Sabtu, 07 November 2009

Tari

Sudah lima belas menit kami membiarkan Tari tertelungkup di meja. Ia masih terisak-isak. Kulihat sperma tiga lelaki mengalir dari anusnya ke kedua belah pahanya.
Kuperlihatkan jam tanganku kepada teman-temanku. Mereka bangkit dan memapah Tari. "Yuk kita pulang Mbak. Sudah siang. Nanti suami Mbak curiga kalau dia pulang Mbak nggak di rumah," kata Al.
Mereka membawanya masuk kembali ke dalam rumah. Memakaikan kembali jubah hijau muda Tari tanpa memandikannya lagi. Akibatnya, bagian belakang jubah Tari basah oleh sperma yang terus mengalir dari anusnya.
Tak lama kemudian, kami sudah berada di dalam mobil. Tari dipangku tiga lelaki di jok tengah. Aku di bagian kaki. Kedua tangan Tari masih terikat. Matanya pun tertutup oleh ikatan kain hitam.
Kusingkapkan jubah Tari sampai ke pinggang. Dengan tissue kubersihkan vaginanya dari lelehan sperma dan bubur pisang. Al di bagian tengah tak bosan-bosannya meremas-remas payudara Tari yang dikeluarkannya dari balik jubahnya.
Sampai di rumah, mereka membawa Tari ke sofa. Al sibuk menghubungkan handycam dengan TV. Aku ada di balik lemari, melihat Bob memangku Tari, sambil melepaskan penutup matanya.
TV sudah menyala dan memperlihatkan rekaman aksi kami memperkosa Tari. Tari memalingkan wajahnya, tetapi Bob memaksanya tetap menonton. Terutama adegan ketika ia orgasme lantaran ulah Al.
"Lihat itu, Mbak Tari. Dengan itu Mr X bisa memeras suami Mbak. Dengan rekaman itu pula, kami bisa memaksa Mbak melayani kami kapanpun kami mau," kata Bob sambil meremas-remas payudara istriku.
Tari menangis tersedu-sedu. Kuberi kode kepada Al agar mendekat. "Suruh pak Bob memperkosa dia lagi sambil duduk. Aku mau telepon Tari saat kont*l Bob mengaduk-aduk mem*knya," kataku.
Al berbalik dan kulihat ia berbisik kepada Bob. Bob tertawa.
"Oke Mbak Tari, sebentar lagi mungkin suamimu pulang. Aku mau ngent*t kamu sekali lagi. Boleh ya ?" kata Bob.
Tari menoleh dan melotot.
"Kamu ini ! Apa belum puas menyiksa saya !?" teriaknya histeris.
"Belum," kata Bob kalem sambil membalikkan tubuh Tari hingga kini duduk di lantai, di hadapannya.
"Ayo, emut kont*lku supaya basah. Kalau kering, nanti mem*kmu lecet," katanya sambil melepas celananya. Penisnya terlihat masih lembek. "Cepat. Ingat, kamu nggak bisa nolak karena rekaman itu bisa dilihat suamimu, kalau kamu membantah," lanjutnya.
Tari tak berdaya. Kulihat ia kini menggenggam penis Bob dan mulai mengulumnya. Dari belakang, Al menyingkapkan jubah hijau Tari. Anusnya masih basah oleh sperma. Al mengorek-ngorek vagina dan anus Tari dengan jarinya.
Penis Bob sudah mengacung. Dibimbingnya Tari naik ke Sofa, mengangkangi dirinya yang berbaring. Akhirnya, kulihat Tari menurunkan tubuhnya. Penis Bob pun masuk ke vaginanya.
"Ayo Mbak Tari, nikmati saja. Anggap saja aku suamimu," kata Bob. Ia pun kini menyerang kedua payudara Tari. Dikulumnya kedua putingnya berganti-ganti.
Pada posisi seperti itu, biasanya Tari mudah mencapai orgasme. Apalagi dengan puting yang terus diserang. Dan memang, kudengar Tari mulai mendesah, mengerang dan merintih. Kuihat juga kini ia yang aktif menaikturunkan dan memutar-mutar pinggulnya.
Saat desahannya makin keras terdengar, kutelepon nomor seluler istriku. Tari terkejut mendengar handphonenya berdering.
"Ounnghh... itu... mungkin suamiku..." katanya.
"Nggak apa-apa, kita teruskan saja," kata Bob sambil terus menyerang puting Tari.
Al mengambilkan handphone Tari dan menyerahkannya. "Dari suamimu," kata Al. Di layar handphone memang tertulis namaku.
Tari tampak ragu. Nafasnya masih tersengal-sengal. Apalagi, Bob masih menaikturunkan penisnya.
"Dijawab saja, nanti suamimu curiga," kata Al sambil menekan tombol 'yes' pada handphone yang dipegang Tari.
"I... i...ya... ada apa, Mas ?" Kudengar Tari menjawab. Suaranya sangat menggairahkan.
"Lagi apa sayang ?" tanyaku.
"Eunghhh... ini, lagi sibuk..."
"Kok suaramu seperti waktu kita bercinta dan kamu hampir orgasme ?" kugoda dia.
"Ehhh... ti...tidak... Aku lagi angkat cucian pakaian... ughhh.... berat," katanya bersandiwara.
"Ya sudah, nanti malam aku buat kamu orgasme mau ?"
"Eunghhh... jangan.... aku capek sekali..." jawabnya.
"Yaaa, bagaimana dong ? Batangku sudah keras sekali nih. Di-oral saja ya ?"
"Iya...i...iyahhh..."
"Spermaku ditelan ya ?"
"I...iyahhh... eh... enggak.. aduhhh.. iyahh..."
"Kenapa, kok aduh ?"
"Ini... iniku digigit ...semut..."
"Apa yang digigit semut nakal itu ?"
"Ini... tetek... aduhhhh..." kulihat Bob menggigit puting Tari.
"Wah, itu semut nakal betul. Nanti aku boleh gigit tetekmu kan, sayang ?"
"Iya.., boleh... aduhhh..."
"Aku ingin mendengarmu bicara yang agak jorok boleh ?"
"Engghhh... bagaimana ?"
"Tolong bilang...seperti di film blue itu lho... bilang begini, come on fu*k me, ohhh...yesss... oh yesss... begitu. Ayo sayang..."
Saat itulah Bob menggenjot lebih kuat.
"Iyaahhhh... come on... ounghhh.. fu*k me...yess... yess..." Tari menjerit.
"Ahhh... terima kasih sayang. Nanti aku pulang jam 8 malam. Jangan lupa, aku ingin dioral gadis berjilbab sepertimu... bye mmuuacchhh..."
Kututup telepon. Lalu kuberi kode kepada Al agar menyumbat mulut Tari dengan penisnya.
Tari mengerang-erang. Tubuhnya menelungkup di atas tubuh Bob dengan vaginanya terus ditusuk-tusuk penis Bob. Al sudah menyumbat mulut Tari dengan penisnya.
Dari belakang, aku mendatangi Tari. Kusingkapkan jubahnya hingga pinggang. Kujaga agar ia tidak menoleh ke belakang dan melihat suaminya.
Langsung aku masukkan dua jariku ke anusnya. Tari mengerang keras. Erangannya makin menjadi saat akhirnya aku menyodominya lagi.
Ada lima menitan aku melakukan itu. Tapi aku punya ide baru. Kutarik keluar penisku. Dan kini kuarahkan ke vaginanya yang sedang melayani penis Bob.
Ughhh... tak mudah, tapi akhirnya masuk juga. Tubuh Tari mengejang. Ia mengerang panjang. Al memegangi kepalanya yang berjilbab karena Tari terlihat seperti hendak menoleh ke belakang.
Lima menit juga penisku dan penis Bob mengaduk-aduk vaginanya. Bob sudah tidak tahan. Ia menumpahkan spermanya di dalam. Terasa sperma Bob juga membasahi penisku. Gerakan penisku akhirnya menarik penis Bob yang telah lembek keluar.
Kupindahkan lagi penisku ke anus istriku. Kugenjot dengan cepat dan akhirnya kutumpahkan ke dalam sana. Cepat kubersihkan penisku dengan jubah istriku. Lalu, aku kembali ke tempat persembunyianku.
Kini Al yang menyetubuhi istriku. Tampaknya ia juga memindah-mindahkan penisnya dari vagina ke anus. Ben yang sejak tadi hanya menonton, ganti memaksa Tari mengulum penisnya.
Dua pemerkosa terakhir itu akhirnya menuntaskan hasrat mereka dengan membuang sperma mereka ke wajah Tari.
"Sudah ya, Mbak tari. Kapan-kapan kita ketemu lagi," kata Bob, sambil mencubit puting istriku yang terbaring lemah di sofa.
***
"Thank's friend. Your wife sungguh luar biasa," kata Bob sambil menyalamiku ketika kami akhirnya berpisah kembali di rumahnya.
Al dan Ben juga menyalamiku.
"Aku suka suaranya waktu orgasme," kata Al.
"Well, aku juga ingin dengar suara pacarmu saat orgasme," sahutku.
"OK, itu bisa diatur," katanya.
Aku pergi dari rumah Bob dengan perasaan campur aduk. Gairah, puas sekaligus kasihan pada Tari. Tapi, hasrat tergilaku sudah terlampiaskan. Sekarang aku harus kembali ke kantor.
***
Aku pulang kantor pukul 8 malam. Tari sudah tidur. Tapi aku boleh masuk rumah karena aku punya kunci cadangan.
Kulihat Tari tidur dengan memeluk tubuhnya. Ia tampak amat lelah. Tetapi begitu melihatku datang, ia bangkit dan langsung memelukku.
"Kenapa ?" tanyaku.
"Kepalaku sakit... " katanya.
"Berarti tak jadi mengulum iniku ?" Kubimbing tangannya ke pangkal pahaku.
"Maas... aku pusing... " keluhnya.
Kusentuh pangkal pahanya. Tapi ia menghindar dengan halus. "Nanti kalau sudah nggak pusing ya ?" katanya.
"Oke. No problem," sahutku.
Aku kemudian ke kamar mandi. Melewati mesin cuci, hatiku tergerak untuk membukanya. Ada jilbab putih lebar, anak jilbab pink dan jubah hijau muda. Kuangkat pakaian favoritku itu. Ufhhh... betul-betul beraroma sperma !
Tengah malam aku terbangun. Kulihat Tari masih lelap terlentang di sebelahku. Kusingkapkan bagian bawah baju tidurnya. Vaginanya terlihat lebih gemuk dari biasanya. Kulitnya pun memerah. Kurapikan lagi pakaiannya. Lalu kubuka di bagian dadanya. Kulit payudaranya yang putih mulus juga terlihat memerah. Di beberapa bagian dekat putingnya bahkan terlihat bekas-bekas lovebite.

Seminggu sejak perkosaan itu, Tari tampak lesu. Ia mengaku sakit, tetapi tak tahu sakit apa. Kurayu untuk ke dokter, ia tak mau.
"Sepertinya hanya butuh istirahat," katanya.
Jalannya pun tertatih-tatih, seperti menahan sakit di sekitar pinggangnya. Kalau kusentuh payudara dan pangkal pahanya, ia pun dengan halus menolak.
Tetapi, Tari memang istri yang baik. Ia mau juga ketika kuminta membantuku masturbasi. Diurutnya penisku dan akhirnya dikulumnya. Aku agak surprised saat ia membiarkan spermaku tumpah di mulutnya, meski kemudian dimuntahkannya kembali.
"Kok mau menerima spermaku di mulut ?" kataku.
"Nggak sengaja..." katanya dengan wajah bersemu merah.
Akhirnya, di minggu kedua, ia mulai kembali seperti dulu. Ia kembali tampak sehat dan melayaniku kembali di ranjang.
Di saat itulah, tak sengaja aku membuka SMS di seluler Tari. Tertulis di situ, "Mbak Tari, aku kangen mem*k Mbak. Senin jam 12 siang, aku ke rumah Mbak pas suami Mbak di kantor. Pakai jubah, jilbab lebar dan kaus kaki, tapi jangan pakai celana dalam dan bra. Kita main di ranjangmu ya ? -Al".
"Ini ada SMS, sayang... belum sempat kubaca... perutku mulas..." aku berlagak terburu-buru ke kamar mandi sambil menyerahkan handphone Tari kepadanya.
Sekitar 10 menit kemudian aku keluar kamar mandi. Kulihat wajah Tari agak pucat.
"SMS dari siapa sayang ?" tanyaku.
"Eh...uh... dari Bu Ani," jawabnya gelagapan.
"Ada apa ?"
"Uh... katanya... mau ambil uang arisan, Senin siang,"
"Ooo..." aku berlalu, seperti tak ada apa-apa.
***
Hari Senin, aku sengaja berangkat kantor agak siang. Pukul 11.30. Tetapi tanpa sepengetahuan Tari, kusiapkan handycam di tempat tersembunyi, mengarah ke ranjang. Setting kamera kuatur dengan timer agar mulai recording setengah jam lagi.
Kulihat Tari gelisah dan bolak-balik melirik jam dinding. Ia sudah pakai jilbab putih lebar dan jubah ungu. Cantik sekali.
Kucium pipinya saat berpamitan sambil tanganku meraba bokongnya.
"Eh, kamu nggak pake celana dalam ya ?" kataku, pura-pura kaget, sambil meremas bokongnya yang bundar.
Tari tersenyum kecut. Ia menggeliat-geliat waktu pangkal pahanya kuremas-remas.
"Jangan-jangan kamu juga nggak pakai bra," kataku.
"Nah, betul kan," kataku ketika tanganku meraba payudaranya.
Kusingkapkan jilbab lebarnya, lalu kubuka kancing jubah di bagian dadanya. Bibirku langsung menyerang putingnya. Tari mengerang-erang.
"Maaas... sudaahh... ngantor sana !" katanya dengan nada manja. Tapi kutahu ia khawatir Al datang sebelum aku pergi. Kugigit dengan gemas putingnya. Tari mem*kik kecil.
"Nakal !" katanya.
Akupun berangkat. Tapi di ujung jalan aku berhenti. Tepat pukul 12.00 kulihat mobil Al masuk garasi rumahku.
Handycamku pasti sudah mulai bekerja. Lima belas menit berlalu, kuhubungi nomor handphone Al.
"Sedang di mana Al ?" kataku. Terdengar Al menjawab dengan gugup.
"Di rumah teman, bos," katanya.
"Maksudmu rumahku, kan ?" Al makin gugup.
"Eh... oh... iya...sorry bos," katanya.
"OK, nggak apa-apa. Tapi lain kali izin dulu ya Al ?" kataku.
"Iya bos... iya bos..." sahutnya.
"By the way, kont*lmu sudah masuk mem*k istriku belum ?"
"Sudah bos..."
"Bagus, coba tolong kamu jepit putingnya. Aku ingin dengar jeritan istriku," kataku.
Al patuh. Tak lama kemudian kudengar jerit kesakitan Tari.
"OK Al, silakan kamu perkosa istriku. Di mem*k boleh, anus boleh di mulut juga boleh. Kamu ikat saja dia di ranjang. Terus kamu kerjain dia sampai orgasme berkali-kali. Bye Al." Kututup telepon, lalu melaju ke kantor. Nanti malam, rekaman handycam akan kunikmati.
***
Aku pulang tengah malam. Tari membukakan pintu. Kukecup keningnya. Ia tampak letih. Tetapi, ia memang istri yang setia. Dibuatkannya aku segelas teh hangat.
"Aku tidur lagi ya, badanku pegal semua," katanya.
Aku menganggukkan kepala dan kukecup lagi keningnya.
Kutunggu setengah jam. Kutengok Tari betul-betul tertidur pulas. Kuambil handycam yang kutempatkan di lokasi tersembunyi. Lalu, kubawa ke ruang kerjaku.
Dengan jantung berdebar, kuputar ulang hasil rekaman otomatis tadi siang. Yes, hasilnya sempurna.
5 menit pertama hanya terlihat ruangan kamarku yang kosong. Tetapi, kemudian terlihat sosok perempuan berjubah ungu dan jilbab lebar putih berlari diikuti Al.
Perempuan itu, Tari, terdesak di dinding kamar. Terlihat Tari dengan wajah marah berdebat dengan Al yang terus tersenyum. Terlihat juga Tari kewalahan menepis tangan nakal Al yang menjamah pangkal paha dan payudaranya.
Kemudian terlihat Al seperti marah dan mencekik leher Tari. Setelah itu, Tari sepertinya menyerah. Ia biarkan saja Al memagut bibirnya.
Al lalu menyeret istriku dan menghempaskannya hingga terduduk di tepi ranjang. Tari memalingkan mukanya saat Al berdiri di hadapannya melepas celananya. Al kemudian memaksanya mengulum penisnya.
Tak lama kemudian, Al mendorong Tari hingga terlentang di ranjang. Lalu disingkapkannya jubah Tari hingga ke pinggang. Dengan kasar, ia langsung menancapkan penisnya ke vagina istriku. Tari terlihat menjerit kesakitan.
Baru beberapa genjotan, Al tampak berbicara di handphonenya. Itu tadi saat aku meneleponnya. Masih sambil menelepon, Al terus menggenjot penisnya keluar masuk vagina Tari. Terlihat juga saat Al menjepit puting kanan Tari hingga ia menjerit kesakitan.
Ketika telepon ditutupnya, Al tampak seperti kesetanan. Ia membolak-balik tubuh Tari seperti orang membanting-banting bantal. Sekali ia membuat Tari terlentang dan memperkosanya. Kali lain, dibuatnya Tari menungging dan ia menyodominya. Kali lain lagi dibuatnya tubuh Tari tertekuk dan ia dengan kasar memperkosanya sambil menusukkan jarinya ke anus Tari. Sampai akhirnya kulihat Al orgasme di dalam mulut Tari.
Kulihat Tari terisak-isak. Selesai memuaskan hajatnya, Al mengikat Tari terlentang dengan kedua tangan dan kaki terpentang ke sudut-sudut ranjang.
Al kemudian terlihat menghisap rokoknya sambil berbaring di tengah paha Tari yang mengangkang. Kepalanya berbantalkan paha Tari, di dekat pangkalnya. Sambil merokok, Al membelai-belai vagina Tari. Sesekali, Al dengan nakal mencabuti sehelai rambut kemaluan Tari. Terdengar Tari mem*kik saat Al menjatuhkan abu rokoknya di tempat tumbuhnya rambut kemaluannya.
Al kemudian bangkit dan duduk di sisi Tari. Dibukanya jubah Tari di bagian dada. Kedua payudara istriku tampak membusung. Tari mem*kik lagi waktu Al dua kali menjatuhkan abu rokok di pucuk payudaranya.
Yang terjadi kemudian membuatku terpaksa mengacungkan jempol kepada Al. Lagi-lagi, ia mempermainkan istriku dengan sempurna. Dirangsangnya Tari dengan berbagai cara, hingga istriku yang alim itu berkali-kali orgasme.
Tetapi, Al memang pemerkosa sejati. Di saat Tari mencapai kepuasan, ia mulai menyakitinya lagi. Disumpalnya mulut Tari dengan celana dalamnya. Lalu, dijepitnya kedua puting Tari dengan jepit pakaian. Terlihat dalam rekaman, Tari meronta-ronta dan matanya melotot. Belum lagi rontaannya berhenti, Al melakukan hal yang sama pada klitorisnya.
Al kemudian kembali menindihnya. Suara rintihan Tari terdengar sangat memilukan. Juga pekik tertahannya ketika Al dengan kasar menarik lepas jepit pakaian pada kedua putingnya. Tak cukup sampai di situ. Mahasiswa fakultas kedokteran itu terus menyentil-nyentil kedua puting Tari dengan keras.
Al akhirnya terlihat sampai pada klimaksnya. Kulihat ia mengangkangi wajah Tari, melepas sumpal di mulut Tari dan ganti memasukkan penisnya ke situ. Tubuh Al tampak bergetar sampai akhirnya lemas dan duduk mengangkangi perut istriku.
Tari terbatuk-batuk, sebagian sperma pemuda itu keluar dari sisi bibirnya. Kulihat Al menyapu dengan jarinya dan meratakannya ke seluruh bagian wajah Tari.
Terdengar Tari menangis sesenggukan saat Al bangkit dan mengenakan celananya kembali. Kukira Al sudah akan mengakhiri aksinya. Ternyata tidak. Kulihat ia mengambil kamera digital dan memotret istriku yang tengah tak berdaya.
Al membuka lebar-lebar bagian dada jubah istriku. Tari memalingkan wajah ketika Al memotret payudaranya yang terbuka dari jarak dekat. Al juga memotret sambil berdiri dengan sebelah kakinya menginjak sebelah payudara Tari. Ia juga lakukan itu pada vagina Tari.
Baru setelah itu kulihat ia melepaskan ikatan di tangan dan kaki Tari. Istriku langsung meringkuk membelakangi Al. Tetapi Al malah menyingkapkan jubahnya sampai ke pinggang. Kulihat ia memotret lagi istriku dengan pantatnya yang terbuka. Ia bahkan menguakkan bongkahan pantat Tari untuk melihat vaginanya dan memotret lagi dengan dua jarinya masuk ke vagina Tari.
Aku agak kaget melihat Al kemudian menampar keras sekali pantat Tari. Kulihat Tari sampai mem*kik. Ternyata, itu salam perpisahan dari Al.
Sepuluh menit terakhir rekaman itu hanyalah gambar Tari tiduran meringkuk. Tampaknya ia menangis karena sesekali tubuhnya terlihat berguncang.
Kusimpan hasil rekaman rahasia itu di tempat yang aman. Lalu aku kembali ke kamar. Tari terlihat tidur amat pulas. Posisinya seperti bagian akhir rekaman tadi.
Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai bokongnya yang bundar terlihat. Masih terlihat merah bekas tamparan Al di kulitnya yang mulus. Kusibakkan pantatnya hingga terlihat vaginanya yang tembam.
Sebetulnya, aku ingin menyetubuhinya malam ini. Tetapi, aku kasihan melihatnya kelelahan. Akupun tidur sambil memeluknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar