi dia tidak mengerti masalah sabuk-sabuk tersebut sehingga dia tidak tahu maksud ucapan Ummu Nida.

“Sekarang dik Rif’ah istirahat dulu aja. Nggak apa-apa, biar mbak yang bereskan si Faizah itu.” desis Ummu Nida mirip perintah.

Mendengar ucapan Ummu Nida, Rif’ah pun segera pamit ke kamar yang terletak di sebelah kamar Ummu Nida dan suaminya. Di kamar tempat dia berbaring itu, Rif’ah gelisah. Ada sedikit rasa penyesalan menceritakan masalahnya kepada Ummu Nida, khawatir menjadi konsumsi publik di kalangan akhwat PKS. Namun kemudian penyesalan itu ditepisnya karena dia yakin Ummu Nida akan bertindak yang terbaik untuknya. Apalagi setelah Rif’ah masuk ke kamar, dia mendengar pembicaraan Ummu Nida dan suaminya berkisar masalah Faizah, bukan dirinya. Kelelahan yang mencengkeram membuat Rif’ah tak lama mendengar pembicaraan itu karena kemudian dia sudah tertidur pulas.

Tengah malam Rif’ah terbangun ketika dia mendengar suara canda dan ketawa-ketawa dari kamar sebelahnya yang tak lain adalah kamar Ummu Nida dan suaminya. Rif’ah memahami sehingga diapun kembali berusaha tertidur, namun ternyata suara-suara itu kemudian mengganggunya sehingga membuatnya sulit tertidur, apalagi setelah terdengar suara-suara aneh dari kamar tersebut di sela-sela canda suami istri tersebut.
Suara tersebut membuat Rif’ah gelisah dan benaknya tanpa sadar membayangkan apa yang tengah terjadi di kamar sebelah antara Ummu Nida dan suaminya. Bayangan tersebut terhenti ketika kemudian Rif’ah merasa ingin buang air kecil.

Dengan hati-hati dan pelan, Rif’ah keluar dari kamar menuju ke WC. Suasana ruangan di luar kamar remang-remang karena lampu di ruangan tersebut telah dimatikan dan Rif’ah tidak tahu tempat saklar lampu. Namun cahaya lampu dapur yang dibiarkan menyala membantu Rif’ah berhasil sampai ke kamar mandi.
Setelah menuntaskan hajatnya, Rif’ah segera kembali ke kamarnya. Ketika hendak membuka pintu kamar tempat dia tidur, terdengar kembali suara-suara dari kamar Ummu Nida. Suara ketawa, dengusan dan suara-suara aneh membuat jantung Rif’ah berdebar-debar kencang. Tanpa sadar benak Rif’ah teringat film porno yang ditontonnya di warnet beberapa waktu yang lalu. Dada akhwat PKS ini berdegup kencang ketika kemudian matanya melihat seberkas sinar keluar dari lubang kunci pintu kamar Ummu Nida.
Rif’ah mengurungkan niatnya masuk ke kamar, dia justru menempelkan matanya ke lubang kunci tersebut dan sedetik kemudian bola mata Rif’ah membelalak lebar melihat pemandangan yang dilihatnya. Tubuh gadis cantik ini gemetar. Melalui lubang kunci tersebut, suasana kamar Ummu Nida terlihat jelas, terutama ranjang tempat tidur Ummu Nida dan suaminya. Di ranjang tersebut, Rif’ah melihat Ummu Nida dan suaminya telanjang bulat tanpa selembar pakaian pun menutupi tubuh mereka berdua. Rif’ah sempat tertegun melihat Ummu Nida dalam keadan telanjang bulat seperti itu. Tubuh ummahat berkulit kuning langsat yang telah beranak tiga tersebut ternyata masih kencang dan terlihat montok dengan sepasang payudara yang besar menggelayut di depan dadanya.

Kemaluan Ummu Nida juga nampak bersih dari bulu-bulu kemaluan seperti kemaluan Rif’ah, hanya bedanya bibir kemaluan Ummu Nida telah menggelambir kehitam-hitaman, sementara bibir kemaluan Rif’ah terlihat rapat dengan warna kemerah-merahan. Ummu Nida terlihat bernafsu menciumi sekujur tubuh suaminya hingga akhirnya terhenti di bagian kontol Abu Nida. Tubuh Rif’ah gemetar ketika matanya melihat kontol suami Ummu Nida yang tegak mengeras. Kontol suami Ummu Nida itu besar dan panjang dengan otot-ototnya yang terlihat menonjol, dan terlihat sangat kontras dengan tubuh Abu Nida yang kerempeng. Ummu Nida terlihat sangat bernafsu menjilati dan menciumi kontol sang suami hingga beberapa lama ummahat ini asyik dengan batang keras tersebut. Rif’ah yang melihat keasyikan Ummu Nida hanya mampu terengah membayangkan dirinya juga ikut menjilati kontol suami Ummu Nida yang besar itu.

Abu Nida terlihat tersenyum-senyum dan terkadang melenguh keenakan menikmati perbuatan istrinya tersebut. Ketika Ummu Nida kemudian menggenggam kontol suaminya dan diarahkan ke liang kemaluannya, Abu Nida segera membalikkan tubuh montok Ummu Nida sehingga Abu Nida kini berposisi menindih istrinya. Ummu Nida terpekik manja namun beberapa saat kemudian ummahat ini mendesah ketika kontol besar suaminya mulai menembus liang kemaluannya dan beberapa saat kemudian perempuan yang telah beranak tiga ini merintih-rintih jalang ketika suaminya menyetubuhinya.
Rif’ah yang melihat adegan tersebut melalui lubang kunci hanya terengah-engah dengan tubuh panas dingin ketika kontol besar Abu Nida menyodok kemaluan Ummu Nida berulangkali. Rif’ah melihat lubang kemaluan Ummu Nida yang tampak lebar karena telah mengeluarkan 3 anak itu seakan tidak muat dimasuki kontol suaminya. Tubuh montok Ummu Nida tampak terguncang-guncang oleh gerakan kontol suaminya sementara kedua payudara ummahat dengan puting susu yang tegak kecoklatan ini tampak dikunyah-kunyah oleh Abu Nida dengan penuh nafsu.
Adegan-adegan di ranjang Ummu Nida ini membuat Rif’ah terangsang, jauh lebih terangsang dibanding waktu melihat film porno di warnet sehingga akhwat cantik ini kemudian menggosok-gosokkan kemaluannya sendiri. Rif’ah membayangkan kontol Abu Nida yang besar itu juga menyodok kemaluannya hingga membuat memeknya jadi basah kuyup dengan cepat.

Di dalam kamar, Ummu Nida merintih-rintih nikmat dengan tubuh yang terguncang-guncang hebat. “Ohh… ohhh… ssshh… terusss… enaaaaaak... ahhh...”

“Sst, jangan keras-keras, nanti kedengaran Rif’ah. Kasihan dia belum nikah,” bisik suaminya, membuat Ummu Nida tertawa manja.

Wajah Rif’ah memerah mendengar obrolan diantara suara-suara persetubuhan suami istri ini yang membicarakan dirinya. Mendadak ada rasa bersalah yang menyergap Rif’ah yang tengah mengintip aktivitas suami istri ini sehingga membuatnya berniat kembali masuk ke kamar. Namun niat itu buyar ketika Rif’ah melihat tubuh Ummu Nida mengejang dan memeluk suaminya erat-erat. Gadis cantik ini melihat Ummu Nida yang rupanya telah sampai ke puncak kenikmatannya.
 
“Ahhhhh... Abiii, Ummi keluarrrr... aaahhhhh... ssshhhh...” pekik Ummu Nida sambil memeluk erat suaminya dan melingkarkan kedua pahanya membelit tubuh suaminya dengan pantat yang terangkat tinggi. Rif’ah melihat ekspresi wajah Ummu Nida yang sepertinya merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Beberapa saat kemudian Rif’ah melihat tubuh ummahat ini lemas lunglai tak bertenaga.

“Aku belum keluar, sayang...” desis Abu Nida yang disambut dengan senyuman lemah istrinya. Rif’ah melihat cukup jelas cairan kenikmatan Ummu Nida keluar dari liang kemaluan yang masih disodoki kontol suaminya.

“Tuntasin aja, Bi!” desis Ummu Nida kelelahan.
 
Tubuh lemas Ummu Nida kemudian kembali terguncang-guncang oleh gerakan kontol suaminya.
Cukup lama tubuh montok ummu Nida terguncang-guncang sebelum akhirnya suami Ummu Nida menggeram lantas memeluk istrinya erat. Laki-laki bertubuh kurus namun berkontol besar itu membenamkan kemaluannya dalam-dalam. Tubuh Ummu Nida tersentak ketika suaminya mengeluarkan mani dengan bergelombang di dasar kemaluannya. Ummahat inipun balas memeluk suaminya dengan erat.

Kamar yang semula riuh oleh bunyi beradunya dua tubuh yang bersenggama mendadak sunyi. Hanya terdengar dengus nafas keduanya yang masih berpelukan dengan kontol Abu Nida masih tertanam di kemaluan istrinya. Mata Ummu Nida tampak terpejam dengan senyum tersungging di bibir tipisnya.

“Aku mau ke belakang dulu,” kata Abu Nida sambil mencabut kontolnya dari liang kemaluan sang istri. Ummu Nida mengangguk sambil memandang mesra suaminya.

Rif’ah yang masih mengintip melalui lubang kunci terkejut mendengar Abu Nida ingin ke WC. Dengan cepat akhwat PKS ini masuk ke kamar tempat dia tidur tanpa menimbulkan suara. Abu Nida ternyata perlu waktu sebelum dia keluar kamar, mungkin dia memakai celana terlebih dulu. Rif’ah yang kini berbaring di pembaringan dalam kamar, mendengar Abu Nida masuk ke kamar mandi dan beberapa saat kemudian suami Ummu Nida ini kembali masuk ke kamarnya.

“Main lagi yuk, Ummi belum capek khan?” terdengar suara Abu Nida mengajak istrinya yang membuat Rif’ah berdebar-debar mendengarnya.

“Ah, Abi. Besok lagi aja, ummi capek. Tadi sore habis senam sih.” jawab Ummu Nida beberapa saat. ”Ummi khan nggak semuda dulu, Bi.”
 
“Ah, Ummi khan baru 36 tahun, masih muda.” sanggah Abu Nida.

“Capek, Bi. Ummi janji, besok malem lagi yah?”
 
Abu Nida tidak menyanggah lagi. Terdengar beberapa suara sebelum kemudian suasana kamar suami istri ini akhirnya terdengar sepi bahkan beberapa saat kemudian, terdengar dengkur lirih Abu Nida. Rif’ah yang gelisah berbaring di kamar sebelah itupun tak berapa lama kemudian akhirnya ikut tertidur pulas.
 
***

Pagi harinya…
 
Rif’ah terbangun ketika mendengar pintu kamar diketuk-ketuk cukup keras oleh seseorang.

“Dik Rif’ah, ayo bangun, sudah siang.” ujar Ummu Nida dari luar kamar.
 
“Iya, iya, mbak.” jawab Rif’ah yang langsung meloncat bangun lantas segera menyambar jilbabnya. Di rumah Ummu Nida, Rif’ah memang harus selalu berjilbab jika di luar kamar karena khawatir terlihat suami Ummu Nida. Baru setelah Abu Nida pergi ke kantor, Rif’ah bebas membuka jilbabnya.
 
“Kok sampai kesiangan? Ayo cepat sholat sana!” kata Ummu Nida melihat Rif’ah muncul dari dalam kamar.

“Iya, mbak.” sahut Rif’ah sambil bergegas pergi ke kamar mandi. Begitu di dalam, Rif’ah segera mandi mengguyur tubuhnya karena semalam dia telah bermasturbasi. Ummu Nida yang mendengar suara Rif’ah mandi hanya tersenyum penuh arti.

“Kok mandi, dik, mimpi apa yah semalam? Atau, kangen sama Faizah ya?” goda Ummu Nida begitu Rif’ah keluar dari kamar mandi.

“Ah, nggak, mbak. Jijik malah ngebayangin Faizah.” sergah Rif’ah.
 
“Makanya nikah. Banyak ikhwan yang mau sama anti kok, atau mau mbak carikan?” tawar Ummu Nida.

Rif’ah hanya tertawa dan segera masuk ke kamarnya kembali. Tak berapa lama kemudian, ia keluar kamar dengan jilbab lebar dan jubah panjang sudah membalut tubuh sintalnya. Akhwat PKS ini segera pergi ke dapur ketika di dengarnya Ummu Nida sibuk di sana.
 
Ummu Nida tersenyum melihat kemunculan Rif’ah. “Memang semalam mimpi apa kok sampai basah segala?” todong Ummu Nida lagi, membuat Rif’ah tergagap tak bisa menjawab.
 
“Ah, mbak ini. Mbak juga pagi-pagi sudah mandi, habis ngapain hayo?!” ujar Rif’ah balik menggoda melihat rambut panjang yang dimiliki Ummu Nida tampak basah.
 
Ummu Nida yang tengah menggoreng telur itu tertawa mendengarnya. “Wajar dong, dik, namanya juga wanita bersuami. Anti pasti tahu apa itu!”
 
Rif’ah memandang sekujur tubuh Ummu Nida yang berbalut daster warna hijau nampak kontras dengan kulitnya yang kuning langsat. Rif’ah teringat kembali tubuh bugil Ummu Nida yang dilihatnya semalam. Tubuh ummahat separuh baya yang berkulit kuning langsat ini memang montok dan menggiurkan.

“Ngomomg-ngomong, umur mbak berapa?” Rif’ah bertanya.
 
Ummu Nida menoleh ke arah akhwat cantik ini. “Emang kenapa? Coba tebak,”

“Mbak masih keliatan muda, mungkin 33 tahun?”
 
Ummu Nida tersenyum mendengarnya. Dia terlihat berpikir sejenak. “Tahu Izzatul Jannah, cerpenis itu?” tanyanya kemudian.

Rif’ah mengangguk. Akhwat PKS mana yang tidak kenal dengan cerpenis kondang tersebut, apalagi Rif’ah satu kota dengan mereka dan dia memang mengenal cerpenis itu secara pribadi.

“Dia adik angkatan, satu tingkat di kampus.” jelas Ummu Nida.
 
“Oo, kalo gitu berarti mbak sekitar 36-37, soalnya setahuku mbak Ije udah 35 tahun?” tebak Rif’ah.

“Ya, sekitar itu…” Ummu Nida membenarkan.

“Tapi tubuh mbak masih kencang dan sintal, padahal anak pertama mbak sudah 11 tahun, pantesan abinya betah. Lagian wajah mbak juga cantik.” Rif’ah memuji.
 
“Oh ya? Tapi dibandingkan dik Rif’ah, mbak masih kalah. Ibaratnya mbak dapat nilai 6, dik Rif’ah 8.”
 
“Tapi payudara mbak gede,” sergah Rif’ah sambil memandang dada Ummu Nida yang membusung indah.

“Yah dulu waktu seumur dik Rif’ah, payudara mbak juga segede dik Rif’ah. Tapi setelah punya anak, jadi bengkak kayak gini. Ntar kalo dik Rif’ah punya anak juga akan segede mbak.” jelas Ummu Nida.
 
Rif’ah tertawa mendengarnya.

Ummu Nida menoleh ke arah Rif’ah, “Daripada nganggur, tolong dik Rif’ah, nasinya letakkan di meja makan. Abinya biar makan dulu, nanti baru kita, dia lagi buru-buru soalnya.”
 
Rif’ah mengangguk sambil membawa magic jar berisi nasi hangat ke meja makan. Langkah Rif’ah sempat terhenti ketika dia melihat Abu Nida tampak bermain-main dengan Ayyash, anak mereka yang paling kecil dan baru berumur 2 tahun.
Laki-laki ini duduk di kursi yang dekat meja makan sementara Ayyash tampak bermain-main di lantai.

Sedikit gugup, Rif’ah meletakkan magic jar di meja makan. Dia sempat melirik ke arah Abu Nida, terutama di bagian selangkangannya. Terbayang kembali kontol laki-laki itu yang dilihatnya semalam. Namun ketika matanya kemudian memandang wajah pria berbadan kurus ini, Rif’ah kaget ketika ternyata suami Ummu Nida ini juga tengah memandanginya. Rif’ah menjadi gugup luar biasa dan dengan tergesa-gesa, magic jar ia letakkan di meja makan dan segera berbalik kembali ke dapur.

“Kenapa, dik?” tanya Ummu Nida melihat tingkah Rif’ah.
 
“Nggak apa-apa, mbak. Ada tikus, bikin kaget.” jawab Rif’ah tergagap.
 
“Oo...” Ummu Nida tersenyum geli.

Rif’ah berusaha menenangkan diri dan meyakinkan diri kalau Abu Nida memandanginya bukan karena perbuatannya semalam. Terbayang kembali kejadian semalam dan dia yakin Abu Nida tidak memergokinya mengintip ke dalam kamar mereka berdua. Rif’ah meyakini bahwa pandangan Abu Nida tadi tak lebih sekedar kekaguman kepada kecantikan wajah yang dimilikinya. Selama ini banyak pria yang betah memandangnya lama-lama bahkan di kalangan ikhwan PKS sendiri dan Rif’ah menganggapnya wajar saja.

Setelah Abu Nida pergi ke kantor, barulah Rif’ah merasa bebas. Seharian di rumah Ummu Nida, Rif’ah hanya sekedar membantu Ummu Nida sebagai ibu rumah tangga. Memang berulangkali kali Faizah menelpon dan sms ke hpnya tapi atas saran Ummu Nida, semuanya tidak usah dilayani. Ummu Nida menyatakan akan membantu Rif’ah menghadapi Faizah dan Rif’ah yakin kalau Ummu Nida akan dapat mengatasi Faizah karena dari yang dipahaminya, kemampuan beladiri Ummu Nida lebih tinggi dari Faizah lebih dari itu Ummu Nida berjanji untuk mengusir Faizah dari tempat kost dan memecatnya dari keanggotan Santika di DPD PKS.

Malam harinya, walaupun sebelumnya seringkali diliputi rasa bersalah, Rif’ah tak mampu menahan diri untuk kembali mengintip aktivitas Ummu Nida dan suaminya di kamar. Bahkan kali ini persetubuhan sepasang suami istri ini lebih hebat dan lebih lama daripada malam kemarin sebagaimana yang dijanjikan Ummu Nida kepada suaminya. Rif’ah hanya mampu gemetaran di depan lubang kunci pintu kamar suami istri tersebut mengintip persetubuhan mereka berdua yang membuat gadis cantik aktivis PKS ini akhirnya bermasturbasi seperti kemarin malam. Namun tidak seperti kemarin malam, kali ini Rif’ah segera mandi seusai masturbasi, baru setelah itu kembali tidur.

“Dik Rif’ah suka mandi malam yah?” tanya Ummu Nida beberapa hari kemudian setelah Rif’ah sering mandi malam seusai masturbasi sambil ngintip ummahat ini bersetubuh dengan suaminya.
 
“Enggh… iya, mbak. Kebiasaan di kost, biar seger aja.” jawab Rif’ah sedikit grogi. Untuk menutupi kegugupannya, dia balik bertanya. “Mbak kok tiap pagi keramas?”

Ummu Nida terkejut mendengar pertanyaan Rif’ah yang tidak diduganya. “Nggak tahu tuh abinya…” jawab Ummu Nida sambil tertawa lepas.

Tak terasa hampir seminggu Rif’ah di rumah Ummu Nida dan hampir tiap malam Rif’ah mengintip aktivitas malam Ummu Nida dan suaminya sehingga membuat akhwat PKS ini sangat hapal betul lekak-lekuk tubuh suami istri ini. Rif’ah juga hafal betul bentuk dan ukuran kontol Abu Nida, bahkan gadis ini hafal kalau di pangkal kontol suami Ummu Nida itu terdapat 2 buah tahi lalat yang cukup besar. Rif’ah merasa takjub ketika selama akhwat ini tidur di rumah Ummu Nida, tiap malam suami istri ini bersetubuh dan yang mendebarkan Rif’ah, gadis ini tahu suami Ummu Nida-lah yang selalu meminta bercumbu tiap malam. Aktivitas mengintip suami istri itu ternyata telah menjadi candu tersendiri bagi Rif’ah dan akhirnya membuatnya sering berkhayal disetubuhi Abu Nida karena diam-diam Rif’ah mengagumi keperkasaan Abu Nida menyetubuhi istrinya tiap malam.

Tepat 6 hari Rif’ah berada di rumah Ummu Nida ketika pagi itu Rif’ah diajak bicara oleh Ummu Nida.

“Dik Rif’ah, maaf mbak baru cerita sekarang.
Kemarin sore Faizah datang ke kantor DPW PKS cari dik Rif’ah…”
 
Rif’ah tegang mendengar pembukaan cerita Ummu Nida.
Ditatapnya ummahat ini dalam-dalam. Ummu Nida mengibaskan sejenak rambutnya yang basah setelah keramas pagi tadi.

Rif’ah tahu betul kalau semalam Ummu Nida telah disetubuhi suaminya kemudian bekas cupang di leher yang terlihat memerah juga bekas gigitan suaminya, bahkan di balik jubah panjang yang dipakainya pagi ini Rif’ah tahu bahwa payudara, perut dan selangkangan Ummu Nida penuh dengan cupang bekas gigitan suaminya tadi malam.

“Terus mbak…” desak Rif’ah sambil mengusir bayangan cupang di leher Ummu Nida yang membuatnya teringat persetubuhan suami istri yang dilihatnya semalam.

”Mbak ceritakan semuanya. Mbak cerita kalau mbak tahu aktivitas dia dan dik Rif’ah, mbak nasehati agar dia insyaf karena perbuatan itu adalah perbuatan yang tidak wajar…”
 
Rif’ah semakin tegang mendengarnya.
 
“Faizah marah, dan itu membuat mbak marah. Mbak katakan mbak akan usir dia dan pecat dia dari Santika DPD dan mbak akan ingatkan kepada seluruh akhwat PKS agar berhati-hati dengan dia, akhwat lesbian. Dia ngajak berantem dan hampir mbak layani, untunglah dilerai akhwat-akhwat lainya.”

Rif’ah tertegun melihat wajah Ummu Nida yang tampak memerah, tangannya kini menimang-nimang HP Nokia miliknya.

“Kemudian dia keluar dari kantor DPW PKS tanpa bicara apa-apa. Mbak diamkan dan mbak sms minta maaf kalau telah berbuat kasar kepadanya dan mbak juga sms bilang belum ada yang tahu, jadi masih ada kesempatan memperbaiki diri. Eh, dasar kurang ajar anak ini, dia malah menantang.”
 
“Menantang bagaimana?”

“Anak ini SMS kalau dia menantang mbak bertarung, jika kalah dia bersedia untuk dikeluarkan dari PKS secara tidak hormat dan dia berjanji untuk tidak mengganggu dik Rif’ah lagi.”
 
“Terus…”

“Kalau dia yang menang, dia minta jabatan komandan Santika di DPD dan ingin satu kost lagi dan satu kamar dengan dik Rif’ah,”
 
Rif’ah ternganga mendengarnya. Wajah cantiknya kontan pucat pasi mendengar ucapan Ummu Nida.

“Kalau misalnya dik Rif’ah tidak mau, dia minta wanita pengganti untuk memuaskan nafsunya yang menyimpang.”
 
Wajah Rif’ah sudah pucat pasi dan gadis cantik berjilbab ini hanya tertegun tak mampu berkata apapun.
Ummu Nida tersenyum. “Tapi tenang aja, dik. Anak itu tidak mungkin menang.” tandas Ummu Nida, ”dia khan baru sabuk hijau, masih dua tingkat di bawahku. Kalaupun naik paling banter dia sabuk coklat.”
 
“Jadi mbak sudah mengiyakan tantangannya?”

Ummu Nida mengangguk.
 
“Tempatnya nanti di Markas DPD Kota, dan Ummu Rosyid, komandan Santika DPD yang akan menjadi jurinya.”
 
Rif’ah mengenal Ummu Rosyid, seorang ummahat PKS mantan menwa saat dia masih kuliah dan suaminya adalah ketua DPD PKS Kota.

“Apa hari ini di kantor DPD nggak banyak orang, terus apa Ummu Rosyid tahu kesepakatan ini?”

“Tidak, dik Rif’ah tahu khan DPD PKS sementara lagi reses jadi para pengurusnya belum pada ngantor dulu. Masalah kesepakatan, Ummu Rosyid hanya tahu kalau mbak kalah akan menyerahkan komandan Santika DPD PKS kepada Faizah.”

Rif’ah bergetar. Akhwat berhati lembut ini tak mampu menahan air matanya. Tak disangkanya persoalannya menjadi rumit. Dipeluknya Ummu Nida dan akhwat ini menangis di pelukan ummahat ini.
Akhwat ini merasa bersalah telah merepotkan akhwat di PKS.

“Sudah, dik. Mbak juga tidak mau kalah. Doakan mbak ya… bentar, mau bicara dengan abinya anak-anak.” kata Ummu Nida ketika melihat suaminya telah muncul dengan mobil sewaan dan sopirnya. Hari ini mereka berdua berencana menjemput Nida dan Yasmin di rumah neneknya yang berjarak sekitar 60 km dari kota tersebut.

Rif’ah melihat Ummu Nida menghampiri suaminya yang berada di mobil sewaan bersama Ayyash anaknya. Cukup lama suami istri ini berbicara namun Rif’ah tak terlalu memperhatikannya karena pikirannya tegang teringat ucapan Ummu Nida.
Suatu hal yang mengerikan kalau dia harus satu kamar dengan Faizah akan terulang lagi. Jika dia tidak bersedia melayani Faizah apakah ada perempuan yang mau menggantikannya. Rif’ah menjadi gelisah namun keyakinannya mantap kalau Ummu Nida akan mudah mengatasi Faizah.

“Pagi ini dik Rif’ah ada acara?” tanya Ummu Nida membuyarkan lamunan Rif’ah.

Rif’ah terkejut mendengarnya.

“Eh, iya, mbak. Kebetulan ada jadwal ke kampus pagi ini sampai siang atau sore.” jawab Rif’ah. ”Mungkin kita bisa berangkat bareng, nanti mbak turun di DPD,”

“Jangan, Sebaiknya kita berangkat sendiri-sendiri. Repot kalau dia melihat dik Rif’ah.” kata Ummu Nida.

“Saya doain mbak, biar mbak menang.”

“Pasti itu, dik!” sahut Ummu Nida mantap sambil mengantar Rif’ah ke teras rumah. Mobil sewaan itu tidak ada lagi, jadi rupanya Ummu Nida minta ditinggal dan biar Abu Nida dan Ayyash yang menjemputnya.

“Mbak berangkat sekarang?”

“Ya, sama Ummu Rosyid.”

Selesai Ummu Nida bicara, tiba-tiba muncul seorang wanita berjilbab lebar bersepeda motor.
Ummu Nida tersenyum melihatnya.

“Itu Ummu Rosyid sudah datang,” kata Ummu Nida bergegas masuk ke rumah mengambil segala hal yang diperlukan.

Rif’ah menyalami Ummu Rosyid berpelukan dan saling menempelkan pipi. Akhwat PKS ini sempat berbincang sejenak dengan Ummu Rosyid sampai Ummu Nida keluar dari rumahnya. Ummu Nida sempat berbincang dengan Ummu Rosyid sebentar sebelum dia naik ke boncengan motornya.

“Hati-hati ya, mbak…” kata Rif’ah ketika akhirnya kedua ummahat itu meninggalkan Rif’ah. Rif’ah pun segera menyalakan motornya dan kemudian meluncur ke jalan raya dengan arah yang berlawanan dengan arah yang ditempuh Ummu Rosyid dan Ummu Nida.