Kamis, 07 Maret 2013

'Cinta' Untuk Suami




Hati nurani seorang wanita tidak berubah oleh waktu dan musim, bahkan jika mati tetap abadi, hati itu takan hilang sirna. Sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi di tanami tulang dan tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi.

Kahlil Gibran


Aisyah menoleh jam tangannya, pukul setengah sepuluh malam, wajahnya celingukan, ia tak tahu kemana mobil ini hendak membawanya. Jantungnya makin berdegup kencang ketike SUV putih itu mulai memasuki area perkampungan yang hening dan hanya segelintir orang-orang saja yang tengah asyik main domino di sebuah warung kopi.

Sekali lagi ia tak percaya bahwa ia akan menukarkan tubuhnya dengan biaya pengobatan sang suami yang kini tergolek lemah di rumah sakit, sempat berkali-kali Aisyah menolak tawaran pria tambun paruh baya yang akrab di sapa Pak Liem itu,namun kemampuan financial-nya tak mampu menandingi penyakit suaminya yang semakin memprihatinkan. Hingga akhirnya ia pun menyetujui tawaran gila itu, dan ini semua ia lakukan tanpa sepengetahuan keluarga juga suaminya sendiri.

"Ayo, sayang. Kita udah sampai!" ujar pak Liem sembari membukakan pintu untuk Aisyah yang pada saat itu mengenakan jilbab putih dengan kemeja panjang berwarna senada. Kaki jenjangnya yang terbalut celana panjang hitam itu pun beranjak dari mobil.

Tentang Aisyah, pak Liem memang sudah lama mengagumi guru TK tersebut, meski penampilannya yang senantiasa sederhana namun perempuan kelahiran Jakarta 26 tahun silam itu mampu menghipnotis mata setiap lelaki dengan wajah innocent-nya yang sepintas mirip dengan aktris Revalina S Temat, si Menuk dalam film "?".

Bukan hotel, apartement atau setidaknya gubuk yang sedikit layak untuk melakukan hubungan intim, namun pak Liem malah membawanya ke subuah gudang penyimpanan pakan unggas dalam lahan peternakan miliknya di suatu desa. Gudang besar yang cukup bau dan kotor oleh remah-remah pakan ternak yang berserakan di lantainya.

Sesampainya di dalam, kedua mata cantik ibu beranak satu itu berkeliling mengamati seisi gudang. Di sebelah kanannya terdapat sebuah mesin berukuran raksasa, sementara di kirinya puluhan karung-karung besar berisikan pakan unggas bertumpuk tinggi menjulang, hampir menyentuh atapnya.
Gue memperhatikan kebingungannya sesaat setelah menyusul mereka berdua.

"Pay, pintunya udah loe kunci lagi kan?" tanya pak Liem ke gue sembari merangkul Aisyah dari belakang, dengan tubuh 167 cm-nya tampak tinggi Aisyah mengimbangi tubuh juragan ayam itu yang 3 cm lebih tinggi darinya.
"Udah, bos!" jawab gue singkat seraya merogoh handycam merek SONY milik pak Liem dari tas ransel. Lalu mengeceknya.

"Kenapa handy-nya?" tanyanya lagi sambil menoleh ke arah gue.

"Gak pa-pa kok, pak. Cuma ngecek aja." jawab gue dengan sebatang rokok terselip di mulut.

"Ough!" kemudian ia memfokuskan wajahnya ke Aisyah yang nampak tidak percaya.

"Di sini?!" tanya Aisyah dangan raut wajah yang tak yakin.
Duda bertampang oriental itu cuma mengangguk pelan dan tersenyum.

"Lalu kamera itu?" tanya Aisyah lagi, sekali lagi pria yang mulai tak sabaran itu tak menjawab, kemudian berbisik ke telinga Aisyah.
Sementara gue menyalakan kricet dan membakar rokok yang tinggal sebatang.

Entah apa yang di bisikkan si boss, tak beberapa lama kemudian Aisyah melepas kerudung putihnya dengan bola mata melirik ke arah gue, nampaknya ia risih dengan keberadaan gue.

Tampaklah kini paras cantiknya di bawah sinaran lampu gudang yang kuning temaram dengan rambut panjang yang tak sampai sepinggang itu terurai.

Lalu satu persatu dia melepas kancing kemejanya masih dengan perasaan tidak percaya bahwa ia akan melakukan hal segila ini, tampaklah pembungkus payudara berwarna krem dari celah bajunya yang terbuka. Seketika ia memalingkan wajahnya saat menyadari sebuah kamera mengarah kepadanya.

Setelah membuka semua kancingnya, ia pun melepaskan kemeja putihnya, kemudian bra berwarna krem itu pun mulai ditanggalkannya, wajahnya mulai memerah karena tahu semua mata pasti mengarah pada payudara yang tak terlalu besar itu dengan puting yang tampak kehitaman dalam sinaran lampu kuning yang temaram. (Bruce Banner dalam sempak gue pun mulai menggeliat dan menjelma menjadi Hulk yang sangat besar).

Sejurus kemudian ibu muda itu melorotkan celana panjang hitamnya dan membukanya, kini tinggallah balutan terakhir yang menutupi organ kewanitaanya. Namun ketika ia hendak melepas celana dalam hitamnya yang berenda itu, si boss berkata. "Cukup. Biar saya yang membukanya!"

Si duda tajir itu pun jongkok di hadapan Aisyah dan menarik pelan-pelan kancut hitam ibu muda tersebut ke bawah. Sedikit demi sedikit tampaklah jembut lebat Aisyah yang berhelai-helai, warnanya begitu kontras dengan pahanya yang putih mulus. Setelah melepasnya, si boss menciumi celana dalam wanita itu dengan penuh nafsu dan menghirup aromanya dalam-dalam. Sementara Aisyah makin tak percaya bahwa ia telah membugil di hadapan pria yang bukan muhrimnya.
Puas dengan aroma dari pakaian dalam wanita yang sudah memenuhi paru-parunya, dengan pandangan yang tak percaya bahwa ia akan sedekat ini dengan memek dari wanita yang lama di kaguminya, jari-jari besarnya pun mulai membelai jembut Aisyah dengan begitu terkesimanya. Kemudian dengan kedua jari yang lainnya, ia merekahkan kelopak vagina itu. Dalam mode close up, terlihat jelas labia minora Aisyah yang berwarna kemerahan.

Setelah membalikkan zoom ke posisi semula, gue agak sedikit menjauh ketika wajah si boss mulai mendekati pangkal paha mulus Aisyah, lalu dari sebelah kirinya, gue kembali mengarahkan gadget ini. Tampak si boss mulai menempelkan lidahnya yang basah di bagian yang kemerahan tersebut. Kemudian terus dan terus menjilatinya.

"Ssssccchhh... Aaaacchhh..." Aisyah mulai mendesah, tak kuat menahan rasa geli pada itilnya, sementara lidah itu terus menyapunya, seakan berusaha membangkitkan libido dalam dadanya yang membusung.

Si boss mengganti posisinya, kini tepat berada di belakang pantat Aisyah, sementara Aisyah tetap berdiri. Lalu kedua tangan si boss melebarkan jarak kedua paha Aisyah dan membenamkan wajahnya pada belahan besar itu.

"Aaagghh..." Aisyah memekik geli, karena lidah si boss yang basah menyentuh liang duburnya. Dan tanpa perasaan jijik lidah itu terus menjilati dengan gemasnya.

Beberapa menit menikmati bagian belakang tubuh wanita tersebut, si boss kembali ke bagian depan. Dilahapnya belahan memek Aisyah, menghisap itilnya hingga seluruh tubuh wanita itu mulai bergetar. Sementara sebuah jari yang besar tengah menggosok-gosok lubang analnya, semakin lama semakin lahap pula mulut si boss ’mengunyahnya’.

"Hhhhhmmmm... Oough... Oough... Hhhhhmmmm..." terdengar desahan dari celah bibir Aisyah yang makin kuat dan menyayat, tubuhnya pun sedikit menggeliat, tak kuat menahan rasa geli pada itil dan anusnya.

"U-udah, paaak... Oogh..." pintanya, namun pak Liem tak menghiraukannya, lidahnya terus bergetar layaknya vibrator yang ingin ’meledakan’ klitorisnya.

"U-udah, paakk... saya mau pipis... Sssshhh..." pintanya lagi, namun lagi-lagi si boss tak menghiraukannya.

"Aaaaaaaghhh... Aaaaghh...!!!" dan akhirnya Aisyah melepaskan memeknya dari jilatan itu, dan dengan secepat mungkin ia menutupi dengan kedua tangannya. Mulutnya menganga seperti berteriak namun tak mengeluarkan suara, sementara tubuhnya bergetar hebat seiring dengan urine-nya yg mengalir dari kedua paha mulusnya.

Lensa kamera gue bergerak mengikuti cairan kekuningan yang mengalir dari pangkal pahanya itu lalu jatuh membasahi lantai.

Sudah hampir setahun gue menjadi sopir pribadi duda hypersex itu dan buat gue ini begitu nyeleneh karena setahu gue si boss adalah pria yang tertutup, apalagi setelah perceraiannya dengan Ny. Kyoka. Entah kenapa wanita cantik asal negeri sakura itu menuntut cerai dengan alasan yang tak jelas.

Hingga suatu hari mendapati seorang karyawannya yang semaput karena penyakit jantung yang diderita sejak lama lalu membawanya ke rumah sakit terdekat. Bertemulah ia dengan istri karyawannya itu ketika menjenguk di keesokan harinya dan ia pun jatuh cinta pada pandangan pertama kepada wanita yang mengaku bernama Siti Aisyah tersebut. Dari situlah ia terus mengiming-imingi perempuan tersebut dengan biaya pengobatan, bahkan berjanji akan membawa suaminya ke sebuah rumah sakit ternama di Singapura, dengan harapan bisa menidurinya meski cuma semalam.

Sejenak gue arahkan gadget ini ke arah mesin raksasa di kiri, gue merekam bagian-bagiannya yang nampak seperti monster lalu perlahan menggesernya ke arah jam 3, tampak Aisyah sedang ragu-ragu merebahkan tubuhnya di atas selembar alas ala kadarnya. Seketika ia memalingkan wajahnya dari shoot-an kamera gue yang terus mendekatinya. Si boss pun menyusul tubuh yang pasrah itu sesaat setelah melepaskan seluruh pakaiannya.

Tanpa foreplay terlebih dahulu, kedua tangan si boss mencengkram kedua paha Aisyah kemudian tubuhnya menyeruak ke tengah-tengah paha mulus itu dan...

"Aaauughh... memekmu peret, Aisyah." ucap si bos yang mulai membenamkan kepala kontol besarnya ke dalam bibir kemaluan Aisyah, tanpa foreplay terlebih dulu. Lalu menggenjotnya pelan-pelan.

Lensa kamera gue terus mendekat ke arah dua tubuh yang beradu tersebut. Dan sesekali si boss menggoyang-goyangkan pinggulnya sementara jari-jarinya memilin puting Aisyah yang teronggok di hadapannya. Namun lawan mainnya tak juga menunjukan expression enjoyed atau sekedar mendesah.
Malahan, nampak air mata yang mulai meleleh dari sudut matanya.

Beberapa menit berlalu, entotan si boss mulai mendekati top speed-nya dan genjotan kencang penisnya pada lubang vagina Aisyah menimbulkan suara becek yang makin lama makin membuat Aisyah terpaksa merasakannya.

"Aagh.. Aagh.. Aagh.."
nafas si boss kian memburu seiring dengan genjotannya yang kesetanan. Aisyah nampak mulai tak tenang, ia berkali-kali memalingkan wajahnya ke kiri ke kanan sembari menggigit telunjuknya.

Di tengah membaranya dayuhan syahwat tersebut, tiba-tiba saja si boss mencabut penisnya dari liang kemaluan Aisyah lalu mengangkat kedua paha wanita cantik itu tinggi-tinggi dan membukanya selebar mungkin.

"Pay, ini, Pay!" si boss memanggil gue. Seperti sudah tertulis dalam skenario, gue pun langsung mendekatkan kamera ke arah selangkangan yang menganga itu.

Tampak bibir kemaluan ibu muda itu merekah dan basah di antara rimbunnya jembut-jembut keriting yang tumbuh subur dan beberapa lembar bulu itu tumbuh di sekitar lubang pantatnya yang hitam mengkerut.
"Eeeng... sorry, boss, saya ke mobil dulu yah, ngambil rokok!" gue begitu butuh hal yang satu ini, seketika scene demi scene mengalir begitu saja di mata gue.

"OK, tapi jangan lama-lama yah!" jawab si boss singkat

Setelah mem-pause dan meletakan handycam miliknya, gue bergegas keluar, sesekali gue melirik ke arah Aisyah yang tengah berusaha bangkit mengangkat tubuhnya.

Suasana di luar begitu jauh dari suasana di dalam yang hangat bahkan cenderung ‘panas’. Di luar sini begitu dingin, begitu hening dan gue mesti mengaitkan kancing-kancing jaket Levi's bila tak mau semilir angin malam menusuk kulit gue. Terlihat bening tetesan embun membasahi semua body Toyota Fortuner putih yang terparkir tak jauh dari gudang.

Tak lama kemudian gue udah kembali ke gudang, dengan sekaleng pilsener beer dan sebatang rokok yang terselip di mulut. Setelah menutup dan mengunci pintu gudang yang berukuran besar sekitar 2,5 m x 1 m, gue kembali lagi menjadi kameraman dalam film tanpa skenario ini dan melanjutkan scene berikutnya.

Wajah oriental si boss tampak makin memerah menikmati bokong wanita yang tersungkur di hadapannya, pinggulnya bergerak maju mundur dan tangannya mencengkram pinggang lawan mainnya. Meski lawan mainnya bersikap begitu pasif.

"Aagh.. Aagh.. Aagh.." nafas si boss makin memburu. wajah chinesse-nya mendongak ke atas, dengan mata terpejam. Entotan si boss makin kesetanan.
Aisyah jadi kelojotan, payudaranya berguncang cepat sinkron dengan benturan perut ‘orang gila’ itu. Namun Aisyah menahan desahannya meski (tak bisa di pungkiri) ia ingin mendesah. Namun si boss tak juga menunjukan tanda-tanda bakal orgasme. Seketika gue ingat kalo sebelum mengeksekusi tubuh ibu muda ini, si boss menelan 2 butir obat berwarna biru. Ya.. ya.. ya..

Raut paras ayu ibu guru TK ini tampak kian memerah, menahan entotan pada organ kewanitaannya. Namun tiba-tiba saja si boss mencabut penisnya, lalu menusukannya lagi, mencabutnya lagi, menusukannya lagi. Berkali-kali ia melakukan itu, sampai-sampai terdengar suara seperti kentut dari memek ibu guru cantik tersebut. Dan akhirnya si boss benar-benar mencabutnya. Kelopak vagina itu pun tampak ’merekah’.

Kemudian... "Cuuiih!" si boss meludahi bokong Aisyah. Dengan ujung telunjuknya ia menyeret ludah yang banyak dan berbuih itu ke liang mungil yang masih tertutup rapat di atas vagina. Telunjuk itu kemudian bergerak mengitari kulit di sekitar dubur Aisyah yang ditumbuhi beberapa lembar bulu-bulu keriting. Sementara Aisyah, dia berusaha tak merasakannya, meski sentuhan itu membuat lubang anusnya berdenyut kembang kempis.

Terus bergerak mengitarinya, pelan.. pelan.. lalu menekannya.. dan.. "Aaaaww!" Aisyah memekik kesakitan, lalu beranjak bangkit menjauhkan bokongnya dari experiment gila itu. Sempat tangan si boss menyambar lengannya, namun dengan secepat kilat ia mengelak.

"Hey!" teriak si boss sembari menatap Aisyah yang terus menjauhinya. Lalu perempuan itu memunguti pakaiannya di atas selembar karton.

Si boss melongo, lalu menolehkan wajahnya ke gue, seakan bertanya. "Kenapa dia?"
Gue cuma mengangkat bahu untuk menjawab ’pertanyaannya’ itu. Lalu pria tambun dengan tatto seekor naga di punggungnya itu mendekati Aisyah yang mulai mengenakan celana dalamnya.

"Kamu mau kemana?" tanya si boss pada Aisyah.

"Saya mau pulang." jawab Aisyah ketus. Kemudian si boss menarik lengan Aisyah, seketika ia pun berusaha melepaskannya.

"Lepasin!" teriak Aisyah sembari terus berusaha membebaskan pergelangan tangannya. Namun jari-jari si boss terlalu kuat buatnya.

"Saya keluar duit banyak buat kamu, Aisyah!" kata si boss dengan wajah penuh harap, sambil terus mencengkram lengan Aisyah.
"Maaf, pak, tapi saya bukan pelacur." Aisyah berkilah.

"Memang siapa yang menganggap kamu pelacur, hah?!"
tukas si boss.

Aisyah ingin menjawabnya, namun mulutnya canggung untuk menjelaskan perlakuan si boss pada pantatnya barusan. "Saya mau pulang, pak. Lepasin. Lepasin!" Aisyah memelas.Kemudian dengan raut yang tak rela, si boss pun melepaskannya. Aisyah pun mulai mengenakan busananya satu persatu.

Pandangan gue menerawang ke salah satu sudut gudang sambil menghisap dalam-dalam asap Marlboro, lalu menghembuskannya seketika hingga asap itu membentuk lingkaran dan perlahan buyar tertiup semilir angin.
Sementara sang juragan ternak itu berusaha pasrah merelakan sarang burungnya yang hendak terbang.

"OK, kalau kamu memberinya setengah-setengah, saya juga akan membiayainya setengah." si boss melontarkan ancamannya dengan harapan Aisyah akan berubah pikiran, namun perempuan berwajah tirus itu malah terus merapatkan kancing kemejanya satu persatu.

"Kamu yakin Aisyah, dengan biaya yang setengah itu hah?
Rumah sakit tempat suamimu dirawat hanya akan memperlama proses kematiannya." si boss kembali melontarkan kata-katanya.

Si boss sadar ucapannya barusan tak mengena di hati Aisyah yang kini tengah mempercantik wajahnya dengan kerudung.

"Kamu jangan jual mahal, Aisyah. Malam ini juga saya bisa mencari wanita yang lebih cantik darimu, yang tidak memerlukan biaya yang banyak lantaran suaminya sekarat di rumah sakit!" sejenak Aisyah tertegun mendengar kata-kata itu.

"Kamu rela membiarkan pria yang mencintaimu itu membusuk di atas ranjang pesakitan.? Saya sudah lama mengenal Ari (suami Aisyah) sebelum dia menikahimu, dia lah pria tampan yang menyayangi keluarga, seorang pekerja keras yang tulus menafkahi keluarga, tak sedikit perempuan selain kamu yang menginginkannya!" sejenak Aisyah terhenyak mendengarkan kata-kata yang mengalir deras dari manager suaminya itu.

Masih terekam kuat dalam ingatannya, ketika pertama kalinya ia bertemu dengan Ari, wajahnya tampan penuh dengan sinar yang menyilaukan hatinya.
Terekam kuat dalam ingatannya ketika Ari memberinya setangkai bunga kesukaannya. Terekam kuat dalam ingatannya ketika Ari mencium keningnya di depan penghulu. Kini pria itu terkulai lemah di rumah sakit menunggu mukjizat darinya. Kedua tangan Aisyah menggenggam satu sama lain, seperti orang yang sedang bingung. Sejenak gue ikut terhanyut dalam kebimbangannya. Aisyah, ibu dari seorang putri yang cantik itu bimbang diantara dua pilihan yang tak diinginkannya, raut paras cantiknya dalam anggun balutan jilbab putih itu begitu menggambarkan posisinya yang terjepit dan semakin terhimpit.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan, tiba-tiba tangan sebelah kiri si boss membelai pantatnya yang telah terbungkus celana, seakan bertanya akan keputusan yang diambilnya. Melanjutkan scene yang tertunda atau benar-benar pergi?!

Melihat sikap Aisyah yang membiarkankan tangannya membelai lembut, si boss pun makin yakin bahwa perempuan yang baru saja disetubuhinya itu telah mengambil keputusan. Decision of necessity.

Remasan tangan si boss pun makin kuat dan makin bergerak ke arah selangkangannya, dan telunjuk besarnya itu kini tengah menggosok-gosok bagian dubur Aisyah. Aisyah hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Makin yakin kalau sarang burungnya itu tak jadi terbang, si boss menyingkap bagian belakang kemeja Aisyah, membuka kancing celananya, menurunkan retsletingnya dan...

Celana berbahan licin itu turun dengan sendirinya, dan tanpa membuang-buang waktu lagi, kedua tangan si boss pun melorotkan celana dalam hitamnya sampai selutut. Dan tangan yang sudah tak sabaran itu melebarkan kedua belah paha di depannya. Gue kembali merekamnya, mendekatkan kamera ke arah bokongnya namun agak sedikit ke bawah.

Tampak jelas belahan memek Aisyah yang agak merekah karena baru saja di-ewe. Tak lama kemudian si boss meludahi telapak tangannya, lalu memoleskan ludahnya itu di kepela penisnya.

"Buka pahamu, Aisyah!" pinta si boss.

Aisyah tak langsung menggubrisnya, sampai akhirnya ia yakin akan keputusannya itu, lalu membuka kedua paha mulusnya dengan sedikit membungkuk dan kedua tangannya bertumpu pada tumpukan karung di hadapnnya.

Si boss pun langsung menempelkan rudalnya yang sudah mengkilap itu ke daerah jajahan sesaat setelah menyeruakkan ujung penisnya pada belahan pantat Aisyah, lalu sedikit menggosok-gosoknya tepat di lubang pembuangan Aisyah. Dan menekan lubang mungil itu sekuat tenaga.

Aisyah makin menundukkan wajahnya. Anusnya makin tertekan terus, hingga akhirnya ujung kepala penis itu pun...

"Aaaghh... sakit... sakit... udah, pak... u-udah...!" Aisyah memelas dengan suara yang terdengar lirih. Telinga si boss seakan terkunci, tak menghiraukan suara yang memelas kesakitan itu.

"Aaaaaaaauuuuuuwww...!!! " suara perempuan itu begitu menggambarkan rasa sakitnya. Karena lubang yang hanya dirancang untuk mengeluarkan itu, kini dipaksa untuk menerima tekanan dari luar, sementara ludah yang melumasi ujung penis tersebut tak cukup licin untuk melesakkannya. Belum lagi tekanan penis pada lubang duburnya yang terus menusuk membuatnya ingin buang air besar.

Namun orang gila itu terus melesakkannya, terus menerobos dinding anusnya yang tertutup rapat. Aisyah makin tak percaya, ia makin tak mengerti, mengapa seseorang mesti menyakitinya hanya untuk mendapatkan kenikmatan sementara.

Kepala penis tersebut makin melesak lebih dalam, membuat perempuan berparas cantik itu merasa mual.
Seakan semua kotoran dalam perutnya hendak keluar dari mulutnya.

Hingga akhirnya seluruh penis si boss terbenam sempurna dalam liang duburnya. Airmata Aisyah meleleh di kedua pipinya yang tirus. Aisyah menangis. Antara tega dan tak tega, sisi liar dalam diri gue merekam semua itu.

Sejenak si boss mengistirahatkan kontolnya dalam lubang pantat Aisyah. Meresapi dinding anus Aisyah yang hangat dan mencengkram, menghayati nikmatnya hisapan pantat bidadari khayalnya itu. Sementara Aisyah, ia terus menangis, tak menyangka seseorang akan menerobos lubang pantatnya.

Puas menikmatinya, si boss mulai menggoyangkan pinggulnya. Mengajak semua ’Peri’ dalam dubur Aisyah untuk ikut dalam dendangnya. Ikut menikmati ’sifat binatangnya’ dalam nyanyian dari bibir Aisyah yang gemetar.

Terus dan terus bergoyang, namun kini gerakan itu berubah menjadi gerakan menusuk. Makin lama semakin kesurupan. Wajah Aisyah memerah tak kuat lagi menahan batang penis yang mengocok-ngocok lubang duburnya seakan ingin memporak-porandakan isi di dalamnya. Bahkan kini tanpa di sadarinya, dorongan itu membuatnya tersungkur, seperti orang yang sedang bersujud. Si boss terus menusuk-nusuknya, bahkan sesekali ia menampar pantat ibu muda itu hingga kemerahan.

"Aagh.. Aagh.. Aagh..!"

"Uuuhhh.. Uuuhhh.. Uuuhhhh.. Udah.. Udahh..!"
Desah kenikmatan si boss begitu kontras dengan rintihan Aisyah yg kesakitan. Si boss terus mengentotnya dengan sekuat tenaga. Terus.. terus.. hingga akhirnya...

"Ooooooooouuuuuuugggghhhhh..." ia melenguh panjang. Mukanya menengadah ke atas, mata sipitnya terpejam rapat, badannya bergetar seiring dengan keluarnya sperma demi sperma dari batang penisnya. Cairan kental seputih susu itu menyemburat hebat di dalam liang anus Aisyah. Aisyah pun merasakannya dengan tak percaya.

Lalu dengan perlahan si boss mencabutnya dari dubur yang malang itu. Sepintas tampak dubur Aisyah melompong seperti mulut yang menganga sampai akhirnya menutup dengan perlahan. Namun tak serapat seperti sebelumnya.

Usaikah penderitaan Aisyah?
Tak cukup sampai di situ, si boss ternyata menginginkan sebuah adegan penutup.

Dengan kedua tangan besarnya, ia membuka belahan pantat Aisyah yang mengarah ke kamera. Membukanya lebar-lebar hingga tampak jelas lubang yang baru saja tertutup itu kembali terbuka. Beberapa saat permukaannya berdenyut kembang kempis, lalu merekah dengan hebatnya. Hingga sisi bagian dalamnya tampak keluar. Aisyah mengejan dengan sekuat tenaga berusaha mengeluarkan sperma dari dalam anusnya, namun cairan itu tak kunjung keluar.

Dengan nafas tersengal-sengal ia terus mengejan, terus berusaha mengeluarkannya, dan kamera ini pun terus merekamnya. Hingga akhirnya ’bibir’ yang tengah merekah hebat itu pun memuntahkan sesuatu bersama angin yang terperangkap di dalamnya. Aisyah terus dan terus mengejan hingga cairan seputih susu itupun mengalir di selangkangannya lalu singgah sejenak di kelopak memeknya hingga akhirnya jatuh menetes bersama air matanya.

Siang yang mendung, dan dalam hitungan detik bulir-bulir gerimis menjelma menjadi hujan yang lebat sesaat setelah gue mengantarkan Aisyah kembali ke rumah sakit, langkahnya gontai menuju kamar di mana suaminya berada. Sebenarnya bukan tugas gue mengantar perempuan ini sampai ke kamar suaminya.

Ditatapnya tajam wajah pucat suaminya, wajahnya begitu keibuan hingga membuat perasaan gue tenggelam. Namun itu belum seberapa dibanding kesungguhannya akan kesembuhan sang suami. Jari-jari lentiknya membelai kepala kekasihnya itu. Begitu pelan, begitu berperasaan, lalu mencium kening pria tersebut dengan segenap jiwanya dan dengan setitik airmata yang tanpa ia sadari telah jatuh menetes.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar