“Eh, ada tamu. Temannya Mbak Uswatun ya?” sapa Aisyah ketika pulang
kuliah dan masuk ruang tamu. Heran juga ia melihat tiga lelaki yang
berpenampilan agak kasar itu. “Ih, Uswatun kok punya temen serem gitu sih,”
batinnya.
“Iya, Mbak. Baru pulang kuliah?” sahut salah satu dari para ‘tamu’ itu,
sambil mengepulkan asap rokoknya.
“He-eh. Sudah ketemu Uswatunnya?” tanya Aisyah.
“Belum, Mbak. Dari tadi nggak keluar-keluar,” sahut lelaki tadi sambil
melirik dua temannya yang cuma senyum-senyum.
“Iya deh, tak panggilin ya?” Aisyah setengah berlari ke kamar Uswatun. Pintunya tertutup rapat.
Langkahnya berhenti di depan kamar karena mendengar suara rintihan seorang
perempuan. “Mbak, mbak Us… Mbak tidak apa-apa?” Aisyah mengetuk pintu.
“Eungghhh… Aaunghhh… Mmmmmfff…”
yang terdengar justru sahutan erangan Uswatun yang tengah menerima gempuran
habis-habisan di vagina dan mulutnya.
Aisyah memberanikan diri membuka
pintu. Matanya langsung terbeliak melihat seorang gadis berjilbab terikat di
ranjangnya, ditindih dua lelaki telanjang. Aisyah langsung berbalik, lari…
“Tolooongg… Tolooong…” teriaknya
agak keras. Baru lima langkah berlari, Aisyah terpaksa berhenti karena tiga
lelaki yang tadi di ruang tamu menghalangi jalannya.
“Ada apa, Mbak?” tanya yang
berambut jabrik.
“Us-Uswatun… di-diper… kosa…” Aisyah terbata-bata.
“Ooo, dia tidak diperkosa kok. Mereka lagi bermain,
nyoba-nyoba masukin kontol ke dalam
tempik…” balas jabrik santai.
Aisyah seperti mendengar petir
saat lelaki di depannya mengatakan itu. Ia berupaya menghindar dan lari lagi. “Toollloooo…
Mmmbbbppp…”
Tapi dua lelaki langsung mencengkeram
kedua lengannya dan salah satu membungkam mulutnya. Aisyah melotot ketakutan.
Apalagi satu lelaki lagi menempelkan belati ke lehernya. “Jangan coba-coba
teriak, mengerti!” desisnya.
Aisyah mengangguk dan mulutnya
tak dibungkam lagi. “Ja-jangan… perkosa saya…” ibanya.
“Seperti kami bilang. Kami tak
akan memperkosa. Cuma memasukkan kontol-kontol kami ke dalam tempik kalian.
Ingat, kamu hanya boleh merintih dan mengerang. Kalau coba-coba teriak, kamu
bisa kehilangan ini…” laki-laki itu menekan pisau lebih keras ke leher Aisyah.
“Aduduh, iya… iya… Lepaskan! Aduh…”
Aisyah memekik. Lelaki di depannya mencengkeram payudara kanannya dari luar
jilbab dan jubahnya. Begitu keras cengkeraman itu seolah gumpalan daging itu
bakal lepas dari tempatnya.
“Awwhhh… Aawwhhhh…” Aisyah
mengaduh ketika tiba-tiba dua hantaman tinju seperti disengaja diarahkan ke
kedua payudaranya. Pukulan sekali lagi menghantam selangkangannya, membuatnya
tersungkur di lantai dengan nafas tersengal.
Aisyah tak bisa berteriak ketika
salah satu lelaki merobek bagian bawah pakaiannya dan mengikat kedua tangannya
ke belakang dengan sobekan kain itu. Lelaki itu merobek lagi jubah abu-abunya untuk
menyumpal mulutnya.
Mahasiswi se-Fakultas dengan
Uswatun itu lalu dipaksa berdiri oleh seorang lelaki yang merengkuhnya dari
belakang. Aisyah meronta dan merintih ketika melihat lelaki di depannya
menyingkapkan jilbabnya ke pundaknya, lalu mencengkeram keras payudaranya lagi.
Gadis asal desa perbatasan Yogya-Jateng itu makin ketakutan ketika jubahnya
dilucuti.
Dua lelaki di depannya
tertawa-tawa melihat gadis itu kini hanya mengenakan BH dan celana dalam. Aisyah
merinding, apalagi saat lelaki yang memegang belati menurunkan pisaunya,
melingkari gundukan daging payudaranya yang menyembul dari kantung BH.
Lalu mata pisau menyelip di
sambungan kantung BH. Sekali tarik, BH Aisyah putus dan langsung direnggut
lelaki satunya. Gadis itu terisak saat sang lelaki menyentuhkan ujung belati ke
dua putingnya yang mungil dan hitam. Sementara lelaki di belakangnya
menggenggam kedua payudaranya yang montok sehingga terlihat makin menjulang.
Aisyah gemetar ketika kemudian
pisau itu ditempelkan ke bawah, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya. Logam
yang dingin menyentuh celah bibir vaginanya, membuatnya gemetar. Sekejap
kemudian, celana dalamnya juga menjadi mangsa pisau itu. Kini tak ada seutas
benang pun menutupi tubuhnya yang kuning langsat, kecuali sehelai jilbab di
kepalanya dan kaus kaki krem di mata kakinya.
Takut bercampur malu sungguh
menyiksa Aisyah, sebab belum pernah orang lain melihat tubuhnya tanpa pakaian.
Apalagi, tiga lelaki itu kini berebut meremas vaginanya yang berambut tipis.
Aisyah putus asa. Air mata
menitik dari kedua matanya. Tiga lelaki itu kini sudah melepas celana mereka
dan memperlihatkan penis yang hitam dan besar. Aisyah dipaksa berbaring
telentang di lantai saat lelaki yang memegang pisau mengangkat kedua belah
kakinya ke atas.
“Ampuun… Oooohh… Jangan! Aaaaaakkhhh…”
Tanpa basa-basi, laki-laki itu
memasukkan penisnya ke dalam vagina Aisyah. Mahasiswi cantik itu mengerang
panjang merasakan vaginanya sangat pedih. Ia merasa ada yang koyak di dalam. Ia makin tak
karuan ketika sumbat mulutnya dilepas lalu lelaki lain memaksanya mengulum
penisnya. Sementara lelaki ketiga hanya meremas-remas buah dadanya,
menarik-narik putingnya dan mencabuti bulu kemaluannya.
Setelah beberapa menit, lelaki
yang merenggut mahkotanya mencapai klimaks dan menumpahkan sperma ke dalam
rahimnya. Disusul oleh rekannya yang menumpahkan sperma di dalam mulutnya.
Aisyah terbatuk sehingga semprotan sperma berikutnya menodai wajah lembutnya
serta jilbab abu-abunya. Lelaki ketiga tak mau berlama-lama, memperkosa Aisyah
yang lunglai dengan kasar, lalu menyemprotkan sperma ke wajahnya lagi.
***
Mulut Aisyah yang penuh sperma
sudah disumbat lagi. Ia masih terikat ketika diseret ke kamar mandi, lalu
selang yang menyemprotkan air deras disodokkan ke vaginanya. Air yang mengalir
ke luar berwarna merah bercampur lendir putih. Aisyah kelojotan menahan pedih.
Dari kamar mandi, tiga lelaki
itu mengacungkan jempol kepada dua rekannya yang tadi mengerjai Uswatun. Pintu
kamar Uswatun terbuka dan terlihat gadis itu pingsan. Ketiga lelaki itu lalu
kembali ke ruang tamu, menunggu 4 gadis lainnya yang belum kembali.
Sementara dari dekat kamar mandi
kembali terdengar jerit, atau lebih tepatnya, rintihan Aisyah yang diseret dua
lelaki yang tadi memperkosa Uswatun. Dengan tangan tetap terikat, Aisyah
dibaringkan di atas meja makan. Kakinya menjuntai ke bawah meja. Sobekan celana
dalamnya kemudian disumpalkan ke mulutnya sendiri. Karena itu ia hanya bisa
mengerang ketika vaginanya jadi sasaran pemuas mulut. Kedua payudaranya yang tak
seberapa besar pun dicengkeram dan dijilati. Lalu, terasa vaginanya kembali
disodok penis yang keras dan panjang. Aisyah mengerang panjang ketika kedua
putingnya ditarik ke atas tinggi- tinggi. Otot-otot vaginanya berkontraksi
ketika ia kesakitan. Akibatnya, pemerkosanya semakin terangsang untuk terus
menyakitinya. Kali ini, sambil memaju-mundurkan penisnya, lelaki itu mencabuti
sehelai demi sehelai rambut kemaluan Aisyah yang lebih lebat dari milik
Uswatun.
Aisyah terisak-isak ketika
lelaki itu akhirnya usai dan menyemprotkan spermanya ke dalam rahimnya. Tapi
itu belum berakhir. Lelaki kedua kini menekan-nekan anusnya dengan telunjuk.
Diolesinya lubang sempit itu dengan sperma temannya yang meleleh keluar dari
celah vaginanya.
“Ngghhh… Ngghhhhh…” Aisyah
melengkungkan punggungnya saat telunjuk lelaki itu mulai menyusup masuk. Lalu,
satu jari lagi menyusul. Aisyah mengerang keras. Belum pernah ia merasakan
sakit seperti itu. Apalagi kemudian dua jari lagi masuk. Lalu, dua telunjuk dan
dua jari tengah, bergerak ke arah berlawanan, melebarkan lubang anusnya. Lelaki itu kini
menempatkan kepala penisnya di lubang itu dan melepaskan tarikannya.
Aisyah merintih. Sesuatu yang
besar terasa mengganjal di pintu liang anusnya. Apalagi, lelaki itu kemudian
mulai mendorong. Aisyah mengerang dan meronta sejadinya. Bagian bawah tubuhnya
seakan terbelah.
Lelaki itu terus menyodominya.
Tiap ditarik keluar, terlihat penisnya bernoda darah. Tetapi itu justru
membuatnya makin bernafsu. Tangan kanannya meremas-remas kedua payudara Aisyah,
seolah hendak meremukkannya. Tangan kirinya meremas vagina Aisyah dan dua
jarinya masuk jauh ke dalam. Lalu dengan tusukan jauh ke dalam, lelaki itu
menumpahkan spermanya ke dalam anus mahasiswi itu. Hanya beberapa saat
sebelumnya, Aisyah pingsan.
***
Dua jam lebih, kelima lelaki itu
menunggu gadis lainnya datang. Aisyah masih pingsan di meja makan. Uswatun yang
siuman tak mampu melakukan apapun. Namun, ketika seorang diantara pemerkosanya
masuk kamar dan iseng mengolesi kedua puting dan klitorisnya dengan rheumason,
ia kelojotan menahan panas.
Kelima lelaki itu nyaris
bersorak ketika mendengar deru motor di depan rumah. Dari jendela ruang tamu
terlihat, Halimah turun dari motor yang dikendarai seorang gadis berjilbab
pendek. Mata kelima lelaki itu tak lepas dari sepasang payudara pengendara
motor itu. Sebab, meski berjilbab, ia mengenakan kaus lengan panjang ketat
berwarna pink, sewarna dengan jilbabnya. Saking ketatnya, bentuk tubuhnya
begitu kentara, terutama tonjolan besar di dadanya. Bahkan, jilbab kecilnya
tersingkap menampakkan leher T-Shirt yang lebar. Bahunya yang putih terbuka dan
sebelah tali BH putih yang kecil terlihat di situ.
“Kita dapat dua lagi…” bisik
pimpinan komplotan itu. Tapi ia kecewa melihat gadis itu kembali menstarter
motornya. Kekecewaannya terobati begitu mendengar Halimah berkata, “Jangan lupa
jemput jam 3 ya?”
Gadis berkaus ketat itu pun
pergi. Dan kini Halimah dengan santainya masuk rumah, mendorong pintu ruang
tamu yang sedikit terbuka.
“Eh, ada tamu. Cari siapa?”
Halimah menyapa setelah agak terkejut melihat ruang tamu berisi 5 lelaki yang
tak dikenal.
“Cari Halimah dong…” kata
pimpinan komplotan yang duduk tepat di sisi Halimah berdiri.
“Cari saya? Ada perlu apa ya?”
Halimah mengerutkan keningnya.
“Perlunyaaa… mau lihat memek
kamu…” sambil berkata begitu, lelaki itu menangkupkan telapak tangannya, tepat
di pangkal paha Halimah.
“Aiiihhh…” Halimah berkelit
mundur. “Jangan kurang ajar ya…” katanya.
“Kami nggak akan kurang ajar
kalau kamu tidak berteriak dan mau menurut perintah kami…”
Halimah ketakutan ketika melihat
lima lelaki itu masing-masing menghunus pisau lipat. Ia mencoba lari, tetapi
seorang di antara mereka sudah berdiri di depan pintu.
“Kalian mau apa?” katanya lirih,
wajah cantiknya pucat.
“Seperti kubilang tadi, mau
lihat memek kamu. Ayo, sekarang buka baju. Ayo, jangan sampai kami robek-robek
bajumu dengan pisau ini,” sahut pimpinan komplotan.
“Saya… saya…nggak mau…” sahut
Halimah.
“Kalau nggak mau, kamu bisa
bernasib seperti Uswatun dan Aisyah,”
“Uswatun… Aisyah… kalian apakan
mereka?”
“Coba kamu lihat sendiri. Kalau
kamu tak ingin seperti mereka, cepat balik ke sini lagi.”
Halimah cepat berlari ke dalam.
Sejurus kemudian terdengar Halimah memekik menyebutkan nama teman-temannya.
Kelima lelaki itu tertawa- tawa. Tawa mereka makin menjadi melihat Halimah
kembali kepada mereka dengan wajah panik.
“Jangan… Jangan perkosa saya…”
katanya lirih.
“Tentu tidak, sayang… Asal kamu
menuruti semua perintah kami,” sahut pimpinan komplotan. “Nah, sekarang buka
rokmu,” lanjutnya.
Halimah gemetar. Di bawah
tatapan 5 pasang mata, ia menurunkan ritsleting rok panjangnya. Di baliknya ada
rok dalam. Itupun segera lepas. Halimah menunduk. Tangannya bersilangan di
depan pangkal pahanya. Ia kini hanya memakai blus panjang 20 cm di atas
lututnya dan jilbab yang juga panjang. Para lelaki itu berdecak melihat
sepasang pahanya yang putih mulus.
“Jilbab. Nggak usah dibuka,
sampirkan ke pundak,” perintah pimpinan komplotan.
Wajah Halimah makin merah padam
saat blusnya akhirnya harus lepas. Lalu kaus dalam pun lepas. Tinggal kini
jilbab, bra dan celana dalam putih yang menampakkan ketembaman bukit vaginanya.
“Wow, kamu cantik sekali. Nah,
sekarang keluarkan satu tetekmu!” teriak mereka.
Halimah terisak. Tangannya
gemetar menyelusup ke balik cup kanan BH-nya dan… kelima lelaki itu bersorak
melihat payudara yang indah merojol dari wadahnya. Bulat putih mulus dengan
puting mungil berwarna pink.
“Ayo, anggap saja kamu jualan
susu. Bawa
ke sini susu itu.” Halimah yang tak punya pilihan lain pun berkeliling. Satu
demi satu srigala-srigala itu menjilat dan mengulum putingnya. Sementara
tangan-tangan mereka mulai menjamah kemaluannya. Usai lelaki kelima ‘mimik
cucu’, Halimah diminta berbalik.
“Nah, sekarang bagian terpenting.
Buka celanamu dan sekarang kamu jualan memek,” perintah pimpinan komplotan.
Isak Halimah makin keras saat ia menurunkan celana dalamnya.
Kemaluannya yang berbulu tipis
pun terbuka bebas. Edan, ia kemudian diperintah naik ke atas sofa ruang tamu
dan mengangkangi satu persatu wajah kelima lelaki itu.
Halimah kini menangis. Kelima
lelaki itu menjilati vaginanya. Menguakkan labianya hanya untuk memasukkan
lidah-lidah mereka.
Akhirnya, begitu lelaki kelima
usai, Halimah terkejut karena kedua tangannya diringkus ke belakang dan
langsung diikat. “Eh…uhh…kok diikat sih?” katanya.
“Iya, supaya kamu nggak
ngelawan. Soalnya pertama kali pasti sakit sekali…” Halimah terkejut, tetapi
terlambat.
“Ka-katanya… kalian nggak akan
memperkosa saya…”
“Tadinya begitu… tapi melihat
memekmu ini, jadi nggak tahan…”
Halimah panik. “Kalian bohong… kalian…
penipu…” jeritnya.
“Bukan…bukan penipu.
Tepatnya…pemerkosa,” sahut pimpinan komplotan sambil berdiri dan mendorong
Halimah hingga jatuh terlentang di meja ruang tamu. Halimah berontak tapi
seorang lelaki langsung mengangkangi wajahnya. Tanpa banyak kesulitan, lelaki
itu menyumpal mulut Halimah dengan penisnya yang besar.
Halimah panik ketika merasakan
sesuatu yang hangat dan keras menekan pintu liang vaginanya. Ketakutannya
terbuktI ketika akhirnya ia merasakan sesuatu itu mulai menerobos dan…
“Nggghhhh… Nnnggghhhhhhh… Mmffffff…” Halimah mengerang sejadinya saat lelaki
itu dengan tiba-tiba mendorong penisnya jauh ke dalam vagina perawannya.
Satu persatu kelima lelaki itu
menumpahkan sperma ke mulut, rahim dan wajah lembut Halimah. Namun, ketika
seorang di antara mereka menerobos anusnya, Halimah tak kuat lagi. Ia akhirnya
pingsan. Tetapi tetap saja sperma lelaki itu ditumpahkan ke dalam anusnya.
***
Uswatun, Aisyah dan Halimah
masih pingsan. Aisyah di meja makan, Uswatun di kamarnya bersama Halimah yang
masih terikat, dibaringkan di sebelahnya.
Kelima lelaki itu masih belum
puas. Tiga
gadis belum cukup. Apalagi, masih ada empat lagi yang segera datang. Betul
saja, sekitar pukul 13.30, terdengar deru sepeda motor langsung masuk ke garasi
samping. Kelima lelaki itu mengintip dari ruang tamu.
Tampak seorang gadis berseragam
blus panjang sepaha dan rok panjang abu-abu serta jilbab putih setengah berlari
ke kamar mandi. Indah, gadis remaja itu begitu kebelet pipis. Sampai-sampai ia
tak melihat ada apa di atas meja makan, 5 meter dari kamar mandi. Yang jelas,
di kamar mandi, ia menarik ke atas rok panjangnya, menurunkan celana dalamnya
dan jongkok. Lalu… cuuurrr…
Usai membersihkan kelaminnya,
dengan wajah lega Indah keluar kamar mandi. Namun…
“Eh, ada apa ini? Ehhh, Mbak
Aisyah?” Indah
terpekik.
Di depannya, seorang lelaki
meringkus Ummi. Di tangan lelaki yang meringkusnya ada sebilah clurit yang
ditempelkan di lehernya, menekan jilbab gadis Jepara itu. Indah juga terkejut
melihat Aisyah yang pingsan tergeletak telanjang di meja makan.
Ummi cuma bisa menggumam dan
menggeliat-geliat ketika tiga lelaki di sekelilingnya meremas-remas payudara
dan selangkangannya. Sementara Indah masih kebingungan.
“Oke adik kecil. Kamu lihat
mbakmu di meja makan itu? Lihat juga yang di kamar ini…” kata seorang lelaki
sambil membuka pintu kamar Uswatun. Indah memekik lagi melihat keadaan di dalam
kamar.
“Kalian… mau… apa…?” katanya
gemetar.
“Nah. Itu pertanyaan bagus.
Lihat clurit ini, siap memotong leher Mbakmu, kalau kamu membantah perintah
kami. Oke, sekarang lepas rokmu. Perlihatkan kepada kami memek yang barusan
kamu bersihkan itu,” lanjut lelaki itu.
Wajah Indah pucat pasi. Ia
berdiri gemetar.
“Cepat…!!!”
“Mmmmfff… Nngghhh…” Ummi
meronta, clurit itu ditarik ke arah lehernya. Indah ketakutan. Cepat-cepat ia
memelorotkan rok abu-abu panjangnya. Kelima lelaki itu berdecak melihat
kemulusan paha Indah di bawah blus putihnya.
“Celana dalam juga!” lanjut
lelaki yang meringkus Ummi. Ummi kembali mengerang saat clurit ditarik lagi ke
arah lehernya. Indah memelorotkan celdamnya. Kelaminnya tak sampai kelihatan
karena tertutup blus panjangnya.
“Bagus, sekarang angkat bajumu
dan kamu keliling tawarkan memek kamu.”
Indah perlahan mengangkat
blusnya. Kelima lelaki itu kembali bersorak melihat vagina yang nyaris tak
berambut itu. Apalagi, Indah kemudian berjalan mendekati mereka.
“Siapa mau, siapa mau…” kata
Indah lirih.
“Mau apa? Bilang yang keras…”
“Hiks… hiks… siapa mau… hiks… memek...
siapa mau… memek… hiikkss…” Indah terisak.
“Bilang… memek perawan gitu…”
“Siapa mau memek… hiks…perawan…”
kata Indah sambil berkeliling. Beberapa kali ia terpekik. Para lelaki yang didatanginya
memegang- megang vaginanya dan menarik-narik rambut yang ada disitu.
“Aku mau lihat memek perawan…”
kata seorang di antara mereka lalu berjongkok dan memegangi pinggang Indah.
Indah menggeleng-gelengkan
kepalanya ketika lelaki itu mendekatkan wajahnya ke pangkal pahanya. Kumis lelaki itu
membuatnya kegelian. Apalagi, kini ia merasakan bibir kelaminnya dikuakkan dan…
“Aeengghhh…” Indah merasa bagian
dalam vaginanya dijilati. Sementara dua lelaki mengapit di kanan kirinya,
mengangkat seragam putih lengan panjangnya sampai ke dada. Lalu bra-nya yang
cuma ukuran 32 ditarik turun. Indah terisak, kedua lelaki itu kini
mempermainkan payudaranya yang tengah tumbuh. Meremas-remas dan memilin-milin
putingnya.
ABG itu mengerang-erang ketika
akhirnya tiga titik sensitif di tubuhnya diserang jilatan dan kuluman. Ia tak
tahu, apakah yang dirasakannya adalah siksaan atau kenikmatan. Yang jelas, di
tengah kejengahannya, ia merasakan sesuatu yang seolah meledak dalam dirinya
dan membuat sekujur tubuhnya lunglai.
Sementara Ummi, mahasiswi di
depannya, tersiksa bukan main melihat teman kos termudanya dilecehkan
sedemikian rupa. Apalagi, ia sendiri menghadapi ancaman yang tak kalah
menakutkan. Dua lelaki yang meringkusnya tengah mempermainkannya.
Jilbab coklat Ummi disampirkan
ke pundaknya. Lalu, bajunya dilubangi selebar 10 cm dengan clurit, tepat di
bagian tonjolan kedua payudaranya, sehingga menampakkan bra putihnya. Tepat di
pucuk bra itu, dibuat lagi lubang seujung jari. Akibatnya, kedua puting Ummi
nongol dari situ.
“Tolong… jangan… kalian sudah
perkosa… tiga teman kami… apa itu belum cukup…?!” katanya mengiba saat kedua
putingnya ditarik-tarik melalui lubang kecil itu.
“Wah, belum, Non. Kan di rumah
ini ada 6 memek. Nanti kalau semua sudah kami perkosa, baru cukup…” sahut
lelaki yang memegang clurit sambil mengakhiri kata-katanya dengan mengulum
puting kiri Ummi. Lelaki di sebelahnya pun melakukan hal serupa pada puting
kanan.
Indah yang dirubung tiga lelaki
kini betul-betul telanjang, kecuali selembar kain putih di kepalanya. Tubuhnya
yang putih mulus basah kuyup oleh keringat dan liur ketiga lelaki itu.
“Bawa sini anak manis itu…” kata
pimpinan kelompok sambil tangannya yang berada di balik celana dalam Ummi terus
meremas-remas.
Indah yang terus berlinang
airmata kini berdiri berhadap-hadapan dengan Ummi yang tak kalah takutnya. ABG itu menggeliat
ketika puting kanannya dipilin pimpinan kelompok.
“Nah, sayang… Mbakmu ini perlu
solider dengan nasibmu kan? Oke, sekarang kamu telanjangi dia ya?” katanya
sambil memperkeras pilinannya.
“Aduh… aduduh… iya… iya…” sahut
Indah, lalu mulai melucuti kancing jubah coklat muda Ummi.
Tak lama kemudian, tak ada lagi
yang melekat di tubuh gadis itu, kecuali jilbabnya. Tubuhnya bagus juga.
Payudaranya tak besar, tapi tampak bulat dan berisi dengan puting yang mungil dan
mengacung.
Pangkal pahanya tampak
menggembung dengan sedikit rambut di situ. Ummi terisak-isak ketika
ditelentangkan. Lalu Indah pun dipaksa tengkurap di atas tubuhnya dengan posisi
’69′. Kedua gadis itu kini dapat saling melihat kelamin mereka.
“Ayo, sekarang mulai saling
menjilat!” Para lelaki kemudian menekan kepala dan pantat Indah. Akibatnya, mulut Indah
rapat ke vagina Ummi. Sementara vaginanya rapat ke mulut Ummi. Kedua gadis itu
mengerang-erang dan mencoba memalingkan wajah mereka. Bibir keduanya terkatup, begitu
pula mata mereka.
PLAKKK… PLAKKK…!!!
“Awwww…” Indah menjerit. Kedua
bulatan pantatnya ditampar keras sampai memerah.
“Cepat jilat, jangan bikin kami
marah. Dan pelototin memek di depanmu itu!”
“Aduhhhhh…” giliran Ummi
memekik. Rambut yang tak seberapa di vaginanya dijambak hingga tercabut
sebagian.
“Kamu juga, jilatin memek di
atasmu itu!”
Tak ada pilihan lain bagi
keduanya selain mulai saling menjilat.
Kelima lelaki itu melotot
memandangi adegan langka yang tak bakal ditemui di situs internet manapun,
sambil sesekali mempermainkan payudara mereka. Keduanya mulai merintih-rintih
setelah 15 menitan saling menjilat. Apalagi, 5 menit terakhir, bibir vagina
mereka dikuakkan, sehingga lidah ‘lawan’ menyapu klitoris masing-masing.
Vagina keduanya kini tampak
mengkilap. Basah oleh liur dan cairan yang keluar dari celahnya. Indah hampir
menjerit ketika tiba-tiba kepalanya didongakkan dan tepat di hadapannya
sebatang penis mengacung tegak. ABG itu tak kuasa menolak saat dipaksa
mengulumnya.
Lalu, kepala bagian belakangnya
dipegangi dan penis itu pun digerakkan maju mundur di dalam rongga mulutnya.
Indah ingin teriak, apalagi ia merasa sebatang telunjuk dipaksa masuk ke dalam
anusnya. Tapi
yang keluar hanya gumaman.
Ummi mengalami penderitaan
serupa. Bahkan lebih parah. Dalam posisi berbaring, kepalanya dipaksa mendongak
dan sebatang penis disodokkan ke rongga mulutnya. Posisi itu membuat kantung
zakar lelaki di atasnya menutupi hidungnya hingga ia kesulitan bernapas.
Tapi untungnya tak lama. Lelaki
itu segera menarik keluar penisnya yang tampak amat tegang dan basah oleh
liurnya. Di tengah kelegaannya, Ummi mencemaskan nasib Indah. Sebab, dilihatnya
kepala penis itu kini menekan pintu liang vagina Indah. Betul saja….
“Eungghhhhhh… Uummmffff… Eengggghhhh…”
terdengar Indah mengerang keras dan tubuhnya meronta-ronta. Penis itu didorong
dengan kekuatan penuh, menerobos segala halangan di dalam vaginanya.
“Uuuuhhh… memek perawan yang hebat!”
komentar pemilik penis itu. Ia merasakan penisnya seakan dicengkeram oleh
dinding vagina Indah yang sempit. Namun bagi Indah, itu dirasakannya sebagai
rasa pedih luar biasa.
Perlahan lelaki itu menarik
mundur penisnya. Cengkeraman dinding vagina yang kuat dirasakannya sebagai
kenikmatan luar biasa. Tapi tidak bagi Indah. Ia merasa seolah sebilah belati
menyayat di dalam vaginanya. Lain lagi dengan Ummi. Ia bergidik melihat
sepanjang batang penis di hadapannya berlumur lendir dan darah keperawanan Indah.
Sekejap kemudian, kembali lelaki
itu mendorong dengan kekuatan penuh. Kali ini ia tak ingin berlama-lama.
Digenjotnya sekuat tenaga sambil berpegangan pada pinggul gadis remaja itu. Sampai akhirnya, Indah
merasakan semburan panas di dalam rongga kelaminnya. Ia ingin teriak, tapi
penis besar masih menyumbat mulutnya. Apalagi, selang beberapa detik kemudian,
penis di mulutnya juga menyemburkan sperma.
Indah nyaris tak sadarkan diri
ketika penis di dalam mulutnya ditarik keluar. Seketika itu juga, kepalanya
didongakkan dan rahangnya dikatupkan. Akibatnya, Indah terpaksa menelan cairan
kental yang membuatnya mual itu.
Posisi itu membuat Indah
menduduki wajah Ummi. Ummi pun mengalami hal serupa. Ia dipaksa membuka mulutnya. Perlahan,
cairan putih kental bercampur darah Indah mengalir dari celah vaginanya dan
masuk ke mulut Ummi. Ketika tetesan hampir berhenti, seorang lelaki di belakang
Indah menyendoki sperma dari dalam vaginanya dan menyuapkan ke mulut Ummi yang
tampak dipenuhi sperma pemerkosa Indah. Ummi pun menelannya dengan berjuta
perasaan mual. Tapi itu belum seberapa. Seorang lelaki kini berada di tengah
antara kedua kaki Ummi yang mengangkang. Kepala penisnya mulai menekan vagina
Ummi. Ummi ketakutan tapi tak bisa apa-apa.
“Ayo, kamu harus lihat. Ini yang
terjadi pada memekmu tadi!” pemilik penis itu memaksa Indah menunduk. Indah
yang masih menahan sakit, terpaksa melihat saat penis lelaki itu siap menembus
kelamin Ummi.
“Aaarrgrrrhhh… Aarrrgghhhhh… Mmmmmppfff…”
Ummi tak bisa teriak lebih keras lagi karena mulutnya penuh sperma. Tapi itu
cukup untuk mengekspresikan kesakitannya saat penis lelaki itu menembus
vaginanya dengan kekuatan penuh. Ummi terus mengerang dan merintih. Sebab,
lelaki itu langsung menggenjot dengan kecepatan tinggi. Seolah ingin segera
menyelesaikan. Gesekan yang ditimbulkannya menyebabkan pedih tak terkira.
Sementara di belakang, Indah
menghadapi ancaman baru. Seorang lelaki mencoba melebarkan lubang anusnya
dengan menusukkan jari yang sebelumnya dilumuri sperma di dalam vaginanya.
Ketika dua jari dimasukkan ke situ, Indah menjerit kesakitan. Namun, belum lagi
jeritannya bertambah keras, mulutnya sudah disumpal dengan celana dalamnya
sendiri.
Akhirnya, yang ditakutkannya
terjadi. ABG itu merasa bagian bawah tubuhnya terbelah saat anusnya ditembus
penis lelaki di belakangnya. Lalu, lelaki itu pun menggenjot dengan kecepatan
tinggi sambil kedua tangannya mencengkeram kedua payudara Indah dari belakang.
Posisi itu membuat payudara gadis remaja itu seakan dibetot ke belakang. Indah
tak kuat lagi, ia pingsan sesaat sebelum lelaki itu menumpahkan spermanya ke
dalam anusnya. Ternyata, Ummi juga pingsan beberapa saat sebelum pemerkosanya
menumpahkan sperma ke dalam vaginanya. Kendati demikian, seorang lagi tetap
saja menyodominya. Tangan kedua gadis itu kemudian diikat ke belakang
punggungnya. Mulut Indah dan Ummi pun disumbat celana dalam mereka sendiri. Keduanya
kemudian dibiarkan tergeletak pingsan di dekat meja makan. Empat lelaki masih
memperkuat ikatan ketika tiba-tiba terdengar bentakan.
“Hei, apa-apaan ini!?”
Ternyata Khusnul, gadis tertua
di kos-kosan itu. Khusnul terkejut bukan main melihat 5 lelaki bugil di situ,
sedang tiga ‘adik’nya tergeletak telanjang di ruang makan. Melihat Khusnul
datang, pimpinan komplotan itu langsung mendekatinya.
Namun di luar dugaan, gadis itu
tiba-tiba melayangkan tendangan ke pangkal pahanya. Lelaki itu mengaduh dan
jatuh telungkup sambil memegangi selangkangannya. Empat rekannya segera
merubung Khusnul.
“Wah, cewek secakep kamu bisa
karate juga ya?” kata salah satu dari mereka. Khusnul mencoba tenang. Dengan
sikap waspada, ia memasang kuda-kuda.
Ketika salah seorang dari mereka
mendekat dengan tangan terbuka ke arah dadanya, Khusnul menyabetkan tasnya ke
wajah lelaki itu. Hantaman yang telak. Lelaki itu membekap wajahnya yang sakit.
Pandangannya pun nanar.
Namun, seorang lagi berhasil
memeluk Khusnul dari belakang.
“Aiiihhh…” Khusnul memekik.
Sebab, sambil memeluk itu, tangan lelaki itu dengan kurang ajar menangkap kedua
payudaranya dari luar jubah dan jilbab besarnya.
Dengan cepat Khusnul menyikut
lelaki di belakangnya. Lelaki itu mengaduh dan pegangannya mengendur. Namun,
posisi lemah itu, segera dimanfaatkan dua lelaki lainnya. Seorang dari mereka
meninju tepat ke ulu hati Khusnul.
Khusnul mengaduh dan membungkuk.
Lalu satu pukulan lagi menghantam bagian belakang kepalanya. Tak ayal lagi, ia
jatuh telungkup. Setengah sadar, Khusnul merasa diseret. Lalu, kedua tangannya
diikat dan dengan ikatan di tangannya itu, ia digantung di kusen pintu kamar
Uswatun. Cukup tinggi, hingga ia berdiri jinjit.
Perlahan kesadarannya bangkit.
Di saat itulah ia melihat 5 lelaki bugil mengelilinginya dengan pandangan
marah. Khusnul coba bicara, tapi tak bisa. Mulutnya disumpal celana dalam entah
milik siapa.
“Cewek jalang, harus diberi
pelajaran,” kata pimpinan komplotan.
“Eungghhhhhh… Eeungghhhh… Mmmmmffff…”
Khusnul mengerang. Lelaki itu dengan marah mencengkeram selangkangan dan kedua
payudaranya berulang-ulang.
Lalu, seolah balas dendam,
lelaki itu menyuruh komplotannya menarik turun celana dalam Khusnul. Wajah
Khusnul merah padam ketika jubahnya diangkat ke pinggang lalu celana dalamnya
dilepas dan kakinya dikangkangkan.
“Memek yang cantik. Sayangnya…
harus kurusak!” kata lelaki itu geram sambil menjambak rambut kemaluan Khusnul.
Gadis itu mengerang lagi. Lelaki itu
tiba-tiba mundur dan sebuah tendangan melayang tepat ke vagina telanjang itu.
Suara berdebuk terdengar keras diiringi erangan panjang gadis itu. Vagina
Khusnul langsung terlihat memerah.
“Cukup. Skor satu sama. Sekarang
telanjangi cewek ini. Kita lihat, kuat nggak memeknya lawan 5 kontol!”
Khusnul panik tapi tak bisa
berbuat apapun. Kelima lelaki itu seperti kawanan serigala. Mencabik-cabik
pakaiannya, hingga akhirnya tinggal jilbab dan kaus kaki yang melekat di
tubuhnya.
Sambil merokok, pimpinan
komplotan itu berlutut di depan Khusnul. Jari- jarinya kemudian menguakkan
bibir vagina Khusnul selebar-lebarnya, seolah hendak merobeknya. Khusnul
mengerang kesakitan. Tapi itu belum apa-apa. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke
arah pangkal pahanya.
CESSSSSS…
“Euuungggggggghhhhhhhhhhh…!!!”
Khusnul mengerang keras dan panjang. Kepalanya digeleng-gelengkannya menahan
sakit. Rokok di mulut lelaki itu masuk jauh ke dalam liang kelaminnya yang
basah dan padam disitu. Lelaki itu meninggalkan rokoknya terjepit vagina
Khusnul dan hanya tampak bagian filternya saja.
Sementara Khusnul masih
mengerang dan air mata menitik dari kedua matanya. Tubuhnya yang tergantung
kini diputar menghadap ke dalam kamar. Matanya membelalak melihat Uswatun dan
Halimah terikat dan telanjang bulat di ranjang. Dua temannya yang sudah siuman
pun sama takutnya melihat Khusnul yang tengah dipermainkan. Entah berapa pasang
tangan meremas-remas keras kedua payudaranya, memilin dan menarik- narik
putingnya.
Khusnul ketakutan ketika lelaki
di depannya menyalakan sebatang rokok lagi. Ia mengerang dan meronta sejadinya
waktu api dari korek gas didekatkan ke selangkangannya. Dan…api itu membakar
rambut kemaluannya. Panas, tapi tak sampai melukai kulit kelaminnya. Aroma
rambut terbakar memenuhi kamar Uswatun. Khusnul mengerang saat kelaminnya
diremas-remas dan dengan tiba-tiba rambut yang tersisa dijambak. Saat itulah
dilihatnya seorang lelaki mendekati Uswatun dan Halimah. Kedua gadis itu
mengerang saat jari telunjuk dan tengah kanan dan kiri lelaki itu ditusukkan
jauh ke dalam kelamin keduanya.
Lelaki itu kini berdiri di
hadapan Khusnul sambil mengacungkan empat jari berlumur sperma. “Aku masih
kasihan sama kamu. Ini supaya kamu nggak terlalu kesakitan,” katanya sambil
menyusupkan dua jari ke liang vagina Khusnul.
Masuk dua ruas, Khusnul
menggeliat-geliat. Lelaki itu menggerakkan jarinya memutar, seolah hendak
melumasi pintu lubang kemaluan gadis itu.
“Sudah siap, bos. Silakan
menikmati memek perawan sok tahu ini!” katanya kepada pemimpin gank itu. Celah
vagina Khusnul kini tampak mengkilat.
Khusnul panik. Ia melihat lelaki
itu mendekat dengan penis yang panjang dan besar, mengacung ke arah pangkal
pahanya. Ia
mengerang-erang saat mulai merasakan benda itu menekan liang vaginanya. Sperma
yang dioleskan tadi memudahkan kepala penis itu masuk. Tapi cuma berhenti di
situ. Sebab, lorong selebihnya betul-betul kering.
Khusnul mulai kesakitan.
Apalagi, di belakang lelaki dengan jari berlumur sperma menusuk anusnya dengan
telunjuk. Lalu, dua jaripun menusuk-nusuk lubang sempit itu. Kepala gadis itu
terdongak ketika salah satu putingnya dihisap kuat-kuat dan tiba-tiba saja
digigit agak keras. Rasa sakit di pucuk payudaranya belum lagi hilang, lelaki
di depannya mendengus lalu mendorong pinggangnya maju. Suara erangan Khusnul
seperti hewan disembelih saat vaginanya akhirnya ditembus. Tapi itu belum
seberapa, seorang lagi menyodominya. Gadis itu kini bagai sepotong sosis yang
terjepit roti sandwich.
Kelima lelaki itu seperti
kesetanan. Begitu satu lelaki selesai menumpahkan spermanya di dalam vagina
maupun anus Khusnul, lelaki yang lain langsung menggantikannya. Tepat saat
lelaki kelima menyelesaikan hajatnya, Khusnul pingsan. Kepalanya terkulai
lemah.
Kelima lelaki itu tertawa-tawa
sambil memandangi korban terakhir mereka. Dari celah pangkal paha Khusnul
mengalir sperma bercampur darah keperawanannya. Tubuh Khusnul kemudian
diturunkan dari gantungan.
Namun, kedua tangannya kembali
diikat ke belakang tubuhnya. Giliran Uswatun dan Halimah yang berbaring bersebelahan
yang ketakutan. Sebab, Khusnul diangkat seorang lelaki dengan posisi kaki
mengangkang. Dari celah vaginanya masih terlihat cairan putih menetes-netes.
Uswatun menggeleng-geleng ketika
selangkangan Khusnul didekatkan ke wajahnya. Tapi tak urung wajah lembut gadis
itu pun ternodai tetesan sperma dari vagina Khusnul. Halimah pun diperlakukan
serupa, sebelum akhirnya Khusnul dibaringkan di sebelah mereka.
Kelima lelaki itu tak juga lelah
mempermainkan korban-korbannya. Pemandangan di kamar itu sungguh beraroma
nista. Lima lelaki telanjang bulat dengan tubuh mengkilap karena keringat,
merubung tiga gadis berjilbab, tetapi terbuka total di bagian bawahnya. Tak
bosan- bosannya mereka meremas-remas payudara ketiga gadis itu. Pimpinan
komplotan itu masih juga dirasuki dendam kepada Khusnul. Ia ingin gadis itu
merasakan penderitaan. Disulutnya rokok, asapnya dihembuskan ke wajah Uswatun.
Gadis itu memalingkan wajahnya. Tapi mendadak terdengar erang kesakitan
Halimah. Sebabnya, lelaki itu menyetuhkan batang korek api yang telah padam ke
puting susunya. Meski sudah padam, panasnya masih menyakiti bagian sensitif
itu.
“Yuk, bangunin cewek ini. Kita
kerjain sampai dia betul-betul kapok,” katanya. Sambil berkata begitu, ia
menarik-narik kedua puting Khusnul yang masih pingsan. Lalu, disentuhnya pelan
puting kanan Khusnul dengan ujung rokoknya. Spontan terdengar erangan gadis
itu. Matanya berkerjap- kerjap dan keningnya berkerut. Belum lagi ia sadar
sepenuhnya, giliran klitorisnya disundut rokok. Kali ini tubuhnya mengejang dan
dari mulutnya terdengar erangan panjang.
“Hahaha… bagus kamu sudah
bangun. Sebab, kamu harus merasakan sakitnya!” kata pemimpin komplotan sambil
menjepit dua puting Khusnul kuat-kuat dan menariknya ke atas hingga punggung
gadis itu melengkung.
Dari kaki ranjang, ia mengambil
handuk kecil dan membungkus dua jarinya dengan handuk putih itu. Khusnul
meronta-ronta ketika jari terbungkus handuk itu ditusukkan ke liang vaginanya.
Di dalam, jari lelaki itu bergerak berputar, menyapu segenap sudut vagina
Khusnul.
Pedihnya tak terkira. Ketika
ditarik keluar, handuk putih itu terlihat bernoda lendir putih bercampur noda
merah. Tak cuma Khusnul, Uswatun dan Halimah pun mengalami hal serupa. Keduanya
mengerang dan meronta dengan sia-sia.
Lalu kelima lelaki itupun
mengulangi lagi perkosaan atas ketiganya. Vagina yang kering membuat
ketiganya kembali merasakan pedih yang amat sangat. Untuk pertama kali, Khusnul
harus menahan mual di antara rasa sakitnya, sebab mulutnya dipaksa mengulum
penis salah satu pemerkosanya.
Yang paling menyiksanya dan
nyaris membuatnya kembali pingsan adalah saat ia dipaksa menerima penis seorang
lelaki di dalam vaginanya dalam posisi duduk. Begitu penis itu menancap jauh,
tubuhnya ditarik pemerkosanya ke belakang, hingga kini ia berbaring di atas
perut pemerkosanya. Lalu, dari depan, seorang lelaki memaksa penisnya masuk ke
dalam vaginanya yang telah dipadati sebatang penis. Kalau saja mulutnya tak
tersumpal penis, Khusnul pasti sudah menjerit histeris, karena sakit yang luar
biasa.
Tapi ternyata itu baru
permulaan. Sebab, kelima lelaki itu menuntaskan hajat mereka dengan menumpahkan
sperma ke dalam mulut gadis itu.
Gadis itu lalu dipaksa berdiri
lagi merapat ke lemari dan diikat dengan tangan ke atas. Posisi itu membuat
payudaranya membusung. Para lelaki kemudian mengikat pangkal payudaranya dengan
tali rafia hingga kedua buah dadanya melembung seperti balon dan merah tua
karena darah mengumpul di situ.
Tak hanya itu kedua putingnya
kemudian diikat dengan sehelai benang. Di ujung masing-masing benang diikatkan
sebuah batu baterai besar. Khusnul merintih-rintih menahan pedih. Sementara
dari sudut bibirnya menetes sperma para pemerkosanya.
***
6 gadis masih tak berdaya di
tempat masing-masing usai rangkaian pemerkosaan brutal itu. Sementara para
pemerkosanya kembali duduk santai di ruang tamu. Mereka merancang sebuah
rencana panjang atas para korbannya sambil menunggu seorang lagi yang bakal
datang pukul 15.00.
Yang mereka tunggu pun datang,
tepat pukul 14.50. Seorang gadis mungil berkaus ketat lengan panjang merah
jambu dan jilbab pendek sewarna. Penampilannya khas gadis masa kini. Berjilbab,
tetapi keseksian tubuh justru ditonjolkan. Itu pula yang terlihat padanya.
Gundukan kecil sepasang payudara
tampak mencuat di balik kaus ketatnya. Begitu ketatnya, sampai-sampai garis
branya tercetak jelas di sana. Sementara celana kaus ketat hitamnya pun
memperlihatkan lekuk pangkal pahanya dengan jelas. Pemandangan indah itulah
yang disaksikan para lelaki dari balik kaca ketika gadis itu mengetuk pintu.
Pintu dibuka. Gadis itu tampak
agak terkejut melihat 5 lelaki di ruang tamu.
“Silakan masuk Mbak, sudah
ditunggu Mbak Halimah,” kata yang membuka pintu.
Tapi gadis itu berusaha tak
peduli. Ia pun duduk di kursi kosong, terpisah dari para lelaki.
“Teman kuliah Mbak Halimah ya?”
tanya pimpinan komplotan.
“Bukan,” jawabnya singkat.
“Eh, mbak siapa namanya, kuliah
di mana?” lanjut lelaki itu sambil mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya.
Tak ingin bersikap kaku, gadis itu membalas jabat tangan lelaki itu.
“Lina. Saya nggak kuliah kok,”
sahutnya sambil sedikit tersenyum.
“Oh, kerja ya, Mbak? Di mana?”
“Saya wartawan…” lanjut Lina.
Gadis itu agak menikmati kekaguman yang terpancar di wajah para lelaki. Tapi ia
tak sadar, di balik pandang kagum itu tersimpan nafsu yang besar.
“Wah, hebat. Tapi jadi wartawan
bahaya lho buat perempuan secantik Mbak,” lelaki itu mulai menebar perangkap.
Wajah Lina memerah, setengah
senang setengah malu, selebihnya mulai jengkel. “Ah, biasa saja,” katanya.
“Betul, Mbak, bahaya. Apalagi,
biar pakai jilbab, Mbak kelihatan seksi lho!”
“Mbak Halimahnya mana sih?”
sahut Lina coba mengalihkan perhatian.
“Ngomong-omong, itu susu ukuran
berapa sih?” lanjut lelaki itu diikuti tawa teman-temannya.
Lina kini kelihatan marah.
“Kalian ngomong apa sih? Jangan kurangajar gitu dong!” katanya sambil berdiri.
“Eh, jangan marah gitu, mbak.
Saya kan cuma tanya ukuran susu. Pegang juga belum,” kata lelaki itu.
“Ihh, sebel!” kata Lina sambil
berbalik ke arah pintu.
Tapi tiba-tiba tubuhnya
direngkuh dari belakang dan sebilah belati menekan lehernya.
“Aiiii… ap-apa-apaan ini,”
katanya coba meronta. Tapi tubuh mungilnya kalah kuat. Ia didorong ke tengah
para lelaki.
“Nggak usah ribut, sayang. Nurut
saja, kalau nggak ingin susu kecil ini copot dari badanmu,” kata pimpinan
komplotan sambil menjumput gundukan kecil di dada Lina. Lina menggigit bibirnya
menahan ngilu.
Ia kini tak berdaya, sebab kedua
tangannya diikat ke belakang. Maka leluasalah para lelaki menjamah sekujur tubuhnya.
Payudaranya yang cuma sekepalan tangan mungilnya menjadi sasaran favorit.
Bahkan, dari luar t-shirt ketatnya, seseorang menemukan putingnya dan terus
memilin-milinnya.
“Awwwhhh… aduhhh, sudah dong… aduhhhh,
lepaskan saya… aduhhh… saya janji nggak lapor polisi… aduduh… mmmfff…” Lina makin
kesakitan, tapi ia tak bisa berteriak. Salah satu lelaki menciumnya dengan amat
bernafsu, sementara pangkal pahanya diremas-remas dengan kasar. Begitu pula
kedua gundukan pantatnya.
Lina kini dibaringkan di meja
ruang tamu. Kedua kakinya ditekuk ke atas hingga mengangkang seluas-luasnya. Lina
nyaris menjerit ketika melihat sebatang penis besar di depan wajahnya. Tapi
mulutnya langsung terbungkam karena penis itu dipaksa masuk ke mulutnya yang
mungil.
Gadis itu betul-betul tak
berkutik. Ia merasakan t-shirtnya ditarik ke atas, lalu bra-nya dibetot hingga
putus. Lina nyaris menggigit penis di dalam mulutnya karena sakit luar biasa
akibat kedua putingnya dijepit dan ditarik-tarik.
Lina makin panik waktu celana
kaus ketatnya di bagian pangkal paha digunting hingga memperlihatkan celana
dalam putihnya. Cd-nya pun mengalami hal serupa, sobek di bagian tengah. Para
lelaki berebut melihat dari celah itu, vaginanya yang mulus, nyaris tanpa
rambut.
Tubuh Lina mengejang dan dari
mulutnya yang terbungkam terdengar erangan kesakitan. Ternyata pimpinan
komplotan menusukkan satu jarinya ke liang vaginanya sejauh-jauhnya.
Keperawanannya hilang hanya oleh satu tusukan.
Pedihnya belum hilang saat penis
yang beberapa kali lipat lebih besar dari jari, ganti menusuk vaginanya.
“Hebat… aku dapat memek
wartawati. Hihhh… hihhh…” katanya sambil mendorong pinggangnya jauh, sekuat
tenaga.
Lina nyaris pingsan ketika
semburan cairan kental memenuhi rongga mulutnya, lalu menyusul cairan yang
hangat di dalam rongga vaginanya.
Tapi para lelaki tak memberinya
kesempatan beristirahat. Segera saja ada yang menggantikan posisinya. Darah
menodai pangkal pahanya. Tapi itu tak membuat seorang di antara mereka
menusukkan penisnya ke anusnya yang sempit. Kali ini Lina mencapai batas
kemampuannya. Ia pingsan. Tapi tetap saja perkosaan berlanjut, sampai semua
lelaki kehabisan tenaga, membiarkan Lina tergeletak dengan paha mengangkang
yang memperlihatkan gumpalan sperma bernoda darah di situ, serta mulut
mungilnya yang meneteskan sperma. Sepasang payudaranya yang mungil tampak merah
kebiruan bekas remasan kasar. Salah satu putingnya lecet dan menitikkan darah.
***
Para pemerkosa itu tampaknya
belum betul-betul puas. Mereka memasukkan motor Lina ke garasi dan mengunci
rapat pagar rumah serta menutup korden ruang tamu. Kini tak ada yang mengira
ada kehidupan di dalam. Para tetangga pun menyangka para mahasiswi yang kos di
situ tengah pulang kampung.
Hari mulai gelap ketika 7 gadis
berjilbab dikumpulkan di ruang tengah. Semua telah sadar dari pingsannya. Dan
semua kini dalam ketakutan luar biasa. Kelima lelaki itu di depan mereka
masing-masing memegang sebuah botol minuman keras dan menenggaknya.
Para gadis dalam kelelahan dan
kesakitan luar biasa. Mereka tak punya keberanian lagi untuk melawan, apalagi
di tangan para lelaki tergenggam berbagai senjata tajam. Tapi mereka agak lega
ketika satu persatu diperintah untuk mandi di kamar mandi yang terbuka dan kembali
berpakaian rapi, namun tanpa pakaian dalam lagi. Kini di ruang tengah itu
berkumpul 7 gadis berjilbab.
“OK, sekarang waktunya pesta.
Kamu berdiri, kita akan buat album foto!” pimpinan komplotan menunjuk Lina.
Gadis mungil itu ketakutan.
Perlahan ia berdiri di depan 6 temannya. Pangkal celananya yang sobek tak
begitu tampak. T-shirt ketatnya masih menampakkan bentuk payudaranya yang tak
seberapa besar. Kali ini putingnya tampak membayang, karena ia tak mengenakan bra.
“Ayo, joget dan mulai lepaskan
baju dan celanamu. Jilbabmu nggak usah dilepas,” lelaki itu melanjutkan.
Kebetulan TV menyiarkan lagu-lagu dangdut.
Dengan iringan dangdut itulah
Lina mulai bergoyang. Kilatan lampu blitz menerpa tubuhnya saat ia mulai melepas celana panjang
ketat disusul celana dalamnya.
Lalu, t-shirtnya pun lepas.
Sementara para gadis dipaksa memperlihatkan kegembiraan dengan bertepuk tangan
dan tertawa-tawa. Ketika Lina usai, ia ganti duduk di tengah rekannya yang
lain. Lalu, gadis-gadis lain mendapat giliran menari striptease. Dari keadaan
tertutup rapat, gadis-gadis itu kini telanjang bulat, kecuali jilbab di kepala
mereka.
Ketujuh gadis itu kemudian
difoto dengan beragam pose. Termasuk di antaranya pose seolah mereka sedang
berpesta lesbian. Uswatun difoto dalam keadaan berdiri dengan Khusnul di bawah
menjilati selangkangannya, sedang di belakangnya Halimah memegangi kedua
payudaranya. Ketujuh gadis itu juga difoto saat mulut mereka mengulum penis.
Khusnul bahkan difoto dengan leher botol menusuk vaginanya dan kedua putingnya
dihisap Inda dan Aisyah.
Usai sesi fotografi itu, ketujuh gadis dibaringkan di lantai dan satu
persatu para lelaki kembali menyetubuhi mereka. Pesta gila itu berlangsung
semalam suntuk. Ketujuh gadis berulangkali pingsan akibat kelelahan dan sakit
amat sangat. Menjelang pagi, baru para lelaki itu merasa puas. Tapi mereka tak segera
pulang. Setelah ketujuh gadis itu betul-betul siuman, mereka kembali
dikumpulkan di ruang tengah, masih tanpa busana dan jilbab yang kusut serta
sekujur tubuh yang basah oleh sperma.
“Oke, kalian semua sungguh
memuaskan. Tapi ingat, lain kali kami akan datang lagi kapanpun kami mau. Atau,
kalian yang datang ke mana kami perintahkan. Ingat, foto-foto kalian akan
tersebar di kampus dan di internet jika kalian berani bicara kepada siapapun,”
kata pimpinan komplotan itu.
“Mengerti?!” katanya sambil
meremas payudara Khusnul. Gadis itu mengangguk lemah. Pertanyaan serupa
diajukannya kepada 6 gadis lainnya, juga sambil mencengkeram payudara mereka.
***
Lima lelaki itu telah pergi. Tujuh gadis di rumah itu
saling berangkulan sambil terisak-isak. Mereka tak tahu apa yang harus mereka
lakukan. Tapi mereka sadar, mereka kini telah jadi budak seks lima lelaki itu.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar