Sabtu, 07 November 2009

Vina dan Maya

Perkenalkan nama saya Laila, saya seorang mahasiswi semester 4 di
Purwokerto. Ada satu pengalaman nyata yang saya alami yang berkaitan
dengan cewek-cewek PKS. Di Purwokerto sendiri banyak sih cewek PKS
terutama di Kampus, hanya saja saya tidak ada yang kenal mereka
semua. Cuman saya melihat mereka adalah cewek-cewek yang alim dengan
jilbab panjang dan jubah mereka itu.Saya sendiri cuman pakai kerudung
kecil yang seringkalai dipandang sebelah mata oleh cewek-cewek PKS
yang berkerudung lebar.
Dua minggu yang lalu, saya harus ke Jogja untuk urusan kuliah. Karena
saya banyak ke sibukan, sehingga baru jam 5 sore saya berangkat ke
Jogja. Saya naik bis Patas Raharja dan di sebelah saya duduk seorang
cewek berjilbab gede. Semula saya cuekin, tapi kemudian dia ngajak
ngobrol. Orangnya ramah, cantik, putih dan kuliah di UGM hampir
selesai. Asalnya Bandung, namanya Neneng dan ternyata dia aktivis PKS.
Kami ngobrol banyak terutama tentang pemilu, nyambung karena saya
jurusan sospol dan akhirnya dia nawarin numpang di kostnya setelah
dia tahu saya kesulitan bermalam di Jogja dan berniat bermalam di
penginapan.
Kurang lebih jam 8 malam kami sampai di Jogja dan Mbak Neneng tetep
ngajak saya tidur di kostnya. Singkat cerita kami sampai di kostnya
yang terletak di di daerah Jln Kaliurang sekitar UGM. Di kost
tersebut ada 5 cewek lainnya dan saya di persilahkan tidur kamar Mbak
Neneng. 5 cewek temen kost Mbak Neneng ternyata juga aktivis PKS di
Jogja. Ke 5 cewek PKS itu kelihatan merendahkan saya karena kerudung
saya yang kecil walaupun jujur saja saya merasa iri dengan ke 5 cewek
temen Mbak Neneng, karena mereka berwajah cantik dan berkulit putih-
putih bersih.
Pukul 10 malem saya sudah ngantuk berat hingga saya pamit tidur, tak
lama kemudian Mbak Neneng juga menyusul ke kamar.
Ketika saya sudah berbaring,saya merasa heran ketika Mbak Neneng
membuka seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat. Mbak nenneg
mengakui kalau selama ini, dia tidur jarang memakai pakian lengkap,
kadang cuman BH dan CD atau CD aja atau bahkan bugil seperti malam
ini. Kata dia sih karena Jogja sangat panas. Aku diam saja mendengar
penjelasan dia dan saya akui lekak-lekuk tubuh Mbak Neneng memnag
sangat sintal membuat saya menjadi sangat iri.Karena kami sama-sama
perempuan, saya tidak merasa tergganggu olehnya lagian mata saya
sudah sangat mengantuk
Pukul 12 malam, saya terbangun karena pengen kencing. Saya kaget
ketika menyadari Mbak Neneng yang bugil tengah memeluk saya dalam
tidurnya. Akhirnya setelah melepaskan pelukan Mbak Neneng dengan
susah payah, saya keluar kamar menuju WC. Setelah saya selesai dari
WC saya bermaksud kembali ke kamar Mbak Neneng, tapi kemudian saya
inget kalau Mbak Neneng malam ini tidur tanpa busana sehingga membuat
saya ingin melihat apakah 5 cewek PKS temen Mbak Neneng juga tidur
tanpa busana.
Saya mengintip 5 kamar lainnya dan saya dapati 3 temen Mbak Neneng
tidur tanpa busana sementara 1 orang tidur hanya memakai celana dalam
dan satu orang lagi tampak sedang membuka internet namuan alangkah
kagetnya saya ketika saya amti ternyata yang sedang dibukanya adalah
situs-situs hot. Apalagi ketika saya lihat cewek PKS yang sedang buka
internet itu juga sambil bermasturbasi.
Yah akhirnya sisa malam itu, saya nggak bisa tidur. Saya nggak mau
tidur dengan Mbak Neneng yang kayaknya lesbian. Dalam pikiran ana
timbul kesadaran, ternyata tidak mesti cewek PKS itu alim-alim
buktinya di tempat kost tempat saya menumpang. semalamman saya
berpikir seperti itu hingga pagi. Bahkan kemudian, malam itu juga
saya menemukan foto laki-laki bugil dalam salah satu tumpukan majalah
UMMI di ruang tamu
Paginya, ana kembali kaget oleh cewek-cewek PKS di tempat kost ini
ketika ternyata mereka membeli sarapan pagi ke warung tanpa pakain
dalam. Memang mereka pakai pakaian jubah panjang dan jilbab lebar dan
kaus kaki tapi saya tahu mereka nggak pakai pakaian dalam. Kata
mereka sih pakaian ini sudah cukup menutupi.
Saya menolak tawaran mandi bareng Mbak Neneng, dan akhirnya pagi-pagi
sekali saya cabut dari tempat kost cewek PKS itu.
Jadi saya pikir, tidak mesti semua cewek-cewek PKS itu alim-alim
Bonar, Monang dan Togar bengong. Tiga preman terminal itu tak
menyangka bakal dapat order seperti itu.
"Kau serius?" tanya Monang kepada lelaki perlente di depannya.
"Serius Bang. Dua juta untuk persekot. Delapan juta lagi kalau sudah
selesai," sahutnya.
"Kalau sudah kita perkosa, terus diapain?" lanjut Monang.
"Pokoknya terserah abang bertiga. Mau dipelihara terus boleh, dijual
ke germo juga boleh. Asal jangan dibunuh," sahut lelaki itu.
Tiga preman itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka sering
menerima order untuk menagih utang, menghajar seseorang atau bahkan
membunuh. Tapi order kali ini mereka anggap sangat aneh: menculik dan
memperkosa dua mahasiswi lalu memaksanya agar berhenti kuliah. Mereka
makin terkejut begitu melihat foto dua calon korban mereka.
"Gila ! Kau suruh kami perkosa cewek pake cadar ! Sebetulnya apa sih
masalahnya?" kali ini Bonar yang bicara.
Lelaki perlente itu menghela napas dalam-dalam.
"Dua cewek ini bikin suasana kampus jadi nggak enak. Sudah lah...
abang bertiga mau duit sepuluh juta tidak?" sahutnya.
Tiga preman itu saling berpandangan. Di tengah keraguan dan hasrat
mendapat uang mudah, menyeruak perasaan aneh di hati mereka.
Terbayang di benak kotor ketiganya, mereka akan menelanjangi dua
gadis yang berpakaian serba tertutup, lalu memperkosanya.
"Oke... kami mau !" Monang yang langsung ambil keputusan. Kedua
temannya mengangkat bahu, tak berkomentar tapi menunjukkan
persetujuan. "Kapan kami harus lakukan?" lanjut Monang.
Lelaki perlente itu tersenyum.
"Minggu ini juga. Ini duit dua juta, ini foto dan alamat dua cewek
itu. Telepon saya kalau sudah selesai," ujarnya.
***
Sepeninggal lelaki itu, ketiganya memandangi lagi foto dua gadis itu.
Terlihat seorang yang berjilbab dan cadar serba putih dan rekannya
yang mengenakan busana serupa berwarna hitam tengah diwawancarai
seorang reporter TV. Cadar yang menutup wajah keduanya membuat hanya
sepasang mata kedua gadis itu yang terlihat. Pada cadar putih
tertulis nama 'Maya' sedang pada cadar hitam tertulis 'Vina'.
"Boleh juga nih. Aku jadi terangsang Bang, pengen cepat lihat
memiawnya dua cewek ini!" ujar Togar yang sejak tadi diam.
"Bah, bukan cuma kau lihat. Kau boleh makan memiaw dia. Kita memang
beruntung. Dapat memiaw dua, bukan cuma gratis, dibayar 10 juta
pula !" sahut Monang disambut gelak dua kawannya.
Tiga preman itu pun langsung berunding untuk menentukan cara menculik
kedua gadis itu. Akhirnya mereka pun menemukan cara mudah: menjebak
keduanya. Togar yang berpenampilan rapi ditugaskan menyamar sebagai
wartawan yang akan mewawancarai keduanya. Monang menyamar sebagai
fotografer, sedang Bonar menunggu di belakang kemudi mobil van
mereka.
Tak menunggu lama, Togar langsung beraksi. Diangkatnya ponselnya,
menghubungi rumah kos Maya. Suara lembut seorang gadis terdengar
menyapa.
"Dik Maya, saya wartawan. Saya ikut prihatin dengan kejadian di
kampus. Bisa tidak saya wawancara adik?" katanya.
"Ya...ya... berdua dengan Vina sekalian,"
"Besok siang, sepulang kuliah ? Di mana?"
"Tempat kos? Oke ! Vina sekalian ke situ? Oke ! Sampai ketemu besok,"
Togar bersorak begitu menutup ponselnya.
***
Siang yang dijanjikan pun tiba. Togar mengenakan rompinya yang
bersaku banyak. Di salah satu saku sengaja disembulkan ujung sebuah
blocknote dan beberapa bolpoin. Tapi di salah satu saku yang lain, ia
mengantongi sepucuk pistol yang dibelinya di pasar gelap. Monang tak
kalah miripnya dengan fotografer betulan. Ia menyandang tas kamera.
Tak ada yang bakal menyangka kalau tas itu isinya juga pistol.
Sampai di depan rumah kos Maya, mobil van yang dikemudikan Bonar
berhenti. Dua rekannya turun dan memasuki halaman rumah. Bonar
menunggu di belakang kemudi sambil mengawasi keadaan sekitar yang
sepi.
Togar mengetuk pintu.
"Siapa?" terdengar suara dari balik pintu.
"Kami, wartawan," sahut Togar. Pintu pun terbuka. Togar dan Monang
masuk.
Di ruang tamu tak ada kursi ataupun meja, tetapi sehelai karpet tipis
tergelar di sudut. Di sudut yang jauh, duduk seorang gadis berjubah
dan jilbab panjang serta cadar serba biru tua. Gadis yang membukakan
pintu mengenakan busana serupa tetapi berwarna hijau botol, menyusul
duduk di sebelahnya.
Togar mengeluarkan blocknote-nya.
"Kok sepi? Yang lain mana?" Togar membuka percakapan, sekaligus
mengecek kondisi rumah.
"Masih pada kuliah, belum pulang," sahut si cadar hijau.
"Baik. Kami ingin dengar cerita dari adik berdua. Tapi sebelumnya,
saya ingin tahu mana yang Maya mana yang Vina," katanya.
Dua gadis itu saling pandang.
"Saya Maya, ini Vina," kata gadis bercadar hijau. Ia lalu menuturkan
kesulitan mereka berdua di kampus.
"Kalian pernah diteror?"
"Ya, kami sering diteror lewat telepon,"
"Bentuk terornya bagaimana?"
"Yaaa... diancam bunuh lah, dimaki-maki dengan kata-kata kotor..."
"Eh, maaf ya... ada yang mengancam memperkosa tidak?" Togar bertanya
sambil memasukkan tangannya ke kantong tempatnya menyimpan pistol.
Diliriknya Monang yang tengah membuka tas kamera.
Maya dan Vina saling berpandangan lagi.
"Ah, eh... tak ada itu..." sahut Maya sambil menggelengkan kepala
diikuti Vina.
"Bagus kalau begitu. Sebab sekarang kami yang mengancam kalian," kata
Togar sambil tiba-tiba mengacungkan pistolnya. Monang terkekeh dan
ikut mengacungkan pistolnya juga.
Kedua gadis itu memiawik, terkejut luar biasa. Keduanya langsung
berpelukan ketakutan melihat Togar dan Monang mendesak mereka ke
sudut.
"Tak perlu teriak, karena tak bakal ada yang dengar. Selain itu,
kalau kalian nekad, pistol ini akan menghabisi kalian!" ancam Togar
sambil mengarahkan moncong pistol ke kepala Maya.
Maya dan Vina yang ketakutan diperintah tengkurap di atas karpet.
Togar lalu menelikung tangan Maya ke belakang dan mengikatnya dengan
tali. Monang melakukan hal serupa pada Vina.
"Eiiiiiii...." Vina menjerit, sebab begitu tangannya terikat, Monang
membalik tubuhnya dan meremas-remas sepasang payudaranya dari luar
lapisan kain yang dikenakannya.
Togar terlihat masuk ke bagian belakang rumah kos. Sekejap kemudian
ia kembali dengan membawa dua helai celana dalam dari tempat cucian.
Saat kembali, ia melihat Monang tengah meremas payudara Maya dengan
tangan kirinya. Sedang tangan kanannya meremas-remas pangkal paha
gadis itu. Maya meronta-ronta dan menyumpah-nyumpah.
"Iblis... kalian memang iblis !" pekiknya.
"Ha ha ha... kalian akan tahu rasanya diperkosa iblis," sahut Monang.
Togar lalu melemparkan sehelai celana dalam bau itu ke arah Monang.
"Sudah, kita harus cepat !" perintahnya.
Monang langsung menarik turun cadar Maya. Sejenak ia terpana
memandang wajah cantik di balik cadar itu. Sorot matanya
memperlihakan kemarahan dan ketakutan. Tapi Monang tak peduli,
disumpalnya mulut gadis itu dengan celana dalam. Togar pun melakukan
hal serupa pada Vina.
Tak lama kemudian, kedua gadis itu pun digelandang ke mobil van
Di dalam mobil, penderitaan keduanya pun dimulai. Kedua lelaki itu
dengan buas terus meremas-remas payudara dan pangkal paha Maya dan
Vina sepanjang jalan. Kedua lelaki itu bahkan menemukan jalan lewat
celah-celah kancing jubah sampai ke bra keduanya. Lalu tangan-tangan
kasar pun menyelusup ke baliknya dan meremas-remas daging kenyal dan
lembut di baliknya.
Vina mengerang panjang ketika kedua putingnya dijepit keras oleh
Monang. Sementara Maya tak kalah menderitanya karena payudaranya yang
tak seberapa besar dicengkeram dan dibetot, seolah hendak dilepaskan
dari tempatnya. Dari celah cadar, terlihat mata kedua gadis itu
meneteskan air bening.
Maya dan Vina tak tahu kemana mereka dibawa. Yang mereka tahu, mobil
akhirnya berhenti di dalam sebuah ruangan besar yang mirip gudang.
Keduanya lalu digiring ke tengah ruangan. Maya dan Vina agak lega
ketika ikatan tangan mereka dan sumpal di mulut mereka dilepas.
"Jahanam.... kalian mau apa sebenarnya?!" pekik Maya begitu sumpal
mulutnya dilepas.
Tiga lelaki itu terbahak.
"Jangan galak-galak begitu. Kalian tak bisa melawan kami. Mau teriak
pun boleh. Tak ada yang akan mendengar," sahut Monang. "Begini...
sepulang dari sini nanti, kalian harus memutuskan untuk berhenti
kuliah," lanjutnya.
"Kalian siapa? Kenapa meminta kami melakukan itu?" sahut Maya ketus.
"Kau tak perlu tahu siapa kami. Yang perlu kau tahu, kami akan
memperkosa kalian dan merekam semuanya. Kalau kalian menolak berhenti
kuliah, rekaman itu akan tersebar di kampus...." ancam Monang.
"Tapi kami lebih suka kalau kalian bekerjasama dan kita akan sama-
sama menikmatinya. Kalau kalian menolak bekerjasama, kami bisa
berlaku kasar !" ancamnya lagi.
"Ayo, sekarang mulai buka baju panjang kalian itu. Cepat !"
Kedua gadis itu kelihatan mulai panik. Tapi lagi-lagi Maya
memberanikan diri menolak. Akibatnya, ia diringkus Togar dari
belakang. Dari depan, Monang menyampirkan jilbabnya yang panjang
sampai pinggul ke pundaknya. Lalu, dicengkeramnya kuat-kuat payudara
kanan Maya. Gadis itu menjerit histeris saat belati Monang mengoyak
berlapis kain yang menutupi dadanya sampai akhirnya terlihat
payudaranya yang terbungkus bra putih.
"Aaaarrghhhh....." Maya menjerit keras ketika Monang mengeluarkan
payudaranya dari cup branya.
"Kalau kamu tak mau kerjasama, kamu bisa kehilangan benda ini !"
Monang menggerakkan ujung belatinya melingkari payudara Maya yang
lumayan besar.
"Hei... kau duluan buka baju. Ingat, kalau menolak, tetek temanmu ini
aku potong," lanjutnya. Monang pun mulai menjilat puting Maya dan
sesekali menggigitnya agak keras.
Vina ketakutan. Ia tak ingin temannya disakiti. Ia pun mulai
melepaskan kancing atas jubahnya setelah Bonar menyampirkan jilbab
panjangnya ke pundak.
"Jangan Vinaaa... jangan turuti mereka. Aaaaakkhhhh... !!!" Maya
menjerit. Gigi Monang menggigit putingnya lumayan keras, sementara
pangkal pahanya diremas-remas.
Jubah Vina yang terbuat dari kain yang tebal melorot jatuh ke
kakinya. Tapi di baliknya masih ada busana serupa dari bahan yang
lebih tipis. Bentuk tubuhnya mulai terlihat. Bonar terus merekam
dengan handycamnya. Sesekali ia tak sabar menyentuh payudara Vina.
Isak Vina mulai terdengar saat baju yang lebih tipis itu pun jatuh ke
lantai. Tapi masih ada lagi di baliknya, rok dalam dan kaus dalam.
Lengan telanjang Vina tampak kuning langsat, kontras dengan kaus
tangan biru tuanya.
"Kalian apa tidak gerah pakai baju berlapis-lapis begitu ?" ujar
Togar yang masih memegangi Maya. Monang yang asyik menghisap puting
Maya pun menoleh.
"Kau lama sekali. Sini kubantu..." katanya sambil mendekati Vina.
Breett... brettt... brettt....
Dengan kasar direnggutnya kaus dalam dan rok dalam Vina, lalu celana
dalam dan branya. Vina menjerit-jerit, tapi ia tak kuasa melawan
lelaki kasar itu. Bonar terus merekam ketika kedua temannya tak
berkedip melihat pemandangan langka, seorang gadis muda berjilbab dan
cadar, tetapi dari dada ke bawah telanjang.
Payudaranya tak sebesar milik Maya, tapi terlihat padat dan agak
mengacung. Vaginanya tampak mulus, sepertinya bekas dicukur. Bonar
menepis tangan Vina yang berusaha menutupi payudara dan pangkal
pahanya.
Sekujur tubuh Vina merinding ketika Monang memeluknya dari belakang.
Telapak tangannya langsung bermain-main di pangkal paha Vina. Jari
tengahnya bergerak naik turun menyusuri celah sempit vagina gadis
itu. Vina terisak-isak. Sepasang payudaranya didorong ke atas hingga
makin menjulang.
"He Togar, lepaskan cewek sok tahu itu. Kita lihat solidaritasnya
dengan teman," ujar Monang.
"He kau Maya ! Cepat kau bikin striptease buat kami. Jangan membantah
kalau tak ingin teman kau ini kehilangan tetek cantik ini," katanya.
Maya masih diam mematung. Tiba-tiba terdengar jerit kesakitan Vina.
Ternyata puting kanannya dijepit dan ditarik ke depan, sementara
belati Monang menempel ke areolanya yang sempit. "Ayo cepat !" bentak
Monang lagi.
Maya tak punya pilihan lain. Dilepaskannya busananya sampai ia
telanjang bulat kecuali jilbab, cadar, kaus kaki dan kaus tangannya.
Seperti Vina, ia juga tak punya rambut kemaluan.
"Kenapa sih kalian tak punya jembut?" kata Togar yang langsung
mengucek-ngucek kelamin Maya.
Dua gadis itu lalu dipaksa berlutut berdampingan. Mereka ketakutan
ketika Togar dan Monang berdiri di depan mereka dan mulai membuka
celana. Keduanya terus menundukkan muka sampai akhirnya dagu mereka
diangkat. Keduanya memiawik bersamaan melihat di depan wajah mereka
penis kedua lelaki itu mengacung.
"Ayo... dikulum !" perintah Monang sambil mengangkat cadar Maya. Hal
yang sama dilakukan Togar kepada Vina.
Maya dan Vina tak kuasa melawan lagi. Mereka tak pernah membayangkan
bakal melakukan perbuatan itu. Begitu kepala penisnya terjepit bibir
Maya, Monang pun langsung memegang bagian belakang kepala Maya dan
menariknya. Dua preman itu tak mempedulikan erangan dua gadis
bercadar itu. Bonar terus merekam dengan handycamnya saat penis dua
lelaki itu keluar masuk bibir Maya dan Vina di balik cadarnya.
Tapi Bonar tak sabar juga. Ia berlutut di belakang kedua gadis itu,
bermain-main dengan payudara dua gadis itu. Tak hanya itu, vagina
telanjang kedua gadis itu pun diremas-remasnya. Vina dan Maya pun
mengerang-erang kesakitan ketika puting mereka ditarik-tarik Bonar.
Apalagi, jemari Bonar kemudian mempermainkan klitoris mereka sesuka
hati.
Togar dan Monang seperti tengah berlomba. Keduanya mengocok penis
mereka di mulut kedua gadis bercadar itu. Awalnya Togar yang
berteriak keras saat mencapai puncak kenikmatan. Dibenamkannya jauh-
jauh penisnya ke pangkal tenggorokan Vina. Gadis itu memelototkan
matanya saat semburan sperma Togar memenuhi rongga mulutnya. Ia
terpaksa menelannya, karena Togar terus memegangi kepalanya.
Tiba-tiba Togar mendorong kepala Vina hingga gadis itu jatuh
terlentang. Tapi dengan cepat ia meringkuk, berusaha menutupi
ketelanjangannya sebisa mungkin. Terdengar ia menangis. Kain cadar
biru tua di bagian bibirnya terlihat basah oleh sebagian sperma Togar
yang keluar dari mulutnya.
Tak lama kemudian, giliran Monang yang berejakulasi di mulut Maya.
Seperti temannya, ia juga membiarkan beberapa lama penisnya tetap di
dalam mulut gadis itu dan kemudian mendorong Maya jatuh ke sisi Vina.
Giliran Bonar mendekat. Langsung disergapnya pinggul Vina yang masih
meringkuk di lantai. Mahasiswi itu menjerit-jerit dan meronta dengan
sia-sia. Wajah Bonar telah melekat erat di selangkangannya. Mulut
Bonar dengan rakus melahap vagina Vina yang mulus tanpa rambut.
"Aaakhhh....hentikaaaan... aarrghhh...oouhhhhh....nngghhhhh..." Vina
merintih sejadi-jadinya. Lidah Bonar menyapu sekujur permukaan
vaginanya.
Lalu terasa bibir kelaminnya dikuakkan dan kini lidah lelaki itu
menjulur-julur ke dalam. Vina merintih panjang saat lidah Bonar
menyentuh klitorisnya. Lalu, titik peka di tubuhnya itu pun dihisap
kuat-kuat.
"Lepaskan....lepaskan....kalian bejat !" terdengar Maya memaki-maki.
Togar dan Monang meringkusnya dan memaksanya menduduki wajah Vina.
Monang menyingkapkan dulu cadar Vina sebelum akhirnya pangkal paha
Maya melekat di bibirnya.
"Ayo, jilati memiaw temanmu ini !" kata Togar sambil menjepit kuat-
kuat dua puting Vina.
Tak kuasa menahan sakit, Vina mulai menjilati kelamin temannya,
sementara miliknya sendiri terus dijilati Bonar. Kedua gadis itu
mengerang-erang. Monang dan Togar berebut menghisap puting Maya
sambil tangan mereka meremas-remas payudara Vina.
"Ayo Bonar, lakukan sekarang !" ujar Monang.
Bonar menyeringai dan menempatkan dirinya di antara kedua paha mulus
Vina yang mengangkang lebar. Vina tak sadar apa yang akan terjadi
sampai terasa sesuatu yang keras menekan liang vaginanya.
"Aaakhh.... jangaaann... mmff..." Vina menjerit. Kepala penis Bonar
mulai menyelinap di antara bibir vaginanya.
Lalu, dengan kekuatan penuh, Bonar mendorong pinggangnya.
"Aaaaaaaakkhhhhhh....!!!" Vina menjerit histeris, tapi jeritnya
langsung terbungkam oleh vagina Maya yang ditekan ke mulutnya.
Bonar merasakan penisnya terjepit vagina Vina dengan sangat kuat.
Tapi perlahan ia merasakan ada cairan yang membasahinya. Ia hapal
betul, itu adalah darah dari koyaknya selaput dara. Bonar menarik
mundur penisnya. Lalu seperti gila ia mendorong ke depan, menghunjam
sampai terasa kepala penisnya menekan dinding belakang vagina Vina.
Bonar terus menggenjot dengan brutal. Vina menjerit-jerit kesakitan.
Sampai akhirnya...
"Ouughh.....aaargghhhhh....!!!" Bonar menggereng. Kedua tangannya
mencengkeram pinggul Vina. Pinggulnya sendiri didorong jauh ke depan.
Vina terisak-isak merasakan cairan hangat memenuhi rongga vaginanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar